Junkyu's POVAku melihat jelas ketidaknyamanan dari gerak-geriknya. Atau mungkin aku salah menilai sebab video berdurasi 7 detik yang dikirim oleh Jihoon itu menunjukkan bahwa Johyun hanya menatap datar ke kamera.
Bodohnya aku tidak bisa mengantarnya sampai bandara karena urusan mendadak dari bos. Pesanku juga tidak dibalas meskipun seharusnya dia sudah sampai di Busan sekarang.
Dirinya juga terlihat aneh saat aku mengantarnya pulang sehabis kencan. Tatapannya kosong dan tidak ada pelukan untukku setiap kita berpisah.
"Sunbae, kau sudah menemuinya?"
Aku menggelengkan kepala saat Song Nami, panita divisi acara penyelenggara seminar waktu itu menghampiriku dengan tumpukan map biru di tangan kanannya dan permen di tangan kirinya.
"Kau harus banyak berkomunikasi dengan narasumber."
Ah iya.. Tugasku sebagai moderator hampir terlupakan.
"Ada apa denganmu?" tanyanya sekali lagi.
"Aku sedikit lelah," jawabku seadanya. Aku tidak ingin bergerak dari senderan ku.
"Mau ku belikan kopi?"
"Tidak usah."
"Yasudah. Aku mau di hari H kau sudah tahu semua informasi narasumber beserta CV."
Aku menegakkan tubuhku yang kaku, "kita pending berapa lama?"
"45 menit."
"Itu waktu yang lama," gumamku.
"Kalau kau mau pulang ya tidak apa-apa. Asalkan jangan lupa tugasmu, sunbaenim."
Aku berpikir tiga detik lalu memutuskan untuk mengobrol sebentar dengan Nami. Dia menyerahkan semua tumpukan map nya pada anggota divisi lainnya yang tidak sengaja lewat, Nami memimpin jalan menuju warung kopi di belakang gedung serba guna tempat seminar diselenggarakan.
"Aku tidak tahu kau juga suka tempat ini selain cafe," ucapnya.
"Seleraku cukup rendah untuk sekedar minum kopi saja."
Dia menaikkan kacamatanya, "ada apa, sunbae? Pasti bukan membahas kerjaan, kan?"
"Kelihatan ya?"
"Aku juga mahasiswi Psikologi, aku tahu dari tingkahmu."
Aku tidak terlalu suka kopi apalagi kopi hitam. Namun hari ini aku merasa lega setelah meminumnya.
"Aku mau minta pendapatmu karena kalian sama-sama perempuan. Aku tahu kau pasti paham ke arah mana pembahasan ini."
"Johyun eonni?"
Aku mengangguk, membiarkannya berpikir sebentar. Nami memang sempat menanyakan perihal Johyun padaku, tatapan Johyun pada Nami waktu itu sangat membingungkan baginya.
"Dia cemburu?"
"Bukan.. Biar aku buat contohnya agar kau mengerti. Aku pacaran dengannya tanpa rasa sayang, kami awalnya hanya tertarik dan langsung pacaran saat lulus. Sejauh ini perasaan kami mulai berkembang menjadi suka dan bergantung satu sama lain, kemudian kemarin malam kami memutuskan untuk kencan terakhir sebelum dia pergi ke Busan, malam itu setelah aku mengantarnya pulang dia tampak berbeda. Pagi hari ini dia berangkat diantar oleh teman laki-lakinya karena aku yang menyuruh, aku sempat mengiriminya pesan tapi sampai sekarang belum dibalas. Aku yakin dia sudah sampai di Busan."
"Tunggu saja, mungkin dia belum cek ponselnya."
"Kau tidak bisa berasumsi diakhirnya saja, coba kau tanggapi ketika dimulainya hubungan kami. Apa menurutmu aneh?"
Nami menaikkan satu alisnya, "kalian dekat karena punya kesamaan?"
"Iya.."
