Untitled:Iridescent
Bab 22
Selamat mlm minggu, geys. Terima kasih sudah berkenan membaca sampai sejauh ini. Jangan lupa bisa tinggalkan vote dan komen sebelum meninggalkan bab ini.
*bantu temukan typo*
Selamat membaca. Enjoy!
***
Ellen duduk di bangku tunggu salah satu rumah sakit sembari memangku kotak persegi pemberian Sakti. Ellen terus menimang apakah ia harus menemui Sakti sekarang? Apa jadinya kalau Sakti menanyakan perihal Dizon? Meskipun tanya yang sempat berkeliaran di kepala Ellen mengenai Sakti memang sudah terjawab setelah membuka isi kotak persegi, Ellen tetap tak habis pikir, kenapa Sakti tidak berterus terang sejak awal pertemuan mereka? Bahkan Ellen hampir melupakan penyebab kecelakaan sebelas tahun lalu yang menimpa dirinya dan kedua orang tuanya.
Flashback on
"Papah udah telpon montir?" tanya Helena pada suaminya, Reza mengangguk, matanya tak lepas memandangi mobilnya.
"Sepertinya enggak akan keburu kalau kita tunggu Pak Rama benerin mobil. Papah enggak mau ngecewain Anggoro." Helena mengelus pundak suaminya, ia tahu betul seperti apa hubungan Reza dan Anggoro, pantang bagi salah satunya terlambat datang di acara penting sahabatnya. Bagi mereka melewatkan moment penting sama saja dengan menyayat hati menggunakan pisau berkarat.
"Gimana kalau Mama minta tolong Melati buat pesenin tiket kereta ke Bandung?" Reza mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah.
Ellen nampak antusias menonton acara dragon ball di ruang keluarga, kehadiran Reza sama sekali tidak ia hiraukan. Reza hanya menggelengkan kepala, matanya menelisik mencari keberadaan anak sulungnya.
"Dek, Abang ke mana?"
"Adek enggak liat Abang dari semalem," ujar Ellen dengan mata yang masih fokus menatap televisi.
"Dari semalem?" Dengan cekatan Reza memencet nomor pada telepon kabel di sudut ruangan.
"Ngapain Papah nelpon Ezra?" Suara itu berasal dari balik punggung Reza, ia meletakkan ganggang teleponnya sembari meremas jemari. Ia geram sekali melihat putra sulungnya. Rambut berantakan, mata merah, bahkan Ezra tidak mengganti seragam sekolahnya yang kini lebih mirip kain lap kompor minyak.
"Bikin ulah apalagi kamu?!" bentak Reza, Helena segera memperingatkan bahwa masih ada Ellen di ruang keluarga. "Adek ke kamar dulu, ya, siap-siap, sebentar lagi kita berangkat."
Ellen dengan kecepatan kilat berlari ke lantai atas. Namun, bukan ke kamarnya melainkan bersembunyi di anak tangga paling atas sembari menguping, hampir setiap hari papah dan kakaknya selalu bertengkar, tidak sekalipun Ellen paham dengan masalah orang dewasa.
"Pokoknya Ezra enggak mau ikut!" teriaknya sembari menaiki anak tangga, Ellen berlari ke kamarnya terbirit-birit. "Lo nguping lagi, ya? Heh, Anakonda!"
"Abang enggak boleh gitu sama Adek." Helena menyusul. "Enggak inget kalau Abang sedih siapa yang ngehibur?"
Ezra memilih bungkam, masuk ke dalam kamar dan merebahkan badannya di atas kasur lantai miliknya.
"Kalau Abang nggak mau ikut nggak papa, Mama nggak akan maksa, tapi jaga rumah." Ezra mengangguk malas. "Nanti Pak Rama dateng benerin mobil, sekalian nanti Mama minta tolong Mang Karman buat benerin pintu kamar Abang." Sekali lagi Ezra hanya mengangguk, Helena berlalu diikuti Ellen yang sempat menjulurkan lidah kepada kakak satu-satunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |
Teen FictionRank: #1 dalam Bebytsabina 19 Februari 2021 #1 dalam Mawareva 12 Maret 2021 [SEKUEL UNTITLED:GIVE TITLES AS YOUR WISH] [BACA CERITA YANG PERTAMA DULU KARENA SEKUELNYA BERHUBUNGAN] "Gue gagal nepatin janji gue, gue nggak bisa bohong lagi...