47. Bahagia (End)

484 48 19
                                    

Vote dulu sebelum membaca!!!

Disarankan membaca sambil mendengarkan lagu dari video di atas.

*

*

*

*

Hari ini adalah hari Rael dimakamkan. Abel datang ke pemakaman itu, dengan dijaga ketat oleh Sintia, Hani dan Yerin, mereka takut Abel akan pingsan atau terjadi sesuatu yang tidak-tidak.

Abel bagaikan mayat hidup, kulit hingga bibirnya pucat pasi serta ada lingkaran hitam besar di sekitar kedua matanya. Abel tidak makan dan tidur dari kemarin, yang dia lakukan adalah menangisi kepergian Rael.

Pemakaman telah selesai dilaksanakan. Abel pulang ke rumahnya lalu mengurung diri di kamar seharian, tanpa makan dan minum. Abel menangis sampai ketiduran, setelah bangun dia akan menangis lagi.

"Rael! Gua rindu lo," isak Abel. "Gimana gua bisa hidup setelah ini, Rael?"

Pintu menjeblak terbuka dan Sean masuk ke dalam, dia membawa nampan berisi air dan makanan. Dia berjalan mendekati Abel yang tengah meringkuk di kasur.

"Gua tau lo lagi gak baik-baik aja, tapi setidaknya lo harus makan walaupun cuma sedikit."

Abel menggelengkan kepala lemah. "Aku lagi gak nafsu makan."

"Jangan konyol! Lo bisa mati kelaparan kalau kaya gini terus."

"Biarin aja. Kalau aku mati, aku bisa ketemu sama Rael."

Sean menghela nafas panjang, dia berusaha untuk tidak emosi atas perkataan bodoh adiknya. Sean mendudukkan diri di kasur Abel, lalu dia menatap Abel lembut.

"Kalau guru agama lo lagi nerangin pelajaran, lo perhatiin gak sih? Sengaja mati kelaparan itu sama aja dengan bunuh diri dan itu perbuatan dosa besar. Tuhan pasti gak akan mempertemukan lo dengan Rael karena kalian di tempatkan di tempat yang berbeda. Lo paham maksud gua? Neraka dan surga. Orang bunuh diri udah pasti ditempatkan di neraka."

Sean mengelus pelan kepala Abel. "Manusia gak boleh mati sebelum Tuhan yang berkehendak manusia itu mati. Jadi, lo harus bertahan di sini sampai Tuhan panggil lo dan lo akhirnya bisa bertemu Rael kembali di sana. Lo paham?"

Perlahan Abel menganggukan kepalanya, dia marah kepada dirinya sendiri karena telah memikirkan hal bodoh. Tangisnya kembali pecah akibat diserang rasa penyesalan. Sean segera memeluknya erat, sesekali Sean menepuk-nepuk punggungnya agar dia tenang.

"Gua denger kata-kata terakhir Rael. Dia minta agar lo berjanji untuk hidup bahagia, dan gua merasa memiliki tanggung jawab untuk mengabulkan permintaan Rael. Saat ini lo boleh nangis dan sedih sejadi-jadinya. Tapi setelah itu lo harus bisa bahagia. Gua janji, gua akan selalu ada di samping lo, gua akan berusaha bantu lo nyari kebahagiaan lo, gua akan selalu lindungin lo supaya kejadian ini gak terulang lagi, gua gak akan biarin lo nangis menderita lagi kecuali tangisan kebahagiaan. Dengan lo bahagia, gua yakin Rael akan tenang di sana."

Abel mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Tangisnya perlahan mereda.

"Kak!" panggil Abel dengan suara serak.

"Apa?"

"Beneran suatu saat nanti aku bisa ketemu Rael lagi?"

Sean melepas pelukannya lalu ia memandang Abel dengan senyum yang meneduhkan.

"Pasti. Tuhan pasti akan menyatukan dua orang yang saling mencintai. Saat ini lo sama Rael mungkin terpisahkan, tapi suatu saat nanti kalian pasti akan bersama. Tapi sebelum itu lo harus sedikit menunggu, lo harus bertahan di sini."

Friendship And Love (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang