"Biarkan semesta mengerjakan tugasnya."
***
Celine meraih ponsel yang ia tinggalkan di atas meja belajarnya, menekan nomor yang hendak ia tuju. Telepon yang terdengar masih bordering, ia berdecak sebal. Mematikan telepon dan menyambungkannya kembali.
"Halo."
Terdengar suara serak yang lemah dari seberang. Raut wajah Celine langsung terlihat khawatir, ia menggigit ujung bibirnya sebelum berkata, "Niall, kau ke mana saja? Seharian ini aku tidak melihatmu."
"Ah, Celine. Aku di apartemen."
Jawaban dari Niall berhasil membuat dahi Celine berkerut. "Kau tidak masuk sekolah? Kenapa? Apakah kau sakit?" tanyanya bertubi-tubi.
"A-aku ... aku tidak apa-apa."
Suara lirihnya semakin meyakinkan Celine bahwa Niall berbohong kepadanya, ia langsung mematikan telepon dan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Keluar dari rumah setelahnya, tanpa meminta izin kepada sang ibu.
Ia mengayuh sepedanya dengan pikiran cemas. Hanya satu hal yang ia pikirkan, yaitu keadaan Niall. Laki-laki yang selalu ada untuknya selama ini, membantunya untuk bangkit dari keterpurukannya, sedikit demi sedikit mewarnai hidupnya.
Niall hidup sendiri, entah bagaimana jadinya jika ia sedang terkena suatu musibah tanpa ada seseorang di dekatnya. Helaan napas ia keluarkan saat dirinya sampai di depan pintu apartemen milik Niall.
Celine mengatur napasnya terlebih dahulu, karena lelah mengayuh sepeda dengan jarak yang cukup jauh, ditambah menaiki anak tangga yang begitu banyak. Sebelum akhirnya ia membuka pintu tanpa mengetuknya atau mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Niall!" teriaknya.
Ia berlari mengecek setiap ruangan untuk mendapatkan keberadaan laki-laki yang sedang ia cari. Hingga kakinya tergerak menuju kamar sang pemilik apartemen, membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Langkahnya terhenti, tubuhnya terdiam di ambang pintu. Kedua bola matanya mendapatkan seorang laki-laki yang sedang tidur tengkurap di atas kasur dengan keadaan kamar yang cukup berantakan.
"Niall," panggil Celine dengan lembut.
Tidak ada respon sama sekali, ia menghampiri Niall dan menepuk pundaknya yang terbaluti selimut tebal berwarna hitam. Niall tertidur pulas, hingga tidak menyadari keberadaan Celine di sampingnya.
Merasakan hal yang aneh, Celine menggerakkan tangannya untuk mengecek suhu badan Niall di dahinya. Ia melebarkan matanya setelah merasakan suhu badan Niall yang sangat panas. Ia langsung merubah posisi tidur Niall, yang semula tengkurap menjadi telentang.
"Niall ... kau demam," lirih Celine dengan khawatir.
Niall membuka matanya dengan berat, menatap wajah Celine dengan pandangan ynag buram. Ia menyipitkan matanya, menjelaskan pandangannya. Setelah semuanya dapat dipandang jelas, ia mengembuskan napasnya kasar dan membuang wajah ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celine (End)
Novela JuvenilDunia semakin tua dan fana, merusak pemikiran suci manusia. Menenggelamkan asa, terlepas dari genggaman jiwa. Luka yang didapatkan, mengubah alur kehidupan. Cinta yang didapatkan, hanya menyisakan kenangan yang menyakitkan. Topeng palsu menghiasi se...