23. Pria Sejati

87 29 164
                                    

Author POV

***

Jika memang definisi pria sejati yang dipegang adalah omongannya, maka untuk kali ini saja Ava berharap Abi rehat sejenak untuk menjadi pria sejati.

Tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi tadi, Ava langsung berlari ke luar kelas dan mencari keberadaan Brian, dan saat sudah menemukannya dia langsung menarik kakak kelasnya itu ke parkiran motor dan mengarahkan Brian menuju rumahnya.

Ya, gadis itu sengaja menghindari Abi, karena dia tau apa yang akan cowok itu lakukan jika menemukan dirinya dan Brian bersama. Tapi tentu saja, dia sudah mengabari Abi lewat chat bahwa dia sudah sampai di rumah.

Namun Ava tetap tidak bisa menutupi kekhawatirannya. Seperti saat ini, sejak 30 menit yang lalu tak ada kata apapun yang keluar dari mulut gadis itu, hanya suara Brian yang mendominasi seisi ruangan, menjelaskan secara rinci jawaban dari soal kimia milik Ava.

"Va?" panggil Brian yang telah menyadari bahwa cewek berambut pendek di depannya ini sedang tidak fokus.

Mata Ava yang sebelumnya menatap ke atas kertas dengan tatapan kosong seketika mengalihkan pandangannya ke arah Brian. "Ya?"

"Are you okay?" tanya Brian dengan raut wajah khawatir.

Tak perlu waktu panjang, Ava mengangguk. Dia tersenyum semu. "Iya, gapapa kok. Pusing aja liat soal segini banyak."

"Kalo lo pusing istirahat aja, biar gue yang kerjain tugas lo," ucap Brian masih dengan kekhawatirannya.

Gadis itu menggeleng, "Nggak-nggak gue gapapa beneran."

"Tapi raut muka lo bilang lo kenapa-kenapa, Va. Apa mau gue beliin obat? Atau gue bikinin teh manis?" tanya Brian yang malah bertingkah seperti sang pemilik rumah.

Ava kembali menggeleng, kali ini diiringi oleh tawa renyah. "Brian I'm okay, seriously. Lagipula ini rumah gue, kalo gue mau apa-apa bisa ngambil sendiri."

Cowok jangkung itu mengangguk seraya tertawa kecil dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Lupa akan posisinya sebagai tamu saat ini. Kemudian mereka kembali sibuk dengan lembaran kertas yang dipenuhi puluhan soal di atasnya. Sejenak, Ava lupa dengan kekhawatirannya.

Tak ada orang lain selain Ava dan Brian di rumah ini, karena kedua orang tuanya sedang menemani Tyo mengikuti kegiatan study tour yang diadakan oleh sekolahnya.

Suasana tetap damai, tenang dan tentram sampai pintu utama berwarna putih itu tiba-tiba terbuka lebar. Dan kekhawatiran Ava akhirnya benar terjadi, Abi tetap menjadi pria sejati yang menepati ucapannya.

Berbeda dengan Ava yang meringis dan menundukkan kepalanya, Abi dengan santainya masuk seraya mengangkat dagunya dan menatap Brian dengan tatapan permusuhan.

Cowok itu berjalan dengan tingkat percaya diri maksimal ke ruang tengah dimana Ava dan Brian berada. Lalu dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk berwarna kuning, tanpa mengindahkan tatapan terkejut dan juga kesal yang dilontarkan Brian kepadanya.

Saat ini posisi Abi berada lebih tinggi dari Ava dan Brian, karena mereka berdua lebih memilih untuk duduk di atas lantai yang berbalut karpet agar lebih nyaman tanpa harus menunduk saat mengerjakan soal.

"Ngapain lo di sini?" tanya Brian dengan nada tak suka.

Tanpa mengubah posisi dagunya yang tetap terangkat, Abi menatap Brian sinis. "Mau bantuin Ava lah! Pake nanya lagi!"

Brian menaikkan sebelah alisnya seraya tertawa mengejek. "Emang bisa?"

"Lo ngeremehin gue? Ngga tau kalo IQ gue 11 12 sama Albert Einstein?" ucap Abi tak mau kalah.

Prank CallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang