✨🌌 Lala dan Maura

873 86 7
                                    

"Never marry the one you can live with, marry the one you cannot live without."
– Unknown

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Deva membawa motornya dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan hujan, juga klakson peringatan yang di berikan pengendara lain, karena terganggu dengan kecepatan motor Deva yang membahayakan keselamatan sendiri maupun orang lain, namun sayangnya kini pikiran pria itu tengah kalut

Hingga motornya itu berhenti di pekarangan sebuah rumah, dengan perlahan, Deva mengetuk pintu, butuh waktu beberapa menit hingga seseorang membukakan pintu, melihat Hanifa berdiri di ambang pintu dengan wajah bingung melihat kakak sepupunya yang berperawakan kacau

"Loh, kak? ngapain ke sini, Kak Maura mana?"

Deva menggeleng, kini pria itu menunduk, hingga air matanya mengalir, Hanifa bisa melihat itu, ia langsung mendekat, tak peduli dengan baju Deva yang basah kuyup karena hujan

"Semua kata loe bener Fa... ada waktunya Maura akan pergi ninggalin gua"

Sejujurnya Hanifa masih belum mengerti dengan maksud, tujuan, situasi, dan juga makna ucapan Deva barusan, tapi Hanifa cukup peka mengerti bahwa keadaannya tengah tidak baik-baik saja. Sebaik mungkin Hanifa mencoba jadi pendengar yang baik

"ayo kak, masuk cerita di dalam"

Namun Deva menggeleng ia tetap di tempatnya, Hanifa berusaha memahami lagi dan lagi

"gak ada Bunda sama Ayah kok"

tetap saja Deva memilih untuk diam dan berdiri di luar, Hanifa mengangguk, ia sebenarnya lelah jika harus berdiri di depan pintu begini, namun ia hanya melakukan senyaman Deva saja

"oke, kenapa dev?"

"Gua kan udah bilang sama loe Hanifa... kalau gue gak baik untuk Maura..."

"kak, gue kan udah bilang, loe gak boleh ngerasa malu dan selalu merasa gak pantas di hadapan Maura... dia tanggung jawab loe..."

Deva menggeleng, dan kini sepenuhnya menatap Hanifa dengat sangat dalam

"gue gak bi---" ucapan Deva tercekat karena dering telepon ponsel, lebih tepatnya ponsel Hanifa

"Halo?"


"...."


"Hah? oke, aku segera ke sana!"


Wajah Hanifa juga gestur tubuhnya berubah layaknya orang panik,  Deva menatap Hanifa penuh seilidk, hingga akhirnya ia mematikan sambungan ponselnya

"ada apa Fa?"

"Dev, ayo! Lala masuk rumah sakit"

"hah?!"

Deva langsung berlari menuju ke motornya, di susul Hanifa, setelah ia menutup pintu, keduanya langsung duduk di atas jok motor dan berjalan dengan kecepatan tinggi, berusaha menuju ke rumah sakit scepat mungkin, mereka di landa rasa panik dan takut dalam batin masing-masing

Jalanan hujan, dan basah membuat penyakit kota Jakarta kambuh, air menggenang dimana-mana membuat jalan ramai padat dan sedikit macet, hingga kini motor mereka sampai di Rumah Sakit, Deva berlari menuju ke Unit Gawat Darurat

"ah, mbak, pasien atas nama Lalita Senja Prasetyo, dimana ya?" kini gilran Hanifa bertanya ke bagian informasi

"oh, sedang di ruang penanganan, untuk wali pasien ada ada di sana..." penjaga pusat informasi itu menunjuk ke arah lorong dan benar saja ada  Maura yang tengah berjongkok, menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya, Deva berlari menghampiri istrinya

Because this little beat ✨🌌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang