Happiness

2.8K 364 29
                                    

Akhir-akhir ini, semua makanan tidak bisa ku makan dengan benar, dan terkadang selalu ku muntah kan.

Aku belum memberitahu Shouta, karena tugas hero nya membuat suami ku hampir jarang dirumah. Seharusnya sekarang aku pergi untuk tugas hero juga, namun dengan keadaan tubuh tidak memungkinkan, ku ambil cuti selama 5 hari.

Berat badan ku berkurang 3 kilo berkat tidak nafsu makan ku. Jika Shouta tahu dengan keadaan ku sekarang, pastinya dia berniat mengurung ku dan menyuapiku dengan penuh sayang ( paksaan ).

Ku pandangi pantulan diriku. Kurus dan pucat, rasanya malas sekali untuk memeriksa ke dokter, apa lagi dihari ini jalanan begitu padat kendaraan sehingga motor pun sulit berjalan. Kenapa aku bisa tahu? Mudah saja, mempunyai koneksi kepadatan ibukota sangatlah mudah bagi reporter, dan salah satu teman ku selalu memberi informasi ini dan sebagai gantinya, aku harus memberikan tips merawat anak kucing berserta kebutuhan.

"Hmmp!"

Perut ku terasa sakit sekaligus mual. Aku tidak ingin muntah lagi, lebih baik ku tahan agar tidak mengunyah makanan lagi. Rasanya menjijikan, tapi mau bagaimana pun aku cukup muak memuntahkan makanan yang susah payah ku telan.

"(Y/n)?"

Suara serak nan nyaman terdengar memanggil ku. Berbalik, ku dapati dia tengah menatap khawatir dibalik kacamata kuning heronya.

"Shouta kau su-"

Syuut! bruk!

****

Tahukah kamu

Betapa bahagianya aku, mengingat seulas senyuman yang terukir indah di wajah mu.

Hanya waktu itu

Saat keputusasaan melanda, kau mengusirnya dengan candaan ringan mu.

Sebatas itu saja. Benar-benar sebatas itu saja, kau mampu menarik ku keluar dari kegelapan hati.

Karena mu, keteguhan hati ku tetap ada. Karena mu, mentari terasa hangat kembali. Karena mu, tiada lagi air mata kesedihan. Karena mu, aku tahu arti bertahan.

Aku tidak menyesal. Sungguh, aku bersyukur, amat sangat bersyukur. Bertemu dengan mu merupakan sebuah takdir yang sudah terukir.

"Ada tucing!"

"Yang benar itu kucing"

"Tadi atu belbicala cepeti itu"

"Tidak, kau bilang tucing bukan kucing"

"Cama caja!"

"Itu beda"

Berjalan beriringan, mendebatkan hal-hal ringan, terkadang tertawa, dan terkadang menangis.

Kita berbeda. Dari usia, karakter, lingkungan hidup, dan status.

Kita berpisah. Seiring dengan berjalannya waktu, kau dan aku berjalan menyesuaikan arus hidup.

Kita dipertemukan kembali, namun kita berdua sudah saling melupakan. Akan tetapi, perlahan-lahan, memori ku tentang mu berangsur-angsur kembali seperti potongan puzzle.

"Kita pernah bertemu, kan?"

Waktu itu, langit tampak cerah tanpa awan yang menghiasi. Kau berdiri, menatap ku dengan mata secantik dan sejernih itu.

"Tentu saja, kita sering bertemu di seko-"

"Bukan! Maksudku ditempat lain, bukan disekolah"

Deg!

Apa mungkin dia ingat?

"Tidak, kau salah orang"

Sial! Ada apa dengan mulut ini?! Mengapa sesulit ini? Hanya berkata jujur, namun bibir ini seperti terkunci rapat.

"Aizawa-sensei!"

Manik mu terlihat mengkilap. Tatapan mu yang lembut, terganti menjadi tajam.

"Mungkin aku ini bod- kurang pintar, tapi jangan remehkan dengan ingatan ku!"

Aku mengelak. Rasanya sangat mustahil, bila berkata jujur pun, tak akan mengubah apapun.

****

"Kau ini suaminya kan? Aku tahu kau sibuk, tapi perhatikan sedikit kondisi istri mu"

Shouta hanya bisa menunduk, sesekali menggaruk kepalanya. Dirinya sadar akan kebodohan yang ia lakukan. Jika saja dirinya lebih perhatian lagi, mungkin istrinya tidak akan pingsan dan tertidur di rumah, bukanya berkunjung ke rumah sakit istri teman.

"Setidaknya ambilah contoh dari Hizashi. Walau dia sangat sibuk dan berisik, setidaknya dia selalu memberi perhatian, paham?"

Yang tengah dibicarakan hanya bisa berdehem, sesekali merapihkan rambutnya.

Shouta hanya mengangguk sebagai respon. Dirinya terlalu letih serta sibuk mengutuk dirinya sendiri.

"Ini hasilnya, dan selamat"

"Bai- tunggu, selamat?"

"Iya. Selamat, 9 bulan lagi kau akan menjadi ayah"

"...."

Two minute later

"Hizashi. Teman mu benar-benar payah"

"Sa-sayang, jaga ucapa-"

"Kau juga samanya!"

Duak!

Mengabaikan pertengkaran suami-istri itu. Shouta berjalan keluar, perlahan laju kakinya dipercepat. Jantung terpompa, senyuman lebar menghiasi wajah pria itu. Tanpa disadari, air mata menetes.

"Ibu.... Ada om-om cengeng"

"Ssstt! Diamlah"

Mari kita abaikan percakapan diatas.

****

Aku tidak tahu cara mengungkapkan perasaan ini. Kini perasaan itu bercampur, senang, bahagia, dan sedikit kesal karena banyak mata yang memandangi mu walau tahu kau akan menjadi milik ku.

"Shouta, cepat pasang cincin nya"

"A-ah iya"

Aku gugup, terlalu gugup karena melihat sosok bidadari cantik bergaun putih. Jemari lentiknya begitu cocok menggunakan cincin permata.

Ucap sumpah terdengar lantang. Kita berdua telah terikat janji suci. Ini seperti mimpi, dan jika benar ini mimpi, maka jangan pernah bangunkan aku.

Aku bersumpah, selama kaki ini masih berpijak, selama jantung ku masih berdetak, aku akan selalu berada di sampingmu.

Tiada lagi tangisan kesedihan

Tiada lagi malam yang sunyi

Tiada lagi rasa gelisah

Karena sekarang

"Kalian boleh berciuman"

Kau milik ku. Aizawa (y/n), istriku, cinta pertama dan terakhir.

****

Mulai episode depan, akan berlanjut kisah flashback~ namun oneshot seperti biasa.

Tinggalkan jejak 🌟 dan jangan lupa komen guys. Oh satu lagi, mampir juga ke FF Yagi Toshinori ya~ // maksa sambil todong bazoka //

Hi sensei! ( Aizawa Shouta X Reader ) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang