31. Dua Puluh Delapan

155 43 211
                                    

Untitled:Iridescent

Bab 28

Happy Satnight, everyone. Selamat membaca, enjoy.

Jangan lupa vote, komen dan share biar temen-temen kalian juga bisa baca cerita ini. Komen sesuai isi cerita, ya, thank you banget buat kalian yang bener-bener baca cerita ini dengan serius. God bless, all.

***

"Hari ini lo udah janji sama gue Sel buat cerita kenapa bibir lo bisa berdarah dan biru kemarin, lo nggak boleh ingkar gitu aja." Airlangga melepas baseball hatnya lalu diletakannya di atas meja bundar kecil. Sore ini, ia sengaja mengunjungi rumah Ansel. Tidak ada tujuan apapun selain mendengarkan cerita lengkap dari gadis itu mengenai bibirnya yang berdarah sekaligus membiru pada beberapa hari yang lalu.

Ansel duduk di hadapan Airlangga, matanya menatap langit sore yang terlihat apik karena warna orangenya menyebar sempurna memenuhi atap-atap cakrawala. "Lo masih penasaran?" tanya Ansel yang langsung diangguki Airlangga.

"Nggak penting sebenernya, Air."

"Penting," sergap Airlangga cepat, tangannya mencekal lengan Ansel.

"Sorry," sambung Airlangga lagi, ia melepas lengan Ansel secara kilat. Ansel menatap Airlangga serius.

"Gue nggak mau kalau lo kenapa-napa tapi gue nggak tahu apa-apa. Biarin gue tahu kali ini, Sel," ucap Airlangga meyakinkan. Ansel menghela napasnya, bersiap memulai cerita.

Flashback on

"Heh, lonte!"

SRATT

Rambut Ansel berhasil ditarik ke belakang oleh salah satu gadis yang terduga menyukai Airlangga sejak lama.

"Nggak usah narik rambut gue," gertak Ansel, mata Arora membulat sempurna, sudut bibirnya terangkat menyinis.

"Lo berani sama gue? Nggak cukup tamparan gue kemarin?" Arora semakin berani, tangan panjangnya cekatan menarik kerah bahu Ansel.

"Lo nggak takut ketahuan sama CCTV?" bisik Ansel sembari mengatur napasnya, tangannya berusaha menarik tangan Arora yang masih kuat bertengger di kerah bajunya. "Lo nggak takut kalau di DO cuma gara-gara mukulin adik tingkat? Kalau kuliah lo belum beres, mending selesein deh, jangan lupa undang gue ke wisuda lo," secara sarkas Ansel melepas tangan Arora membuat gadis berambut cokelat itu kembali menarik pergelangan tangan Ansel, mencengkeramnya kembali.

"Lo bilang nggak takut? Nggak! Gue sama sekali nggak takut, gue bisa pindah kampus. Lo tuh bener-bener nggak tahu diri, ya, Sel, gue suka sama Airlangga sejak gue semester satu, dan dia nggak pernah lirik gue sedikitpun. Gue perhatian ke dia, tapi kenapa dia malah milih ngejar lo yang sok jual mahal gini sih?!!" raung Arora, matanya memerah menahan amarah, nada bicaranya persis seperti orang frustrasi.

Tangan Arora kembali menarik Ansel menuju tempat yang lebih sepi, tak lupa ketiga temannya yang mulai mengawasi sekitar untuk berjaga.

"Ya, terus salah gue kalau Airlangga suka sama gue?"

PLAK

Tamparan Arora sangat keras menghantam tulang pipi kiri dan sudut bibirnya, saking kerasnya membuatnya sedikit terhuyung ke samping dan bibirnya mengeluarkan sedikit bercak darah, sebagian rambutnya menutupi pipinya. Ansel memegang pipinya perlahan, satu tangannya mengepal keras sembari netranya menatap tajam Arora.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang