8. Enam

242 88 351
                                    

Untitled:Iridescent.

BAB 6

Yipii akhinya post lagi di malam minggu heheu. Makasih yang senggang udah mampir dan baca. Ditunggu koreksi dan masukannya. Kalau berkenan boleh banget masukin ke Reading List. ❤

***

Yanuar masih sibuk mewawancarai Ellen perihal pekerjaan baru Ellen sebagai Mak Comblang. Ia cukup lega kalau Juliet akhirnya mau menerima tawaran dinner dari Ken. Ya, mulai saat ini Yanuar dan Ellen sepakat untuk menyamarkan nama Ansel, Airlangga, bahkan Dika. Dengan harapan tak akan ada yang mengetahui misi rahasia ini.

Mereka berhenti di depan ruang sekretariat BEM, sepertinya masih banyak tabungan tanya yang Yanuar simpan di benaknya.

"Berarti tugas lo selesai?"

Ellen menghela napasnya. "Gue harap gitu, deh."

"Gue harap juga gitu, biar lo fokus ngurusin diri lo sendiri, masa Mak Comblang jomlo, apa kata dunia?" tawa Yanuar pecah. Beberapa mahasiswa mulai meliriknya, sebelum reputasinya anjlok, ia memilih untuk menghentikan tawanya.

"Terus Romeo gimana? Patah hati? Gimana jadinya kalau dia tau lo dalang di balik dinnernya Juliet sama Ken?" cecar Yanuar.

Ellen terdiam untuk beberapa pertanyaan terakhir yang Yanuar lontarkan, bukan hanya karena tidak memiliki jawaban tapi ada sosok yang membuat fokus Ellen terbagi. Dari jarak yang cukup jauh, seorang pria dengan kaos hitam tanpa lengan memasuki mobil. Kaki Ellen mulai gemetar. Setelah sekian lama tidak melihat pria itu, bagaimana mungkin ia harus melihatnya hari ini, di kampusnya. Tunggu, barangkali ia salah liat, batinnya terus menyeruak kalau yang baru saja Ellen lihat adalah salah. Tapi mengingat tato sebesar pulau Jawa di tangan kiri pria itu semakin membuat Ellen yakin yang tertangkap oleh matanya adalah benar.

"Dizon, Nu," lirih Ellen, Yanuar memandang wajah Ellen seksama.

"Bison?! Haiyah, bener juga kalau kelompok terakhir namanya Bison, keren!" sahut Deva, ia langsung masuk ke dalam ruang sekre. Ellen dan Yanuar sama-sama berdecak sebal.

"Lo ngomong apaan tadi?" Yanuar memastikan.

"Gue liat Dizon!"

Meskipun baru mendengar namanya lewat cerita Ellen, Yanuar tahu betul siapa pria bernama Dizon itu. Mantan kekasih Ellen saat masih duduk di bangku SMA, mantan yang sangat Ellen hindari selama empat tahun terakhir. Melihat wajah Ellen yang mulai pucat, Yanuar membawa sahabatnya masuk ke dalam ruang sekretariat, ia tak mau melihat Ellen benar-benar pingsan.

"Lo salah liat, Len. Udah, ayo, masuk," ajak Yanuar.

"Nggak tau juga, Nuar. Tapi, yaudah, lah."

Tanpa sepengetahuan Ellen, ibu jari Yanuar berselancar pada aplikasi instagram, ditulisnya nama Roman Dizon. Tak ada unggahan yang menunjukkan pria brengsek itu kembali ke Bandung, hanya ada satu foto yang terpajang di sana, itupun foto dua tahun lalu yang sudah pernah Yanuar lihat sebelumnya.

"Apa punya IG baru, ya?" gumam Yanuar.

"Len ada yang mau ketemu lo," seru Agra, ia duduk di sebelah Ellen. Dave yang masih membahas anggaran dengan Ellen bersungut.

"Siapa?" telisik Ellen.

"Sakti, penting katanya." Agra dan Dave kompak tertawa kali ini, tepatnya menertawakan Sakti yang pakai acara meminta izin pada pengurus BEM lama perihal pertemuannya dengan Ellen.

"Padahal langsung nemuin juga nggak papa." Dave terkekeh.

"Takut saingan sama lo kali," timpal Agra, mereka kembali tertawa.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang