🏵️Claralivia 18

322 52 14
                                    

  Ini hujannya awet banget dari pagi, curiga pakai pengawet, deh, batinku dengan pipi menggelembung saat mau pulang ngantor sore ini. Suasana yang begitu dingin ini membuatku beberapa kali merapatkan cardigan biruku untuk selanjutnya siap memesan taksi online lagi. Kuulangi pemesanan taksi karena yang pertama tadi batal, soalnya driver yang nyaut malah ada di lokasi terjauh.

  Berdiri di koridor panjang dekat parkiran sebelah kanan gedung Glow Touching, keterpakuanku dilalui beberapa karyawan yang sudah bergegas pulang, kebanyakan dari mereka punya mobil sendiri-sendiri. Saya kapan ya Tuhan? batinku. Sebenarnya minta ke papa-pun, kalau cuma mobil-mobil biasa pasti dikasih, tapi kan aku sedang ingin berjuang sendiri dengan pengalaman bekerja di kota ini.

  "Cla, aku anterin pulang, ya?"

  Deg!

  Sebuah suara yang kukenali mengalun dari arah belakangku, suara yang tidak asing. Suara Mas Rony.

  Akupun menoleh dan menemukan Mas Rony yang menenteng koper dan menggapit jaket di ketiaknya, lalu ada ponsel di tangan kiri yang digenggam bersama kunci mobilnya. Benar-benar terlihat repot, masak aku mau nambah dia repot dengan mengantarkanku?

  Kuamati dengan seksama, tepi bibir Mas Rony membiru dan tampak nyata. Sejak perkelahian 'misterius' di kamar mandi melawan Pak Johvan pada jam makan siang tadi, segala gosip pun segera menyebar di seluruh penjuru kantor, mulai dari tuduhan yang enggak-enggak -seperti rebutan Bu Rindu (huekkk, seribu kali aku sangat nggak yakin) hingga tuduhan yang lebih ekstrim -rebutan hak milik perusahaan. Ngeri kaliii, batinku lagi sambil bergidik. Tapi, wibawa Pak Johvan dan Mas Rony lah yang membuat perkelahian itu sulit dijamah apa penyebabnya.

  "Ah, nggak usah, Mas Ron. Ma kasih," jawabku sambil tersenyum meyakinkan.

  "Beneran?"

  Aku mengangguk dan menunjukkan layar ponselku. "Nih aku lagi mau pesen Hi-Car."

  "Lagi mau, to? Tuh lihat, Cla. Lokasi para driver-nya aja jauh-jauh gitu."

Aku mesem. Iya juga ya? batinku sambil garuk ujung kepala dengan jari telunjuk. Begitu kikuk.

  "Yok, aku anterin."

  "Ma-Mas Rony yakin nggak lagi repot?"

  "Enggak lah, repot apa. Ini tinggal pulang saja kok, nggak ada tujuan lain, lagian deadline divisi keuangan sudah pada selesai semua."

  Iya juga sih, batinku.

  "Yok, c'mon."

  "Oke deh, Mas. Sini Clara bawain kopernya sampai mobil, Cla."

  "Husss, nggak usah, Cla. Enteng kok ini."

  Akhirnya aku mengangguk dan segera membuntutinya menuju mobil Mistubishi Pajeronya.

🌿☘️🏵️🏵️🏵️☘️🌿

  Di perjalanan pulang sore ini, aku dan Mas Rony terus mengobrol tentang pekerjaan besok dan cara mensiasati sebuah laporan keuangan agar lebih ringkas. Obrolan kami lantas terjeda karena hujan yang tiba-tiba berubah sangat deras dan jalanan begitu macet mendekati sebuah stopan.

  Lalu, obrolan itu dilanjut Mas Rony dengan menyebut namaku.

  "Cla."

  "Ya, Mas Ron?"

  "Pernah nggak sih kamu mencintai seseorang tapi merasa tidak perlu mengungkapkannya, dan ketika seseorang itu disakiti, rasanya ikut jengkel?"

  Wuaduhhh! Itu sebuah pertanyaan atau sebuah pembacaan pikiran orang lain? Pasalnya, bukannya pertanyaan tersebut harusnya ditanyakan olehku?

CLARALIVIA ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang