“Tumben baik. Pasti ada maunya ya?”
Sandra menggeram. Tangannya menggenggam kuat nampan berisi makanan yang ia bawa. Baru saja ia ingin berbuat baik pada Arka dengan membuatkannya sarapan, tapi sikap menyebalkan manusia jahanam itu sudah merusak moodnya di hari yang masih sepagi ini.
“Bangke. Lo sakit aja masih tetep nyebelin.” Cibir Sandra. Dan demi mencegah dirinya melempar isi piring pada Arka-yang umumnya ia lakukan saat kesal, Sandra langsung menaruh nampan makanan itu di meja.
Arka menegakkan punggung, mengubah posisinya menjadi duduk. Ia lalu melingkupkan selimut di pundaknya. Wajah cowok itu pucat, bibirnya kering, dan ia tampak lesu. Gejala yang lumrah terlihat saat orang terkena demam.
“Bentar.” Arka menelisik sekitar. “Kok gue bisa ada disini?” Bingungnya.
“Ya, kan emang dari semalem lo disini.” Jawab Sandra enteng.
“Gue tidur di sofa semalem?”
“Lo pingsan semaleman, bege.” Ucap cewek itu. “Gila ya, gue sampe panik setengah mati tau. lo pulang-pulang langsung pingsan, dan gak bangun-bangun sampe pagi. Mana lo demam tinggi banget lagi.”
Dan di titik ini, Sandra merasa kekesalannya pada Arka sudah berada pada tahap paripurna. Cewek itu sudah bicara panjang lebar mengenai betapa paniknya ia dengan kondisi Arka semalam, namun respon cowok itu hanya CENGENGESAN.
“Ngapain malah senyum-senyum?! Apanya yang lucu?!” Ketus Sandra.
“Muka lo lucu kalo lagi kesel.”
“Kampret.” Dengus cewek itu. “Yaudah siniin jidat lo. Gue mau cek masih panas apa enggak.” Ucapnya bernada perintah.
Cowok itu menyeringai. “Jidat gue nempel di muka, gak bisa nyamperin kesana.” Ucapnya. “Tangan lo aja yang siniin.”
Sandra menggeram berkali-kali. Bahkan dalam kondisi seperti ini pun Arka masih saja menyebalkan. “Iya. Iya gue ngalah.” Serahnya. Ia lalu mengulurkan tangan kananya, hendak mengecek suhu tubuh Arka.
Namun cowok itu malah menarik tangan Sandra, hingga membuatnya terduduk di sofa. Ia lalu menempelkan keningnya pada pipi cewek itu.
“Ih! Apaan sih?! Nyebelin banget deh.” Pekik Sandra, dibarengi dengan refleks menendangnya. Cewek itu langsung menjauhkan kepala Arka dari wajah dengan tangannya.
“Pipi adalah bagian tubuh paling sensitif dengan panas atau dingin.” Arka membeo. “Jadi kalo lo mau ngecek suhu badan, paling efektif yang pake pipi.”
“Y.”
Arka menempelkan lagi keningnya pada pipi kanan Sandra. “Udah, buruan cek.” Desaknya.
“Dasar nyusahin.” Gumam cewek itu. Ia diam sejenak, menganalisa suhu tubuh cowok itu di pipinya. “Udah agak anget. Gak sepanas semalem.” Ia memberitahu.
Cowok itu menyeringai. “Tuh kan gue bilang juga apa.” Ucapnya puas. “Pipi tuh-”
“Astaghfirullah. Nih anak berdua pada gak takut dosa apa ya?” Seru seseorang dari arah belakang. “Pagi-pagi udah begituan.”
Arka buru-buru menegakkan punggung dan menoleh, mengecek siapa pemilik suara itu. “Lho kok Mira disini?” Bingungnya.
“Dia nginep disini semalem.” Sandra memberitahu.
“Udah yuk, San. Berangkat.” Mira mengecek jam tangannya yang kini menunjukan pukul enam lewat empat puluh lima menit, lima belas menit lagi gerbang sekolah sudah ditutup. “Udah jam segini.”
Sandra mengangguk, kemudian menghampiri Mira.
“Eh, bentar.” Arka menginterupsi. “Kalian mau kemana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
LYSANDRA [Completed]
Подростковая литератураCowok dan pacaran adalah dua impian yang teramat sangat jauh dari kata posible bagi Sandra. Tidak ada kekuatan yang dapat mematahkan fakta tersebut selama status sebagai slamdog-nya Arka masih melekat dalam dirinya. Arka, sebut saja namanya begitu...