Sandra duduk di bagian belakang motor yang baru saja melaju meninggalkan area sekolahnya.Sedari tadi, tak banyak yang diucapkan sang pengendara padanya, cowok itu hanya menjawab beberapa pertanyaan Sandra dengan jawaban seperlunya saja, bahkan ada beberapa yang tak terjawab, seperti-
“Kak, kasih aku saran dong,” Pinta cewek itu untuk kesekian kali.
Tak ada tanggapan.
Sandra berdecak sebal, ia melirik sang pengendara yang masih sibuk memperhatikan jalanan melalui kaca spion. “Kak Ali jangan diem aja dong. Bantuin mikir!” tuntutnya, “aku udah pusing banget nih.”
Terdengar helaan napas dari cowok itu, ia menengokkan wajahnya sedikit ke belakang, melirik Sandra sekilas. “Itu kan urusan hati mereka, San. Jadi ya harusnya mereka sendiri yang nyelesaiin,” tuturnya, “kita gak berhak ikut campur.”
Sandra menggeram pelan. “Kak, aku serius ini! Aku gak tahan lihat Bang Arsa sama Bang Arka ribut terus kayak gini,” ngeyelnya, “apalagi kan-”
“Gue no comment, San,” potong Ali, “berat kalo udah ngomongin urusan hati. Apalagi cinta segitiga.”
“Ih! Kan nyebelin!” omel cewek itu. Ia sudah hendak menjitak bagian belakang helm yang dikenakan cowok itu, tapi ia mengurungkan niat, karena keselamatan harus lebih diutamakan di atas segalanya. “Pinggirin motornya!”
“Ini baru setengah jalan.”
“Gak mau tau pokoknya pinggirin motornya! Sekarang. Aku mau turun,” Sandra memaksa.
Ali pun mau tak mau harus menurut, daripada cewek itu berteriak semakin banyak lagi dan memekakkan gendang telinganya.
Cowok itu memilih tempat yang agak teduh untuk meminggirkan motor, di dekat pohon trembesi. Ia langsung mematikn mesin motor dan melepas helmnya, baru kemudian turun dari motor, menyusul Sandra yang sudah turun begitu berhenti tadi.
“Ada ap-”
Bugg....
Perkataan Ali terhenti karena tiba-tiba saja cewek itu menendang kakinya, cukup keras hingga ia merasakan kakinya sedikit ngilu. Sepertinya cewek itu benar-benar kesal padanya sekarang.
“Kenapa gue ditendang?” Ali menuntut jawaban.
“Ya habisnya aku kesel sama Kak Ali,” Sandra merajuk. Sebenarnya, hasrat menendangnya itu sudah muncul sejak di atas motor tadi, namun ia tahan, karena akan sangat berbahaya.
Ali mendengus. “Jadi lo ngotot minta turun cuma buat nendang kaki gue doang?”
Sandra nyengir kuda.
“Wah, nih anak.” Ali menunjuk-nunjuk hidung cewek itu. Di titik ini ia menyadari satu hal, selain manja dan cerewet, ternyata Sandra juga suka menganiaya orang. “Sini ikut gue,” perintahnya sembari menggandeng tangan cewek itu, mengajaknya ke suatu tempat.
“Eh, mau kemana?”
“Balas dendam.”
Sontak saja, begitu mendengar itu, Sandra mengukuhkan langkah. Ia dengan cepat menepis tangan cowok itu, lalu menyilangkan tangannya di dada, membentuk posisi bertahan. Ia menatap ngeri cowok yang kini ada di hadapannya, sambil sesekali mengedarkan pandang ke sekitar.
“Gak! Kak Ali mau ngapain?! Jangan macem-macem!” ucap Sandra panik, dalam pikirannya, sudah muncul hal yang aneh-aneh.
Kedua sudut bibir Ali tertarik, membentuk seringai. Ia melangkah mendekat, kemudian menepuk pelan kepala cewek itu. Seringainya kini berubah jadi tawa geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
LYSANDRA [Completed]
Teen FictionCowok dan pacaran adalah dua impian yang teramat sangat jauh dari kata posible bagi Sandra. Tidak ada kekuatan yang dapat mematahkan fakta tersebut selama status sebagai slamdog-nya Arka masih melekat dalam dirinya. Arka, sebut saja namanya begitu...