"Sebuah kebenaran, mendatangkan kebahagiaan. Memuaskan kerinduan, berakhir pada perpisahan karena kehilangan."
***
Celine mengacak-acak rambutnya frustasi karena dirinya terus memikirkan Niall. Laki-laki itu bagaikan hantu yang terus mengganggunya setiap saat.
Ia berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya yang tampak kusut. Beralih memandang dirinya sendiri melewati pantulan cermin.
"Kau sudah menjauh dari hidupku, tetapi kenapa wajah dan kenanganmu masih terus saja menghantui pikiranku?" tanya Celine.
"Sudah sejak tiga hari yang lalu," lirihnya dengan embusan napas panjang.
Celine mengeringkan air yang menempel di wajahnya dengan beberapa helai tisu, keluar dengan menampakkan wajah lesu.
Menghampiri yang lainnya di ruang makan, dilihatnya Mrs. Eirlys yang tengah menuangkan sup ke empat mangkuk yang sudah tersedia di meja makan.
"Pagi semuanya." Suara dari Mira menyapa pagi yang ceria, membuat semua orang tersenyum bahagia.
Celine menarik salah satu kursi ke belakang, kemudian mendudukkan tubuhnya di atasnya. Tanpa disuruh, ia mulai memasukkan satu persatu sendok sup ke dalam mulutnya.
"Hei, Mira. Bagaimana dengan laki-laki yang kemarin kutunjukkan kepadamu?" tanya Grace tiba-tiba di tengah keheningan.
"Grace, jangan berbicara jika sedang makan!" tegur Mrs. Eirlys.
Grace terkekeh pelan dengan menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Bu, kali ini saja. Mulutku tidak kuat untuk menahannya lagi. Terkadang, kita harus keluar dari aturan untuk membuat suasana baru," balasnya.
Mrs. Eirlys mengerti, bahwa Grace sedang mencoba menghibur Celine kembali. Setelah tiga hari yang lalu, Celine tampak begitu muram. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria jika mendapatkan kehangatan keluarga.
"Laki-laki itu? Yeah, not bad. Tetapi-"
"Mira menyukai Thomas, begitu juga sebaliknya," sela Celine.
Ucapannya membuat Grace tersedak, ia menatap Mira dengan tatapan menggoda. Ia menatap Mira denfan menaikkan kedua alisnya secara bergantian.
"Apakah itu benar, Mira?" tanya Grace menggoda.
Mira tidak menjawab pertanyaan Grace. Ia menatap Celine dengan membelalakkan matanya lebar, seolah-olah tidak ingin ada yang mengetahui tentang kebenaran itu.
Celine terkekeh pelan saat melihat raut wajah Mira yang terlihat malu dan kesal.
"Hei, kenapa pipimu sangat merah, Mira?" goda Celine.
Mira langsung menutup pipinya dengan kedua tangannya, tersenyum malu disertai kesal kepada Celine karena telah membongkar urusan hatinya.
"Tetapi, sayang sekali. Mereka tidak mengutarakan perasaan ke satu sama lain," lanjut Celine.
Suara kecewa terdengar dari mulut Grace, ia memukul pelan pundak Mira yang berada di sampingnya. "Kenapa kau tidak mengutarakan perasaanmu kepadanya?" tanyanya.
Mira gugup, otaknya berpikir keras menemukan jawaban yang tepat. "Em, karena aku ingin dia yang terlebih dahulu menyatakan perasaannya kepadaku," ucapnya dengan malu-malu.
Sarapan pagi mereka harus tehenti saat terdengar suara ketukan pintu dari depan. Mira berdiri untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang di pagi hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celine (End)
Teen FictionDunia semakin tua dan fana, merusak pemikiran suci manusia. Menenggelamkan asa, terlepas dari genggaman jiwa. Luka yang didapatkan, mengubah alur kehidupan. Cinta yang didapatkan, hanya menyisakan kenangan yang menyakitkan. Topeng palsu menghiasi se...