4. Dua

361 150 339
                                    

Untitled:Iridescent

BAB 2

*Selamat datang kembali temen-temen, jangan lupa untuk vote, komen dan share ke temen-temen kalian, biar mereka bisa baca juga cerita ini. Jika berkenan bisa tambahkan ke Reading List ya, semua bentuk apresiasi kalian sangat berharga buat kami*

*Selamat membaca bagian dua dari sekuel Untitled yaitu Untitled:Iridescent, cerita ini berkaitan dengan yang pertama jadi di harapkan untuk yang baru memasuki dunia mereka bisa membaca dulu bagian dari cerita Untitled:Give Titles As Your Wish, ini dimaksudkan demi kebaikan kalian kok, biar nggak bingung, hehe*

*Jika ada kritik dan saran jangan sungkan untuk menuliskannya di kolom komentar, terima kasih.*

***

Ellen seperti habis kerja rodi. Pundak, tangan, pinggul, dan kakinya benar-benar pegal. Keringatnya bercucuran seperti keringat kuli bangunan. Ia harus cepat-cepat mengistirahatkan tubuhnya. Besok adalah hari bersejarah untuknya dan anggota BEM lainnya. Tugas yang mereka emban sudah waktunya diserahkan kepada pengurus BEM selanjutnya. Meskipun lelah mempersiapkan acara besok, ia bahagia. Bahagia karena fokusnya tidak akan terbagi dua lagi. Ellen berjalan menyusuri koridor, memperhatikan beberapa anggotanya yang masih berlalu lalang.

"Len, kita balik duluan, ya," ucap salah seorang anggota, yang lain hanya menyimpulkan senyum dan mengangguk kecil. Mungkin sama seperti Ellen, mereka sudah tidak punya energi untuk menyapa.

"Len gawat, kita perlu ngadain rapat tambahan," pekik Yanuar, Ellen menatap datar. "Bercanda kali, sensi amat," kekehnya santai.

"Kopi kasih sayang untuk yang terkasih, Ellen." Kini suara Dave menyerobot, buru-buru Ellen menyeruput kopinya.

Yanuar menatap setengah sebal. "Gue nggak dibeliin gitu?" Dave dengan cepat melarikan diri.

"Mau?" Yanuar mengangguk, tanpa melewatkan kesempatan ia segera menyiram tenggorokannya yang hampir dehidrasi. "Udah jangan banyak-banyak. Oh, ya, lo balik duluan aja, gue masih ada urusan."

"Bagus deh, bye Ellen."

Dalam hitungan detik punggung Yanuar hilang dari pandangan Ellen. Dengan tenaga yang tersisa, Ellen berlari kecil menaiki taksi online yang sebelumnya ia pesan.

***

Taman Balaikota Bandung cukup ramai sore ini, Ellen masih sibuk mencari seseorang. Tak kurang dari lima menit hingga matanya menangkap pria jangkung dengan jaket biru dongker khasnya tengah duduk seperti patung.

"Hai, Bung," sapa Ellen.

Si pria menurunkan kupluk jaketnya, beralih menatap Ellen. "Lo telat satu jam."

"Udah gue usahain cepet, cuma lo tau sendirilah." Ia duduk di samping pria yang tak lain adalah Airlangga. "Langsung aja, gue nggak punya banyak waktu, Air."

"Oke, gue perlu bantuan lo."

Ellen mengangkat alis kirinya. "Apa?"

"Gue butuh PW."

"PW? Naon eta?"

"Pasangan Wisuda, Len," jelas Airlangga singkat.

Ellen hanya ber-oh tanpa memberikan solusi apapun. Kalau tidak benar-benar membutuhkan jasa gadis di sebelahnya, sudah sejak tadi Airlangga memukul kepala Ellen. Memang butuh kesabaran ekstra menghadapi gadis seperti Ellen.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang