Maafkan aku udah bikin kalian nangis di chapter sebelumnya :'D
apakah kalian masi inget chapter sebelumnya??
Langit malam Sabtu tidak terlihat bersahabat sama sekali.
Petir berkali-kali menyambar bumi diiringi hujan deras dan angin kencang yang menerbangkan benda apapun yang menghalanginya. Jendela kamar Eva yang sama sekali tidak ditutup terus menerus menghantam kusen dan membiarkan air hujan membasahi karpet kamarnya.
Eva tidak memiliki tenaga untuk menutup jendela kamarnya. Ia merasa seperti habis menangis seribu tahun lamanya. Tubuhnya lemas dan ia sama sekali belum menyentuh makanan yang dibawakan Walter—namun Eva menyuruh peri rumah itu untuk meletakkan makanannya di depan pintu kamar yang ia kunci.
Kepala Eva dipenuhi dengan kalimat yang Draco lontarkan kepadanya. Ia bingung. Kenapa Draco tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka?
Ah, Draco mengatakannya sendiri kalau pemuda itu tidak pernah mencintainya dan segala perlakuan manis yang ia berikan hanyalah sebuah sandiwara.
Menyakitkan, tapi itulah kenyataannya.
Eva mencoba untuk menerima kenyataan selama beberapa hari ini. Namun ia benar-benar tidak habis pikir.
Benarkah semua kemalangan ini datang padanya secara beruntun seperti gerbong kereta api menuju stasiun? Eva bahkan belum tahu bagaimana caranya untuk mengalahkan Grindelwald tanpa membunuhnya.
Tidakkah Tuhan berpikir kalau cobaan yang Dia berikan sungguh berat bagi Eva?
Tok tok tok!
Di tengah gemuruh hujan yang begitu deras, Eva mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk beberapa kali. Sudah pasti Walter yang berada di balik pintu itu. Eva tidak ambil pusing karena Walter bisa saja langsung memanggilnya atau meninggalkan makanan di depan pintu seperti yang sudah sudah.
Namun ketukan di pintu tidak kunjung berakhir. Eva mengambil tongkat sihirnya dan mengarahkan ke arah pintu kayu tersebut.
Daun pintu terbuka dan menampakkan sesosok jangkung berambut oranye gelap yang sangat ia kenali.
"Fred?"
"Demi Merlin, Eva!" Fred hendak buru-buru melangkah masuk namun ia menahan tubuhnya sebelum ia menapakkan kaki di kamar Eva.
"Bolehkah aku masuk?" tanya Fred.
Eva hanya menatap pria itu dan mengangguk tanpa mengucapkan apa-apa. Buru-buru Fred masuk dan menutup jendela yang sedari tadi beradu dengan angin dan kusen. Ia mengambil tongkat sihirnya dan mengeringkan air yang membasahi karpet di kamar Eva. Gadis itu sama sekali tidak menaruh perhatian pada Fred yang kini sedang merapikan kamarnya dengan sihir.
"Eva, kenapa kau duduk di lantai dan membiarkan jendela itu terbuka? Hujan petir turun sejak beberapa jam yang lalu dan lantaimu benar-benar habis dibasahi air hujan karena kau tidak menutup jendelanya." Omel Fred bagai Molly yang sedang mengomeli kembarannya dan dirinya sehabis menjahili orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓐𝓾𝓻𝓸𝓻𝓪
FanfictionSequel of 'Her, Riddle' Aurora (n.) used to describe the dawn, as well as the stunning luminous phenomenon that takes place in the upper atmosphere Lika-liku perjalanan yang tak pernah habis. Selesai satu masalah, rentetan misteri lainnya mengikuti...