11. Sembilan

150 63 292
                                    

Untitled:Iridescent.

BAB 9

Selamat bertemu lagi dan selamat membaca teman-teman. Jangan lupa klik vote sebelum membaca.

●Typo bertebaran, bantu temukan.●

Bantu share cerita ini juga boleh banget, jangan lupa tinggalkan komen.

Enjoy!

***

Bibirnya tak henti mengeluarkan kata-kata kesalnya. Gema mengelus Buster alias hemster kesayanganya, memberinya makan karena Ansel yang ia amanahi untuk memberi makan justru saat ini tidak ditemukan di rumah. Bagaimana tidak merasa kasihan, Gema melihat Buster sedang berdiam diri di pojok rumah kecil buatannya.

"Bener-bener, ya, lu Sel, bikin kesayangan gue kelaperan," sungut Gema dengan wajah kesal, hewan kecil menggemaskan itu seperti menatap Gema sembari mengucapkan terima kasih karena akhirnya perut kosongnya bisa terisi.

"Bisa-bisanya pergi nggak bilang gue," decak Gema kemudian, ia berlalu dari hadapan Buster. Melangkahkan kaki menuju kamarnya.

Sementara langit biru tanpa awan terlihat mendamaikan hati ini mampu menghipnotis Ansel, gadis itu duduk di atas kap mobil sembari duduk bersila, menyaksikan sosok laki-laki yang entah sibuk menggambar apa duduk di atas batu besar.

"Yuk pulang, thank you waktunya." Laki-laki itu menenteng buku gambar super besar di tangan kirinya, ia berjalan menuju Ansel.

"Udah?" tanya Ansel.

Laki-laki itu mengangguk. "Ini sih bagus banget, Ka." Ansel meraih buku gambar di tangan Dika, dibukanya satu-persatu.

"Sketsa lo semua?" tanya Ansel antusias. Jika dilihat sketsa Dika benar-benar apik, sangat rapi, bahkan terlihat tanpa coretan kesalahan apapun.

"Bukan Ansel, ya, iyalah," jawab Dika dengan senang, berbangga diri karena sketsanya bisa membuat mantannya itu melekukan sabit untuknya.

"Kalau udah bakat emang nggak akan ngecewain," ucap Ansel kagum.

"Yang barusan lo gambar yang mana?" tanya Ansel kemudian. Gadis itu masih membolak-balikan halaman perhalaman, Dika menujukan halamannya, terlihat sketsa area danau yang saat ini terpampang di hadapan mereka.

"Bagus, tapi kenapa harus ada gue sih, Dika? Bukannya ini tugas kampus? Masa ada gue dimasukin." Ansel berargumen.

Dika terkekeh, "Yang ini buat gue simpen sendiri, yang dikumpulin yang ini." Tangan Dika membalikan kertas gambar, menujuk satu gambar lagi yang akan ia kumpulkan untuk tugasnya.

"Pantes lama banget, gambar dua sekaligus," lenguh Ansel.

"Tadinya yang ada lo mau gue kumpulin, tapi takut saingan gue makin banyak."

"Hah?"

"Ya, takut dosen gue suka sama lo," ucap Dika asal.

"Yakali, ah." Ansel tidak terima.

"Cukup Airlangga dan si siapa itu yang gue temuin di kantin." Dika kesal memaju-majukan dagunya.

"Dika, lagian siapa sih yang lagi deket sama gue, orang nggak ada." Ansel memalingkan wajahnya.

Dika tersenyum masam. "Eh, lo masih pengen jalan-jalan ke kota istimewa itu nggak?"

Ansel mengangguk. "Masih lah, cuma belum ada waktu yang pas aja."

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang