13

804 81 1
                                    

Sorak sorai dan teriakan histeris, yang didominasi oleh kaum hawa terdengar memenuhi setiap celah udara di lapangan tengah SMA Nusa, tempat berlangsungnya pertandingan futsal persahabatan antara SMA Nusa dengan SMA Cendekia.

Euphoria dari para penonton semakin menjadi ketika para pemain dari kedua kubu (yang gausah ditanya lagi, isinya cogan semua) menuju ke tengah lapangan dan memulai pertandingan.

Dan di tengah ke-gilaan dan ke-hebohan itu, Sandra justru harus berkutat dengan situasi canggung seperti ini. Ia dan Nico kini tengah duduk berhadap-hadapan di salah satu bangku di kantin belakang sekolah, lokasi yang cukup jauh dari tempat pertandingan berlangsung.

“Semalem Chelsea nemuin gue ke pantai. Dia kabur dari rumah karena ada masalah sama Papa Mamanya, makanya gue antar dia ke appartement gue dulu, supaya dia bisa istirahat.” Jelas cowok itu.

Deg.

Benarkah yang Sandra dengar ini? Cewek yang ia pergoki sedang berpelukan dengan Nico itu Chelsea? Chelsea mantannya Arka? Mantan Kakaknya? Matilah dia, sepertinya ia takkan pernah lepas dari cewek itu.

Sandra menyunggingkan senyum. “Oh, gitu.” Ucapnya.

“Habis itu gue balik ke pantai buat jemput lo. Tapi lo udah gaada disana. Gue udah cari lo kemana-mana. Dan Keenan bilang-” Nico mengulurkan tangannya, menempelkan punggung tangannya ke kening Sandra. “Lo gak apa-apa kan? Lo mabok dan jalan sendirian dari pantai malem-malem, udah gitu gak ngabarin siapa-siapa. Jangan bikin orang lain cemas dong. Angin pantai itu dingin, San.”

Sandra mematung seketika. Perlahan, pipinya merona. “Lo khawatir?”

Tangan Nico kini beralih, menangkup ke pipi kiri Sandra. “Lain kali jangan kayak gitu lagi ya.” Pintanya.

Sandra ingin sekali menjerit karena saking bapernya, tapi sepertinya jangan. Ia tak boleh lebih baper lagi, apalagi berharap banyak pada cowok itu. Ada Chelsea di antara mereka.

Cewek itu tersenyum singkat “Iya.” Jawabnya, kemudian menurunkan tangan yang menempel di pipinya.

“Lo marah?”

“Kenapa harus marah?”

Cowok itu menghela napas. “Gue sama Chelsea-"

“Sandra,”

Panggilan tersebut sontak membuat Sandra dan Nico kompak menoleh ke sumber suara. Dari jarak kurang lebih tiga meter dari bangku yang mereka duduki, Mira berdiri sambil mengamati mereka.

Sandra langsung berdiri dan menghampiri Mira, meninggalkan Nico dengan penjelasannya yang belum tuntas.

“Bang Arka udah nungguin di lapangan.” Mira memberitahu. Ia lalu mencondongkan badannya sedikit ke kanan, mangintip cowok itu dari balik badan Sandra. “Lagian lo ngapain berduaan sama Nico disini? Gak inget semalem lo diapain sama dia?” Tanyanya menginterogasi.

“Dia kesini buat ngejelasin yang semalem.” Jawab Sandra. “Lagian dia gak ngapa-ngapain gue kok. Emang gue-nya aja yang bego semalem.” Sambungnya.

Mira memutar kedua bola matanya. “Dasar bucin.” Cibirnya.

Sandra meringis memperlihatkan deretan gigi putihnya. “Kan namanya juga ikhtiar. Mumpung si dia ngerespon.” Ucapnya berbunga-bunga. “Otewe ‘gayung bersambut, kursi pelaminan menyambut’ tuh.”

“Astaghfirullah Masyaallah Allahuakbar. Berilah teman hamba hidayah Ya Allah. Luruskan jalan pikirnya.” Ucap Mira.

“Aamiin.”

“Kampret lo.” Mira lanjut memitak kening temannya itu. “Lo tuh kalo jadi bucin yang elegan dikit kek. Jan kek cabe-cabean gadapet tebengan boti gitu.” Cibirnya. “Kelihatan banget tau kalo lo yang ngejar.”

LYSANDRA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang