***
Kini semua sudah terungkap, tak ada lagi alasan yang bisa menutupi fakta satu atap ini.
"Sejak kapan?"
Ava menghela napas panjang, pasrah dengan sesi wawancara yang sebentar lagi pasti akan dia dapatkan dari Brian.
"Baru beberapa hari yang lalu kok," jawab Ava berusaha tenang.
Cowok berhidung mancung itu mengangguk tanda mengerti, lalu dia tersenyum lembut. "Harusnya lo terus terang aja sama gue, Va. Ya, walaupun gue tau niat lo mau ngejaga hati gue-"
Belum sempat Brian menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba gelak tawa yang terkesan dipaksakan keluar dari mulut Abi. "Waktunya spesies Homo sapiens bagian sotoy bin narsis ya."
Tak mengindahkan ucapan Abi, Brian tetap melanjutkan ucapannya. "Gue ngga papa, kok. Gue ngga bakal marah juga. Malahan gue salut sama kebaikan lo sampe ngebolehin korban penggusuran ngungsi di rumah lo."
Mendengar perkataan Brian yang secara tak langsung meledek dirinya, Abi berdecak beberapa kali seraya menggeleng. "Orang kayak gini harus dimusnahkan nih. Udah kepedean, penyebar berita hoax pula. Kesian hidupnya suram."
Dan sekali lagi, Brian tidak bereaksi sedikitpun dengan ucapan Abi. Seakan dirinya dan Ava sedang memainkan peran dan Abi hanyalah penonton yang memberikan komentar atas pertunjukan mereka.
"Yaudah gue pulang dulu ya udah sore juga nih," ucap Brian seraya meraih tas berwarna hitam yang dipenuhi buku pelajaran miliknya.
"Iya, jangan balik-balik lagi ya," ucap Abi yang tak direspon oleh sang lawan bicara.
Brian meraih buku tulis bersampul coklat yang berada tepat di sebelah Abi, namun niatnya hampir terhenti karena adik kelasnya itu menahan kumpulan soal milik Ava tersebut sampai terjadi adegan tarik menarik yang akhirnya dimenangkan oleh Brian, karena cowok jangkung itu menjitak kepala adik kelasnya, sehingga Abi mau tak mau melepaskan genggamannya.
"Buku lo gue bawa dulu ya, Va. Gue lanjutin di rumah aja, besok pagi sebelum bel gue ke kelas lo buat balikin," ucap Brian yang dibalas anggukan oleh Ava.
"Ke kelas gue aja, nanti biar gue yang kasih ke Ava," ucap Abi lagi, ntah pada siapa. Karena Brian tidak menggubrisnya sedikitpun.
"Besok mau gue jemput?" tanya Brian dengan nada lembut.
Sebelum Ava sempat menjawab, Abi sudah terlebih dahulu berdiri menghadap Brian dengan dagu terangkat dan rahang bawah sedikit dimajukan. "Ngga usah, Ava udah punya tukang ojek langganan."
Merasa pandangannya tertutupi oleh orang di depannya, Brian mendorong pundak Abi ke samping agar dirinya bisa melihat Ava dengan jelas. "Gimana, Va?" tanyanya kepada cewek berambut pendek itu.
Keadaan hening sebentar, mata Ava bergerak menatap Brian dan Abi secara bergantian. Brian dengan raut wajah penuh harap, sedangkan Abi dengan mata yang membulat seraya menggelengkan kepalanya, menyiratkan Ava untuk secepat mungkin menolak tawaran Brian.
Setelah yakin dengan keputusannya, akhirnya Ava memfokuskan pandangannya ke arah Brian. "Ngga usah, Bri. Gue udah banyak ngerepotin lo, biar gue sama Abi aja."
"Yes!!"
Ya, itu adalah teriakan dari seorang Abi yang sedang mengepalkan sebelah tangannya menunjukan kebahagiaan yang teramat.
Sadar Brian masih berada di sini, Abi kembali berdiri di hadapan kakak kelasnya itu seraya memasang wajah arogannya dengan dagu terangkat dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prank Calls
Teen FictionIni adalah kisah dari dua selebriti BK yang dipertemukan secara tidak sengaja akibat sebuah Prank Calls yang salah sasaran. Avasha Qytara Mahveen, cewek bobrok binti galak yang paling anti dengan manusia bernama Abi. Dan Abinaya Aharon Shuwn, cowok...