"Karena kesamaan itu kalian tertarik dan memutuskan untuk berpacaran tanpa rasa suka dan membiarkan rasa itu terbentuk seiring waktu?"
Aku menjentikkan jariku.
"Ku rasa kau sudah paham."
"Dari awal hubungan kalian aneh dan terlihat tidak serius, seperti teman biasa namun kalian saling membutuhkan?"
Aku mengangguk sekali lagi, Nami mudah sekali memahami kasus ini.
"Sekarang kalian menyukai satu sama lain, di atas rasa suka itu rasa sayang. Mungkin kalian tidak sadar kalau saling menyayangi, tidak ingin berpisah, dan tidak ingin kehilangan. Hmm.. sunbae, kau ada bicara apa saat kencan terakhir?"
Biar ku ingat. Aku tidak merasa ada yang salah dari kata-kataku.
"Aku tidak mengatakan tentang sesuatu yang menyinggung perasaannya. Aku hanya bilang semoga setelah dia kembali ke sini aku bisa bilang aku menyayanginya."
Nami menghela napas, matanya berkedip dua kali, kedua tangannya bertumpu di meja.
"Sunbae tahu? PTRS atau Post Traumatic Relationship Syndrome?"
"Tidak mungkin."
Kening Nami berkerut, dia bersikeras, "itu mungkin saja."
"Dia tidak punya gejala sindrom itu," tegasku.
"Mungkin tidak spesifik tapi bisa berakibat dia menutup diri dari percintaan dan bisa saja dia tidak punya hasrat untuk mencintai orang lain karena dirinya terlanjur disakiti oleh sesuatu di masa lalu."
"Itu asumsi teraneh menurutku, Nami."
"Dengarkan aku dulu, aku masih menyimpan anamnesa milik seseorang yang ku wawancarai untuk tugas akhir semester tentang pandangan mengenai cinta."
*Anamnesa : kegiatan wawancara atau berdialog guna membangun hipotesis mengenai masalah yang diajukan pada klien.
"Hal itu bisa saja terjadi. Saat dia bersikeras untuk menumbuhkan rasa padamu, namun di saat kalian tidak bersama dalam waktu yang lama, ada ketakutan dalam dirinya akan ditinggalkan dan memunculkan kembali memori tentang masa lalunya. Atau memang dari awal hanya kau yang benar-benar tertarik dan berusaha untuk mengembangkan rasa tertarik itu menjadi suka dan dia sudah mencoba seperti yang kau lakukan tetapi tidak mampu."
Aku terdiam. Apa memang benar Johyun seperti itu? Aku selalu berpikiran kalau dia lelah saat itu dan tidak ingin banyak bicara.
"Perempuan mengandalkan perasaan," lanjutnya.
"Kau dapat nilai bagus setelah meninjau anamnesa itu?"
"Oh, nilainya belum keluar sih."
Aku menepis asumsi Nami. Hanya ada beberapa yang aku ambil untuk aku renungkan. Akan lebih baik kalau bicara langsung pada Johyun.
"Gunakan itu sebagai judul skripsimu, tidak banyak mahasiswa yang mengambil tentang itu," ucapku.
"Terimakasih, sunbae. Mari kita akhiri, sekitar 10 menit lagi pending dicabut."
Oke, bukan saatnya aku memikirkan hal yang tidak pasti. Aku yakin Johyun mengabari aku secepat yang dia bisa. Aku harap dia bisa fokus dengan tujuannya dan aku juga bisa memberikannya perhatian khusus.
Aku juga tidak boleh terlihat tidak profesional saat mengambil alih diskusi seminar besok.
Kami terpisah bukan karena keinginan tapi karena tujuan kami berbeda.
©joaapark
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD | Kim Junkyu [TREASURE] ✔️
Short StoryMereka memulai hubungan tanpa rasa sayang melainkan dengan rasa suka yang tidak dapat didefinisikan baca HUG dulu ya biar paham ©joaapark