"Kak, denger dulu."
Kaki kiri Sandra dengan cepat bergerak maju, menahan pintu yang terbanting dengan keras itu. Sudut pinggiran pintu menciptakan garis panjang memerah di sisi dalam kakinya. Sakit rasanya, tapi demi bisa bicara dengan cowok itu, Sandra akan menahan.
"Pergi dari sini," kata seorang cowok dari balik pintu. "Harus berapa kali gue bilang, jangan temuin gue lagi. Kita gak bisa sama-sama."
"Tentu bisa, Kak," tegas cewek itu, "aku sayang sama Kak Ali, dan aku yakin Kakak juga ngerasain hal yang sama."
Tak ada balasan dari Ali.
Sandra pun memutuskan untuk membuka pintu tersebut.
Ketika terbuka, Sandra mendapati cowok itu berdiri memunggunginya dengan kepala tertunduk dalam dan kedua tangan terkepalkuat.
"Kak Ali-" Sandra melangkah dengan perlahan, menghampiri cowok itu.
"Pergi, San," ucap Ali tanpa menoleh. "Gue gak pantas buat lo perjuangin."
"Aku yang berhak nentuin siapa yang pantas dan siapa yang enggak," balas cewek itu. Ia mengusap ujung matanya yang mulai berair. "Oke kalo Kakak mau aku berhenti merjuangin Kakak. Gak masalah-" ia menjeda kalimat. Rasanya berat mengucapkannya, terlebih karena itu bertentangan dengan kata hatinya. "Aku kesini cuma mau ajak Kak Ali pulang."
Kalimat terakhir yang diucapkan Sandra membuat kedua alis Ali bertaut. Tak paham. "Pulang kemana?" tanyanya.
"Rumah."
Ali merasakan tubuhnya seakan membeku di tempat. Suara itu, ia mengenalinya. Tapi, bagaimana mungkin? Bagaimana pria itu tahu keberadaannya? Apa mungkin Sandra sudah-
Menyingkirkan semua praduganya, cowok itu pun akhirnya memberanikan diri untuk berbalik, menghadap pria itu. "Om Gala," gumamnya. Ia dengan cepat mengarahkan pandang pada Sandra.
"Aku udah tau semuanya, Kak," ungkap Sandra yang semakin membuat Ali kehilangan kata-kata.
Gala berjalan mendekat, kemudian berhenti dua langkah di hadapan Ali. Senyum di wajahnya perlahan terkembang. "Kamu mirip sekali seperti Bagas ketika masih muda," katanya.
"Gak seharusnya Om kesini." Kedua mata Ali mengarah ke ujung spatu pria yang berdiri di hadapannya itu. Takut? Malu? Merasa bersalah? Entahlah, ia sendiri juga tak mengerti perasaan apa yang berkecamuk di dadanya saat ini. Yang jelas, setelah semua ini, setelah apa yang ia lakukan pada putri pria itu, setelah apa yang dilakukan Papanya pada keluarga pria itu, ia tak punya keberanian untuk menatap kedua matanya.
"Om mengerti kalau kamu benci Om sekarang." Gala mengehela napas berat. "Om yang mulai semua masalah ini-"
Tidak. Itu tidak benar. Ali tak pernah sedikit pun membenci Gala ataupun keluarganya, sedikit pun tidak. Harusnya bukan ini yang terjadi. Harusnya pria itu yang membencinya, membenci Papanya.
Papanya sudah meneror Gala, sedemikian buruk hingga membuat pria itu kehilangan saudara kembarnya. Dan semua itu karena dendam. Perbuatan itu salah, tentu saja. Apapun alasannya, yang Papanya-Bagas-lakukan tidak bisa dibenarkan. Tidak bisa dimaafkan, itu yang selalu ditekankan Papanya padanya.
"Maaf-"
"Saya gak pernah benci Om," ucap cowok itu. "Gak seharusnya Om minta maaf seperti ini."
"Tolong bantu Om memperbaiki semua ini," pinta pria itu, "Om ingin bertemu dengan Papa kamu."
Tak lama setelahnya, terdengar suara benda terjatuh dari dalam salah satu kamar, yang secara otomatis membuat ketiga orang itu menoleh.
"Pa," ucap Sandra sembari mencondongkan wajah pada telinga Gala. Ia harus berjinjit guna menyamai tingginya dengan sang Papa. "Kak Ali cuma tinggal berdua sama Papanya disini," sambungnya berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
LYSANDRA [Completed]
Teen FictionCowok dan pacaran adalah dua impian yang teramat sangat jauh dari kata posible bagi Sandra. Tidak ada kekuatan yang dapat mematahkan fakta tersebut selama status sebagai slamdog-nya Arka masih melekat dalam dirinya. Arka, sebut saja namanya begitu...