Untitled:Iridescent.BAB 18
Selamat Sabtu malam, selamat membaca. Jangan lupa komen sesuai isi cerita, ya, terima kasih.
***PRANG
"Cukup!"
"Enggak gini caranya, Len. Enggak dua-duanya juga."
"Dasar murahan!"
"Lo puas sekarang, Len?!"
"Sekarang gue gimana, Len?"
"Ternyata temen makan temen ada juga di dunia nyata."
"Apa jelasin? Jadi gini Ansel, iya gue emang suka dengerin lo curhat tapi gimana lagi, gue suka sama Dika sama Air, gitukan, Len? Good job, deh, lo udah dapet dua-duanya."
"Agrh!"
Ellen mengerang, kalimat-kalimat itu terus bersahutan di kepalanya. Adakah yang lebih adil dari perkataan yang menyakitkan itu? Ellen menangkup wajahnya di antara lipatan tangan, nasi kuning di sebelahnya sama sekali belum ia sentuh, jangankan mengunyah untuk mencicipi timun seperti biasanya saja ia enggan. Sekarang, entah bagaimana ia harus menyelesaikan masalahnya, belum lagi soal Dizon yang ternyata tetap belum bisa ditemui. Ngenesnya lagi baik Dika, Ansel, dan Gema sama-sama memblokir nomornya. Lain dengan Air yang setiap jam menghujaninya dengan pesan permintaan maaf, Dizon yang terus mengiriminya pesan dengan kalimat tak pantas, dan Yanuar yang mengirimkan pesan-pesan lawakan garing seperti biasanya.
"Non Ellen belum berangkat?" Bi Warti datang dari halaman belakang. Tidak ada sahutan dari Ellen karena gadis itu masih sibuk berkutat dengan isi kepalanya, Bi Warti menghampiri Ellen dan mengusap puncak kepala Ellen.
"Sarapannya dimakan dulu atuh." Ellen mendongak, menatap Bi Warti dengan lesu.
"Apa Ellen bisa..." Ellen tak melanjutkan kalimatnya, ia berlalu ke ruang tamu. Bi Warti mengekor, membiarkan Ellen merebahkan kepalanya di paha Bi Warti, ia kembali mengusap puncak kepala Ellen.
Ellen mulai memejamkan matanya. "Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Bibi yakni non Ellen bisa menemukan jalan keluarnya, selesaikan satu persatu," ucap Bi Warti lembut.
"Kenapa Dika, Ansel, Bang Gema langsung marah sama Ellen? Kenapa mereka nggak mau dengerin penjelasan Ellen?" Ellen masih memejamkan matanya, bayangkan kemarahan mereka bertiga terekam jelas seperti film dokumenter.
"Kita nggak bisa paksa orang buat jadi seperti yang kita mau, kalau mereka kecewa itu wajar, namanya juga manusia yang punya rasa emosi," jelas Bi Warti, ia menepuk-nepuk lengan Ellen. "Yang Non harus tau, kalau mereka memang teman yang Tuhan kirim buat Non, mau bagaimanapun mereka pasti akan kembali. Justru karena adanya suatu masalah hubungan pertemanan itu akan semakin erat nantinya." Ellen beralih duduk.
"Bibi cuma bisa berdoa, semoga masalah ini cepat selesai." Ia mengembangkan senyumnya lalu merengkuh Ellen ke dalam pelukan.
"Terima kasih, Bi."
"Kaya teletubbies, ikutan atuh," ledek Pak Maman yang baru datang, Ellen dan Bi Warti sama-sama tertawa.
"Ish, si Maman ganggu wae."
"'Kan saya iri tadi."
"Ellen berangkat ke kampus dulu, deh. Lanjutkan perdebatanya, kalo udah ada yang menang kabarin," kekeh Ellen, ia segera melesat pergi.
***
Ellen berjalan menyusuri koridor, sedari tadi ia hanya berputar-putar tanpa tujuan. Kelasnya diundur satu jam ke depan, sebenarnya bisa saja waktunya ia gunakan untuk tidur di kelas, tapi teman-teman perempuannya sama sekali tidak bisa diajak kompromi, mereka terus menjejali Ellen dengan pertanyaan seputar hubungannya dengan Airlangga. Heran, bisa-bisanya mereka mempercayai gosip sialan itu. Langkahnya terhenti setelah mendapati pria yang amat ia hindari sudah berdiri di depannya, Ellen buru-buru memutar arah, berlari sekencang kilat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |
Teen FictionRank: #1 dalam Bebytsabina 19 Februari 2021 #1 dalam Mawareva 12 Maret 2021 [SEKUEL UNTITLED:GIVE TITLES AS YOUR WISH] [BACA CERITA YANG PERTAMA DULU KARENA SEKUELNYA BERHUBUNGAN] "Gue gagal nepatin janji gue, gue nggak bisa bohong lagi...