26. Dua Puluh Empat

128 44 305
                                    

Untitled:Iridescent

Bab 24

Selamat malam minggu, guis. Gimana, sehat 'kan?

Selamat membaca bagian dua puluh empat dari Untitled:Iridesecent, bantu temukan typo dan jangan lupa vote dan komen yang banyak. 😍

Enjoy malam minggunya! yang baca diluar malam minggu, jawab hayoo kalian baca hari apa, hihi.

***

Napasnya memburu setelah berusaha menaiki sekitar dua ratus anak tangga pada sebuah gedung tua yang kosong, ia mengelap keringat yang mengucur deras di pelipisnya.

"'Kan gue udah bilang, lo nggak perlu ke sini." Seorang lelaki meenyodorkan sebotol air mineral.

"Lo nggak ada niatan bukain sekalian minumnya?" Gadis itu menyandarkan punggungnya pada tembok lusuh, lagi-lagi mengelap keringat.

"Thanks, Dika," ucap si gadis setelah sang lelaki membuka penutup botol mineral dan memberikan  kepadanya.

"Lo ke gedung kosong kayak gini ngapain? Sendirian?" tanya Ansel menyelidiki, Dika menggelengkan kepalanya.

"Di sini gue penelitian, Ansel, tentang lumut yang menempel di gedung-gedung lama ceritanya. Gue nggak sendiri, tadi bareng temen-temen, cuma mereka pada pulang duluan." Ansel mengangguk paham sembari tangannya sibuk meremas botol mineral yang tak bersisa lagi isinya.

"Gedung ini masih ada rooftopnya?" tanya Ansel setelah matanya menelisik pemandangan sekitar. Sembari mengingat, Dika mengangguk.

"Anter gue."

"Ha?"

"Anter gue ke sana cepet," titah Ansel antusias.

"Mau ngapain?" tanya Dika menelisik, Ansel menarik tangan Dika menaiki anak tangga walau lelaki itu belum menanggapi ucapannya.

"Udah, anter gue aja." Dika menurut, mereka berdua mulai menaiki satu persatu anak tangga.

"Sel, ini udah sore tapi, lo yakin tetep mau ke rooftop?" tanya Dika tidak yakin, Ansel tidak menjawab, gadis itu justru mempercepat langkahnya mendahului Dika.

"Fighting, Dika," ucap Ansel bersemangat setelah dirinya berada pada lima anak tangga di atas Dika.

Akhirnya setelah perjuangan melawan lelah, mereka sampai pada puncak dari gedung. Benar saja kata Dika, ini sudah sangat sore bahkan sudah terdengar sayup suara azan magrib. Dika menarik Ansel menuju sisi rooftop, duduk pada kursi kayu yeng menghadap perumahan penduduk sekitar, ada tiga lampu neon yang terdapat di sisi rooftop.

Gedung ini memang tua, tapi nyatanya masih ada yang merawat, entah sekedar di sapu atau dijaga tiga kali dalam seminggu. Dahulu gedung ini adalah bekas kantor percetakan buku. Namun, setelah percetakan itu pindah, gedung ini ditutup, untuk masuk ke dalam kedung ini pun tidak sebebas yang dibayangkan, Dika dan teman-teman harus izin dahulu kepada penjaga gedung.

"Capek banget, mana minumnya abis," gumam Ansel.

Dika mengembuskan napasnya kasar, memindahkan tas punggungnya ke pangkuan. "Untung gue sedia air banyak."

"Lo bawa banyak mau jualan?" tanya Ansel bercanda. Resleting tas Dika terbuka sempurna, mempertontokan dua botol mineral utuh di sana.

"Iya, jualan, lo beli, ya?" kesal Dika mengambil salah satu botol mineral dari dalam tas.

Untitled:Iridescent | SEKUEL | COMPLETE |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang