🏵️Claralivia 26

280 46 11
                                    

Malmingan bareng Clara sama Johvan, yuk!

Selamat membaca, ya!

🌿☘️🏵️🏵️🏵️☘️🌿

  Aku dan Pak Johvan duduk berhadapan di ruangan sauna yang berdinding kayu ini sambil bercengkrama, keringat kami mulai mengucur dan aku suka dengan pemandangan tubuhnya yang makin terlihat menggoda saat berkeringat. Kami mengobrolkan teman-teman sekelasku di SMA dulu yang kebanyakan dari kalangan keluarga tajir. Saat membahas masalalu, aku jadi terbiasa lagi memanggilnya 'Pak Johvan', masalahnya dia masih jadi sesosok guru bagiku.

  "Cla. Kamu ingat cowok di kelasmu yang namanya Galang?"

  "Ingat dong, Pak. Yang ngejar-ngejar saya sampai bikin acara nembak saat pelajaran olahraga di lapangan basket, dan saya tolak."

  Pak Johvan tersenyum. "Apa pendapatmu tentangnya saat itu?"

  "Kalau saat itu, saya mikirnya, dia terlalu mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan," jawabku. Ingatanku seketika tertuju ke ketua osis saat itu di SMA Garuda Jaya yang bernama Galang. Selain itu dia juga bintang kelas dengan segudang prestasi olahraga, dan …

  Ayahnya adalah rekan bisnis Papa yang begitu akrab.

  "Tapi itu dulu, Pak."

  "Kalau sekarang? Kamu memandangnya gimana?"

  "Saya baru sadar setelah dewasa, itu namanya obsesi. Cinta nggak segitunya juga kan Pak? Lagipula dia dulu masih remaja, tapi sudah segila itu nyimpen foto-foto saya, bahkan ajakan-ajakannya untuk hangout suka dipenuhi paksaan dan dia mau bunuh diri segala."

  Pak Johvan tertawa renyah dan mengangguk-angguk paham. "Lalu ada Aqil juga, anak Bahasa yang memujamu sampai kamu dikirimi antologi puisi tentang perasaannya?"

  Kali ini aku yang terkekeh mengingat si Aqil. "Saya kadang menyayangkan sikap saya sendiri waktu itu, Pak, saya malah memberikan buku antologi itu ke Dini, temen yang paling culun sekelas."

  "Lalu ada Harsa, kamu ingat?"

  "Wah! Yang anak geng motor itu kan Pak?"

  Pak Johvan tertawa lagi dan aku ikut terkekeh ingat semuanya.

  "Cla."

  "Iya, Pak?"

  "Tahukah kamu, saya dulu selalu mengawasi murid-murid cowok yang ingin mendekatimu hanya karena saya takut kamu diapa-apakan."

  "Saya sebenarnya tahu, tapi baru sadar sekarang, soalnya Bapak suka mengikuti saya sampai rumah tiap pulang sekolah juga. Tapi saat itu saya masih begitu labil, Pak, saya malah mikirnya Bapak itu -maaf- guru mesum, atau psikopat dan semacamnya!"

  "Hahahaha!"

  Kami tertawa lepas.

  "Suudzon terus, Cla, kamu saat itu …" Pak Johvan memegangi perutnya saking merasa kocaknya dengan anggapanku saat itu.

  "Ya maaf, Pak, namanya gadis bocil yang belum mengenal cinta, kalau ingat masa-masa itu saya kadang juga tertawa sendiri."

  "Itu poin yang saya sukai dari kamu sejak dulu, Cla, kamu itu unik dan tidak mudah jatuh hati."

  "Maaf ya, Pak, soal sikap saya pada waktu itu."

  "Kamu sudah mengucapkannya berulang-ulang. Tapi saya juga merasa bersalah juga deng ke kamu saat itu."

  "Soal apa, Pak?"

  "Setelah ungkapan perasaan saya di hari kelulusanmu ditolak dan kita berpisah, saya jadi berhenti memperjuangkanmu. Saat itu Ayah saya meninggal dan saya langsung pindah ke Surabaya." Pak Johvan mengenang masalalunya dengan pandangan menerawang dan senyum getir.

CLARALIVIA ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang