19. Tujuh Belas

133 54 196
                                    

Untitled:Iridescent.

BAB 17

Terima kasih yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak beruba vote, komen dan kalau boleh masukin ke Reading List biar kalian enggak ketinggalan bacanya, hihi.

Bantu temukan typo.

Enjoy!

***

"Ansel, 'kan?" Ansel tertegun saat seorang gadis dengan rambut panjang berikat kuda tiba-tiba menghampirinya, ah, ya, mungkin saja ini adik tingkatnya atau kakak tingkat yang ia belum kenal.

"Iya?" balas Ansel ramah, tak lupa diikuti dengan setengah sabit yang ia kembangkan.

"Gue Stella." Gadis itu memperkenalkan diri, Ansel tersenyum mengulurkan tangannya. "Gue Ansel."

"Sorry bikin lo kaget, tapi gue butuh bantuan lo," ucap Stella lirih dan terlihat tanpa basa-basi, Ansel mengerutkan kedua alisnya.

"Tapi lo siapa, ya?"

"Gue pacar Reksa." Ansel mengangguk saja. Namun, pikirannya beradu mengapa Stella tiba-tiba menemuinya?

"I need your help," lanjut Stella.

"Bantuan gue?" tanya Ansel membuat Stella mengangguk cepat dan segera menarik pergelangan tangan Ansel menuju toilet lalu menguci pintunya dengan cepat.

"Apa-apaan, sih," hardik Ansel setengah kaget, pasalnya menurutnya Stella sedikit tidak sopan

"Sorry kalau gue terkesan mendadak dan sok kenal. Tapi yang jelas Reksa bilang dia suka sama lo." Ansel membulatkan matanya, kedua tangannya mengepal, menyumpah serapahi budak bau kencur tersebut, bisa-bisanya ia mengatakan hal tersebut kepada pacarnya, dasar fuck boy kelas kakap.

"Tapi gue enggak suka sama Reksa. Enggak pernah selintaspun di pikiran gue juga akan menyukai Reksa," ucap Ansel.

"Dia enggak mau tanggung jawab karena dia milih lo!" Nada tegas serta naik beberapa oktaf meluncur dari bibir Stella. Mulut Ansel sempurna terbuka, matanya tiba-tiba saja memanas. Apa-apaan ini?

"Bentar-bentar, tanggung jawab, ini ada apa, sih?" Tiba-tiba saja penuturan Airlangga soal kejadian Reksa pernah membuat kesalahan di masa lalu itu melintas, apakah kejadian itu kembali terjadi? Kenapa Reksa harus membawa-bawa namanya?

Tangan Stella kasar membuka resleting tas, mengambil sebuah benda tipis berwarna putih dari dalamnya kemudian meletakannya di atas telapak tangan Ansel.

Sepuluh menit sudah Ansel memandangi benda yang diletakkan Stella di atas telapak tangannya. Tangannya mendadak bergetar memandangi dua garis berwarna merah terlintang jelas di bagian tengah benda tersebut.

"Gue enggak percaya." Ansel menyerahkan test pack strip di tangannya kembali pada Stella, setelah itu terlihat gadis yang ternyata lebih tepat dipanggil wanita itu kini tersandar lesu di tembok toilet.

"Ini bukti kedua." Wanita itu kembali menyerahkan sebuah amplop dengan logo sebuah nama rumah sakit di pusat kota.

Ansel menerima amplop tersebut, kemudian segera membukanya, di sana tertulis bahwa wanita ini memang benar sedang mengandung.

"Cuma lo yang bisa bantu gue, Sel." Stella memohon, bibirnya seakan tak kuasa kembali berkata, air matanya tumpah membuat Ansel menurunkan nalurinya sebagai sesama perempuan yang sensitif akan perasaan.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang