Bonus

19K 1.7K 72
                                    

Ternyata banyak juga yang pengen aku kasih eksta part lagi.
Ini cerita udah lama end, sebagian besar namanya juga aku lupa
Jadi aku cuman bawa keliarganya.

Makasih dukungannya😽😽

***

"Apa..Hana buat salah?"

Hanabi meremas kedua tangannya sendiri, menatap keluarganya dengan tatapan takut dan juga bingung. Hampir 7 tahun tidak bertemu membuat Hanabi merasa canggung.

"Kalo Hana–"

"Devan, bisa jelasin ke Mom kenapa Hana bisa hidup lagi?" tanya Nia memotong ucapan menantunya. Wanita itu menatap Devan yang terlihat santai sekali.

"Hanabi ngga pernah meninggal, Mom." ujar Devan santai.

"Lalu?" Nia menaikkan sebelah alisnya, "Jelas-jelas dulu Mom liat sendiri Hana di kebumikan. Mom liat–"

"Mom gak suka Hana hidup lagi?" Devan memotong yang langsung mendapatkan gelengan dari Nia.

"Enggak, sayang. Mom suka kok Hana balik sama kita lagi, Mom cuman bingung. Permainan kamu terlalu rapih," Nia menghela napas. Dia menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa.

"Kamu sembunyiin Hana di mana?" tanya Brian.

"Jerman," Devan menjawab. "Susah jelasinnya emang. Tapi, ada sedikit permainan pada tubuh Hana. Efek kecelakaan itu gak main-main."

Brian, Nia dan Gavin tau arti dari penjelasan Devan. Devan memang selalu penuh dengan kejutan.

"Ya terserah penjelasan kamu, tapi Mom senang Hana bisa kembali." Nia bangkit lalu langsung memeluk menantunya dengan erat.

Hanabi terkekeh, membalas pelukan Nia tidak kalah erat. "Hana kangen Mom,"

Nia tersenyum, mengelus punggung kecil Hanabi dengen lembut. "Mom juga kangen, jangan pergi lagi."

Brian bangkit setelah Nia melepas pelukanny pada Hanabi. Tangannya mengelus puncak kepala Hanabi dengan perlahan.

"Nanti kalo Devan aneh-aneh lagi, kasih tau." ujar Brian yang mendapatkan kekehan dari Hanabi.

"Siap. Pasti bakalan Hana kasih tau," Hanabi tersenyum.

Gevan bangkit, dia juga ingin memeluk Hanabi. Tapi, belum sempat ia memeluk Hanabi, krah baju belakangnya di tarik oleh Devan. Gevan mendelik ke arah adiknya.

"Jelek doang, suka peluk istri orang!" Devan mencibir, mendorong tubuh Gevan menjauh.

Gevan berdecak, rasanya dia ingin memukul Devan sekarang juga. Apa-apaan itu? Siapa yang bilang seorang Gevan jelek? Mungkin hanya Devan dan Gevan yakin, mata adiknya itu bermasalah.

***

Lintang memperhatikan Hanabi dengan lekat, dia masih belum percaya kalau wanita di depannya itu adalah Ibunya. Wanita yang melahirkannya dan juga meninggalkannya hampir 7 tahun penuh.

Hanabi tersenyum, merasa maklum dengan anak bungsunya. Wanita itu duduk di atas tempat tidur tepat di depan Lintang.

"Ini beneran Mama?" tanya Lintang ragu.

"Tentu saja. Bukannya Lintang pernah lihat di foto?" tanya Hanabi, dia menyangga kepalanya menggunakan tangan kanan.

Lintang mengerjap, dia memang pernah melihat wajah Hanabi dari foto-foto yang di tunjukan oleh Papanya.

Kepala bocah itu miring, memperhatikan wajah Mamanya sekali lagi. "Lintang ngga mau berharap lagi."

Hanabi menghembuskan napasnya perlahan, dia tau perasaan anaknya. Dia juga tau bagaimana anaknya di sekolah yang pasti mendapatkan ucapan-ucapan yang bisa menyakiti hatinya.

Devan yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap pemandangan di depannya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia berjalan mendekat, mengelus kepala Lintang lalu duduk di antara keduanya.

"Kenapa diem-dieman?" tanya Devan, menatap keduanya bergantian.

Lintang mengerucutkan bibirnya, dia merentangkan kedua tangannya minta peluk pada Papanya.

"Manja banget sih?" tanya Devan, dia mengangkat tubuh Lintang lalu mendudukannya ke pangkuannya.

Kedua tangan mungil Lintang melingkar di leher Devan, dia masih menatap Hanabi dengan pandangan berbeda-beda. Kadang takut lalu berubah senang lalu berubah lagi jadi tidak percaya.

"Itu Mamanya Lintang loh? Lintang gak mau peluk?" tanya Devan sambil melirik Lintang.

Lintang diam, dia malah mempererat pelukannya pada leher Devan. "Nanti Papa bohong lagi."

Devan terkekeh, dia melepaskan pelukan Lintang dengan paksa tapi tetap membiarkan Lintang duduk di pangkuannya.

"Papa gak bohong, beneran." Devan tersenyum, "Mama udah nungguin dari tadi buat dapet pelukan dari Lintang. Masa Lintang gak mau kasih?"

Lintang menggaruk pipinya pelan, dia menatap Hanabi lalu Devan bergantian. Hanabi tersenyum, merentangkan kedua tangannya untuk menyambung Lintang.

Perlahan, Lintang bangkit. Dia berdiri di atas tempat tidur. Sesekali melirik Devan seolah berbicara 'apa ini beneran?'

"Gak papa, peluk aja. Pelukan Mama terbaik," Devan berucap.

Akhirnya, setelah Lintang berdebat dengan hatinya. Dia langsung menubrukkan tubuhnya pada pelukan Hanabi. Dia memeluknya erat seolah tidak ada hari esok.

Air matanya mengalir, "Mama jangan tinggalin Lintang lagi. Gak boleh, harus sama Lintang terus."

Hanabi terkekeh, dia mencium puncak kepala Lintang dengan lembut. "Enggak. Mama gak akan tinggalin Lintang lagi."

Papanya benar, pelukan Mamanya memang terbaik. Bahkan Lintang tidak mau melepaskan pelukannya.

Devan menghembuskan napasnya lega, melepaskan semua beban yang selama ini berada di pundaknya. Sekarang dia bisa tenang karena tidak akan mendengar anaknya berbicara sendiri karena merindukan Mamanya.

Lintang tidak akan pernah mendengar ucapan-ucapan pedas teman-temannya karena tidak memiliki seorang Ibu. Tapi sekarang, Lintang bisa memamerkan pada semua orang kalau Ibu nya sudah kembali.

"Lintang sayang Mama."

***

Udah lah ya pendekan aja
Aku mau bilang makasih lagi buat kalian yang masih tetap vote dan komen walaupun cerita ini udah end sejak Juli

Yok naikin lagi sampe 1 juta, bentar lagi kok

Makasih semuanya😹😽

Married with Psychopath [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang