21. Ribut

92 30 171
                                    

Author POV

***

Jantung Ava seketika berdebar secara tidak normal. Sebelumnya gadis berambut pendek itu sudah berkomitmen dengan Abi agar merahasiakan kepada orang-orang di sekolah bahwa mereka tinggal di satu rumah yang sama.

Karena Ava sangat mencegah pertanyaan-pertanyaan yang akan orang lain lontarkan saat mengetahui fakta ini. Tentu saja berbanding terbalik dengan Abi, cowok itu justru sama sekali tidak keberatan jika seluruh penghuni sekolah mengetahui hal itu. Tapi karena ini adalah kemauan Ava, maka dia akan menurutinya.

Namun ternyata saat ini kebocoran telah disebabkan oleh mulut Ava sendiri. Gadis bermata bulat itu perlahan menoleh ke asal suara, matanya menangkap sosok jangkung Brian yang sedang berdiri di depan ruang OSIS seraya menatapnya penuh intimidasi, menunggu jawaban atas pertanyaannya.

Kelas Ava memang terletak tak jauh dari ruang OSIS, dan sialnya gadis itu melontarkan ucapannya tadi bersamaan dengan posisi Brian yang baru saja keluar dari ruang organisasi penting di sekolahnya itu.

"Kok ngga dijawab? Kalian tinggal satu rumah?" tanya Brian mengulang kembali pertanyaannya.

Ava menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Emm ... Anu, Bri ..."

"Anu apa?" tanya Brian semakin penasaran.

Seketika sebuah ide brilian untuk mengalihkan pertanyaan Brian muncul di benaknya.

"Ah iya, Bri!" ucap Ava bersemangat seraya menjentikkan jarinya.

Brian mengerutkan alisnya, "Kenapa?"

"Besok lo bisa ngga bantuin gue ngerjain soal kimia? Pak Yayan rese banget ngasih gue soal se-papan tulis. Padahal kan tuh bapak-bapak tau kalo gue cuma tau O2 itu oksigen sama Co2 itu karbondioksida. Mana bisa gue ngerjain soal bejibun gitu," jelas Ava yang diucapkan dalam sekali napas.

Brian terdiam sejenak, menelaah ucapan cewek itu yang kecepatan bicaranya hampir setara dengan laju kereta api.

Tapi tenang, ketua OSIS yang tak jarang memenangkan Olimpiade Sains Nasional itu masih bisa menangkap maksud dari Ava.

Brian mengangguk seraya tersenyum.
"Boleh."

Sontak reaksi cowok bermata sipit itu membuat Ava merasa lega bukan main, ternyata siasatnya berhasil.

"Besok abis pulang sekolah, di rumah lo ya?" pinta Brian yang dibalas anggukan cepat oleh Ava.

Brian kembali mengangguk. "Yaudah, lo mau gue anter pulang?"

Sontak Ava menggeleng, "Ngga, gausah. Lo pulang duluan aja, hati-hati di jalan ya," ucap Ava yang kembali dibalas anggukan oleh Brian.

Cowok itu tersenyum, lalu dia mengusap puncak kepala Ava lembut, "Gue duluan, ya."

Ava kembali mengangguk. Setelah Brian melambaikan tangannya, dia berjalan pergi meninggalkan Ava yang masih menatap punggungnya yang semakin lama semakin menjauh.

Setelah sosok Brian benar-benar hilang dari pandangannya, Ava mengambil napas lega dan membuangnya kasar. Dirinya berhasil melarikan diri dari pertanyaan cowok itu, dan rahasianya masih aman dan tertutup rapat.

Namun seketika percakapannya dengan Brian barusan membuatnya baru tersadar akan satu hal, rasa panas mendesir merangkak naik dari punggung ke atas kepalanya.

Besok abis pulang sekolah, di rumah lo ya?

Perkataan Brian tiba-tiba memenuhi benaknya saat ini. "Besok? Di rumah gue?" ucap Ava mengulang perkataan Brian di dalam otaknya.

Prank CallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang