9. Cerita di Kala Hujan

143 64 149
                                    

Author POV

***

Hembusan angin yang semakin kencang memainkan helaian rambut cowok di depannya ini, mengikuti kemana arah angin akan membawanya.

Ava terdiam, bertanya kepada hatinya tentang kalimat yang baru saja Abi ucapkan tadi. Berharap sang hati dengan cepat menjawab 'Tidak' tanpa harus berpikir panjang.

Apa yang dirasakan gadis itu terhadap Abi sangat samar. Di satu sisi dia baru pernah bertemu dengan cowok yang membuat emosinya membludak pada satu waktu namun beberapa menit setelahnya dia bisa akur kembali dengan cowok itu tanpa ada rasa kesal sedikitpun.

Abi memanglah seorang cowok yang menyebalkan, sangat. Namun tanpa Ava sadari keduanya memiliki begitu banyak kesamaan dan entah mengapa berada di sisi cowok itu membuat Ava nyaman.

Tapi di sisi yang lain dia tidak akan memperbolehkan hatinya membiarkan seorang Abi masuk. Dia sudah pernah merasakan sakitnya diberi harapan palsu oleh seseorang dari masa lalunya. Dia tidak ingin merasakan sakit itu lagi saat kenyataan tidak sesuai harapannya. Apalagi Abi adalah seorang cowok yang sering bergonta-ganti perempuan.

Itulah alasan utama, sifat Ava yang begitu dingin terhadap siapapun yang berusaha mengetuk pintu hatinya.

"Va? Jawab dong!" ucap Abi seraya melambaikan tangannya di depan wajah Ava. Sontak gadis itu kembali tersadar dari lamunannya.

Ava baru berniat membuka mulutnya, namun tiba-tiba rintik hujan jatuh mengenai kulitnya. Lalu tak lama sang hujan mengajak seluruh pasukannya dan menyebabkan langit menumpahkan air ke bumi.

Untuk pertama kalinya Ava berterimakasih kepada hujan karena turun di saat yang sangat tepat. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Abi.

Sontak keduanya langsung menaiki motor dan berlari ke cafe yang berada di samping SPBU untuk berteduh saat Abi telah memarkirkan motornya.

Tak ada percakapan apapun diantara mereka. Baik Ava maupun Abi, keduanya sibuk memeras pakaiannya yang terkena air hujan.

Setelah selesai, Ava memutuskan masuk ke dalam cafe, berniat untuk membeli sesuatu yang dapat menghangatkan badannya. Tentu saja Abi mengekorinya di belakang.

Mereka bagai induk ayam dan anaknya yang berjalan dengan satu baris, padahal jalan di sebelahnya masih agak luas tapi Abi memilih untuk berjalan tepat di belakang Ava.

Saat Ava membuka pintu itu, matanya menemukan seorang cowok dengan jaket berwarna krem yang menyelimuti kaus putih polos di dalamnya. Sontak manik mata mereka bertemu. Melihat cewek yang di depannya ini, cowok itu tersenyum. "Avasha?"

"Brian?" Dan lagi, gadis itu tertular oleh senyuman maut seorang Brian.

Bahkan Ava sendiri tidak paham bagaimana perasaannya terhadap si ketua OSIS tersebut. Entah rasa suka yang sesungguhnya atau hanya perasaan kagum semata. Yang jelas tiap melihat kedua ujung bibir Brian tertarik membentuk senyuman, gadis itu tidak akan bisa menahan dirinya untuk tidak melakukan hal yang sama.

"Lo ngapain di sini?" tanya Brian dengan nada halus dan lembut.

"Nih abis bayarin bensin si mony-" Ava menggeleng, mencoba menjaga tata bahasanya, "Si Abi," ucapnya mengoreksi.

Brian mengangguk tanda mengerti, pandangannya beralih ke seorang cowok berambut hitam di belakang Ava yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu.

Abi mengangkat dagunya setinggi-tingginya sampai matanya memicing, menatap Brian dengan tatapan menantang sekaligus permusuhan.

Melihat kelakuan cowok yang merupakan adik kelasnya ini, Brian sontak mengerutkan dahinya heran. Berpikir apakah ada yang salah dengan sistem saraf cowok di depannya ini.

Prank CallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang