"Terima kasih, kau selalu ada di saat aku sedang terluka."
~ Celine Connor
***
Celine mengembuskan napasnya panjang, menatap ke arah luar jendela yang menampakkan keindahan bumi di saat matahari tergantikan oleh rembulan. Tangannya tergerak meraih sang rembulan dalam angan, jari-jemarinya menari di atasnya.
"Rembulan memang indah, tetapi lebih indah kenangan masa lalu yang hanya bisa kugenggam dalam bayangan," gumam Celine.
Satu tetes air mata jatuh begitu saja tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dengan cepat, Celine menghapus air mata itu kasar. "Aku lapar dan sepertinya makanan kemarin sudah habis. Oke, mari kita berbelanja!" serunya.
Celine mengambil beberapa uang dari dalam dompet hitamnya, memasukkannya ke dalam saku celananya. Tanpa memakai baju hangat, ia langsung keluar rumah dengan kaos berwarna biru dengan lengan pendek. Berjalan dengan sedikit pincang karena luka di lututnya belum sepenuhnya pulih.
Ia mengambil jalan yang lebih jauh, membiarkan dirinya berada di tengah-tengah manusia yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dapat ia rasakan, udara dingin yang menusuk tulang. Ia mengerutuki dirinya sendiri atas kebodohannya tidak memakai baju hangat.
"Banyak orang yang masih sibuk dengan pekerjaan mereka, padahal ada seseorang yang mengharapkan kepulangannya di rumah," gumam Celine dengan tersenyum miring.
Supermarket sudah di depan matanya, langkahnya mulai memasukinya disambut dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Ia memeluk tubuhnya sendiri sembari memasukkan makanan dan minuman yang ia butuhkan ke dalam keranjang belanjaan.
Tiba-tiba, matanya tidak sengaja menangkap sosok yang ia kenal. Dengan sedikit senyum yang menghiasi bibir, ia menghampiri sosok itu. Ia menepuk pundaknya, membuat laki-laki di hadapannya sedikit terkejut.
"Hai, Niall," sapa Celine.
"Ternyata kau, sedang membeli makanan juga?" tanya Niall. Pandangannya terhenti pada keranjang belanjaan Celine yang hampir penuh, ia terkekeh pelan.
"Jangan lupa untuk melakukan program diet," ledek Niall.
Celine menatap Niall datar, tidak membalas ucapan laki-laki di hadapannya. Tangannya tergerak untuk memukul pundak Niall, mengeluarkan rasa kesalnya.
Kekehan Niall terhenti setelah ia mengingat sesuatu. "Bagaimana lututmu?" tanyanya dengan menatap ke bagian bawah tubuh Celine.
Celine mengerutkan dahinya heran. "Bagaimana kau bisa tau jika lututku terluka?" tanyanya.
"Aku melihatmu," jawab Niall.
"Kenapa kau tidak menolongku?"
"Sudah ada Theo yang membantumu, jadi untuk apa? Lagi pula, aku melihatmu dari atas rooftop, apa aku harus terjun turun ke bawah dan melayangkan nyawaku untuk membantumu?" kekeh Niall.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celine (End)
أدب المراهقينDunia semakin tua dan fana, merusak pemikiran suci manusia. Menenggelamkan asa, terlepas dari genggaman jiwa. Luka yang didapatkan, mengubah alur kehidupan. Cinta yang didapatkan, hanya menyisakan kenangan yang menyakitkan. Topeng palsu menghiasi se...