31

100 14 3
                                    

Pukulan keras langsung dapat Lucas rasakan ketika pintu ruangannya sudah tertutup, tidak hanya sekali tetapi berkali-kali. Tanpa melawan pria itu pasrah Rei memukulnya habis-habisan, Alley mungkin tidak akan melakukan ini tetapi orang disekelilingnya yang akan menggantikan.

"Brengsek! Kau memberikan harapan pada Alley dan semuanya palsu!" Rei berteriak marah. Pria itu sudah menghentikan pukulannya menatap Lucas yang hanya diam saja tergeletak di lantai dengan wajah yang sudah babak belur.

"Kau bilang ingin menyelesaikan semuanya tetapi tidak dengan menikahi wanita itu! I don't know what are you thinking about but you're a fcking jerk!"

"Jangan berharap kau bisa bertemu dengannya lagi!" Rei pergi begitu saja dengan kemarahan yang masih tersisa.

Lucas menghembuskan napasnya perlahan, pukulan Rei terasa menyakitkan tetapi ia yakin tidak akan sesakit perasaan Alley. Lucas memejamkan matanya membiarkan setetes airmata turun.

•°•

Alley mengunci pintu tokonya, sudah seminggu ia pulang larut. Karena hanya dengan melakukan pekerjaan ia bisa melupakan pria itu, ketika di rumah pikirannya akan kembali pada Lucas dan berakhir menjadi tangisan.

Alley berjalan pelan di tengah musim salju yang membuat tubuhnya kedinginan walaupun sudah menggunakan coat tebal, langkahnya lama-lama terhenti ketika melihat sebuah mobil dengan seorang pria menyender. Tanpa peduli, Alley melanjutkan jalannya menghiraukan pria itu yang sudah melihat dirinya. Lucas mengikuti Alley dari belakang ketika wanita itu menuju halte.

"Pergi." Alley berbalik menatap Lucas dengan wajah memerah antara dingin dan menahan airmata.

"Aku...merindukanmu." Lirih Lucas menatap sendu wanita di depannya.

Alley tersenyum sinis melayangkan tangannya ke wajah Lucas lalu setelahnya menyesal, itu adalah gerakan refleks yang ia miliki ketika melihat Lucas.

"I'm-i'm sorry," Lucas menggeleng, untuk apa Alley meminta maaf. Ia pantas dapat yang lebih dari ini.

"Tolong pergi, anggap saja kita tidak saling mengenal. Aku tidak mau merusak rumah tangga orang lain dan aku tidak mau wajahku masuk berita dan di cap sebagai perebut suami orang. Tolong pergi, Lucas."

"Apakah aku sangat keterlaluan meminta kau menungguku?" Lucas bertanya tanpa peduli kalimat Alley sebelumnya. Alley mengangguk mengalihkan pandangannya sebentar lalu kembali menatap Lucas.

"Sangat keterlaluan, kau kira aku begitu kuat menghadapi semua ini? Kau kira aku akan menunggu suami orang menjadi milikku? Bahkan dengan memberikan apa yang selama ini aku jaga saja tidak bisa menahanmu lalu untuk apa aku menunggumu? Aku sudah cukup merasakan sakitnya diberikan harapan, Lucas." Lucas tidak mengatakan apapun atau sebenarnya ia tidak bisa memberikan pembelaan apapun.

"Ayo, kita kembali menjadi asing. Kau dengan hidupmu dan aku dengan hidupku, lupakan aku pernah ada di hidupmu begitu sebaliknya. Hanya dengan ini kita bia bahagia di jalannya sendiri, terima kasih sudah pernah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku." Alley tersenyum manis dengan airmata mulai menuruni pipinya, bis yang ia tunggu sudah datang dan Alley segera masuk tanpa menoleh kembali pada Lucas. Tatapannya lurus ke depan bahkan ketika bis nya sudah berjalan.

Alley memuntahkan semuanya ke dalam toilet tetapi tidak ada apapun yang keluar, kepalanya terasa pusing dan tubuhnya lemas. Ia berjalan menuju wastafel untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya, mengusap wajahnya dengan handuk kering dan tatapannya jatuh pada pembalut yang ia taruh di dalam lemari. Pembalut itu masih baru dan ia belum mendapatkan tamu bulanannya bulan ini, Alley membuka ponselnya dengan tangan gemetar. Ketika melihat tanggal, seharusnya ia sudah mendapatkannya sekarang. Kepalanya bertambah pusing, ia bahkan sebenarnya sudah lupa tentang ini.

SOMEWHERE, SOMEDAY [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang