Tetapi Evie tau pasti apa yang menyebabkannya tak sadarkan diri. Tentu karena benturan hebat itu tak sampai mempengaruhi otak maupun ingatannya. Dia tau saat itu Bobby ada disana, bersandar pada dinding dan mulai menyapanya dengan sapaan yang jauh dari kesan ramah. Bahkan menurut Evie ini bukanlah sapaan.
"Masih hidup kamu?". Seru Bobby dengan senyum menyeringai yang menakutkan. Evie hanya menundukkan kepalanya menatap tangannya yang terkena spidol merah sehabis membantu ponakan-ponakannya bermain dengan kertas gambar. Seperti darah, batin Evie sambil menelan ludah.
"Ditanya diem aja! Masih idup lo?!". Kini suara Bobby semakin keras sehingga membuat Evie tersentak kaget.
"Aku masih hidup ka". Jawab Evie gemetaran. Wajahnya tetap tertunduk.
"Nah bagus dong. Gue kira lo gagu". Tentu saja Bobby berani berteriak seperti itu, jarak dari kamar mandi dan tempat keluarga berkumpul cukup jauh. Tapi ketika berbicara didalam kamar mandi suaranya akan bergaung kemana-mana.
Sebenarnya saat itu Evie ingin menangis, menangis sejadi-jadinya. Tetapi dia juga ingin jadi gadis yang kuat dan tahan banting. Menghadapi kakak semacam itu bukanlah perkara mudah. Seorang kakak yang lebih menginginkan adiknya mati daripada tetap bernapas lega. Evie tak tau jelas alasannya, apa karena dia gagal menjadi anak bungsu sehingga rasa bencinya kepada Evie tak bisa terelakkan. Disaat orang lain memanggil Bobby si anak bungsu dari keluarga Zainal Agung yang kaya raya. Semua keinginannya dipenuhi, dia hidup dengan penuh kasih sayang dan dimanja secara berlebihan. Kehidupannya saat itu sangat bahagia dan berlimpah kemewahan. Tetapi kebahagian itu tak bertahan lama, ketika Bobby berusia 7 tahun, ibunya mengandung adik bayi untuknya. Bukannya senang, Bobby malah membenci bayi itu bahkan sejak usia kandungan ibunya baru menginjak 5 bulan. Ditambah lagi komentar orang-orang yang mengatakan kepadanya bahwa dia bukan lagi anak bungsu dari keluarga kaya raya, bukan lagi pewaris tahta keluarga yang akan menjadi pria idaman para gadis. Saat itu dia semakin murka, dan secara tak langsung dia sudah mengibarkan bendera perang dengan adiknya sendiri.
Kelahiran Evie didunia disambut hangat oleh semua orang, semua orang bersuka cita bahkan selamatan 40 hari kelahirannya ditandai dengan pesta rakyat. Semakin besar gadis itu semakin dicintai orang-orang. Wajahnya yang cantik dan tubuh yang tinggi semampai membuat semua laki-laki yang mengenalnya sangat menyukainya. Meskipun begitu dia mau berteman dengan siapa saja, tak peduli kaya atau miskin. Sikap Bobby juga tak kalah baiknya didepan orang lain, dia menjelma menjadi pemuda yang gagah dan tampan disertai berbagai prestasi dibidang akademis maupun non-akademis. Bobby benar-benar menjadi idaman semua gadis didunia. Tapi ketika berhadapan dengan Evie, sifatnya berubah 360 derajat, dia menjadi pria yang menakutkan bahkan siap menerkam sewaktu-waktu.
Masih hangat dibenak Evie ketika mereka berlibur ke Amerika, saat itu tengah musim dingin dan mereka memilih bermain Ice Skating diatas danau kecil yang permukaannya membeku dengan sepupu mereka, Mark. Evie yang belum terlalu mahir berjalan diatas es didorong oleh Bobby sekuat-kuatnya hingga Evie terjerembab kedalam retakan es sehingga bagian bawah tubuhnya terendam air. Mark berteriak dan berusaha keras menarik tubuh Evie dari dalam air sambil memarahi Bobby didepan orang banyak.
"What are u doing??!! She's gonna die!!! Are you crazy hah??!!". Omel Mark penuh emosi.
Tapi Bobby hanya menjawabnya enteng sambil mengangkat kedua belah pundaknya. "Just a little accident. She will be ok".
Mark semakin marah dan tidak percaya akan kelakuan sepupunya itu. Sumpah serapah keluar dari mulut Mark bagaikan air yang tak mampu dibendung. Bobby hanya tersenyum kecil melihat tingkah Mark sehingga membuat Mark lelah menyumpahinya karena tak menimbulkan efek apa-apa. Bobby bahkan tak membantunya menyelamatkan Evie, hanya diam berdiri, tangannya dia masukan kedalam saku jaketnya dan hanya menonton.
"Something wrong with your brain". Ujar Mark dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah dibantu banyak orang dan petugas pemadam kebakaran akhirnya Evie bisa dikeluarkan dari retakan yang menjepitnya. Tubuhnya hampir membeku dan langsung dilarikan kerumah sakit agar segera mendapat pertolongan medis . Pada saat itu juga Mark tau bahwa sepupunya ini sangat tak menyukai adiknya sendiri. Dia menceritakan kejadian ini pada kedua orang tuanya tetapi mereka tak percaya. Karena Bobby bersikap sangat baik kepada adiknya itu didepan orang-orang. Sehingga Mark lebih memilih memendamnya sendiri.
---
"Kenapa tangan lo tuh, ko merah-merah?". Tanya Bobby mengacu pada tangan Evie yang penuh noda spidol.
"Ini spidol kak".
"Kayak darah, cepet cuci. Atau kamu pengen liat darah yang aslinya?".
Mendengar kata-kata kakaknya itu Evie langsung berlari kekamar mandi. Tak perlu waktu lama karena noda spidol itu bisa langsung hilang setelah disiram air dan digosok-gosok sedikit. Evie menekan tutup botol sabun untuk mencuci tangan tetapi sabunnya habis sehingga Evie hanya membasuhnya dengan air. Perasaannya saat itu sangat tidak enak dan ingin cepat-cepat pergi. Akan tetapi kini Bobby sudah ada tepat dibelakangnya entah sejak kapan dan mulai membisikan sesuatu ditelinga adiknya itu.
"Kamu mau lihat darah? Tapi kayanya kamu gak bakal sempet deh liat darah kamu sendiri".
Evie menggigit bibir bagian bawahnya dan mulai gemetaran. Baru dia menyadari kenapa disekitar sini sangat sepi hanya ada dia dan kakaknya yang nenakutkan ini, kemana orang-orang. Ketika Evie membuka mulutnya hendak berteriak, Bobby langsung menjambak rambutnya dan menbenturkan kepalanya dengan sekuat tenaga ke dinding bak mandi hingga kepalanya memantul dan mengenai ujung bak yang cukup lancip. Hal itu memunculkan bunyi debugan yang nyaring. Bobby tersenyum puas ketika melihat darah mulai mengalir dari kepala adiknya yang menggelepar dilantai kamar mandi.
"Mati juga kau akhirnya".
Saat itu juga dia mendengar langkah kaki datang mendatangi tempatnya. Adiknya sudah tak menggelepar lagi. Dia pasti mati, pikirnya dalam hati. Lalu segera pergi keluar ruangan, berlari melewati kebun kecil dan mengambil posisi paling aman dan nyaman di pinggir kolam ikan, bahkan dia memejamkan matanya agar orang-orang yang melihatnya mengiranya sedang tertidur pulas sedari tadi.
Bobby dibangunkan oleh Dono si pengurus kebun, dengan sedikit menguap dan mengusap-usap matanya sebagai tanda bahwa dia sudah tertidur berjam-jam, dia menanyakan apa yang terjadi.
"Itu, non Evie jatuh di kamar mandi".
Dengan sigap dia berdiri lalu mulai berlari sambil memanggil-manggil nama adiknya itu. Dia melihat keadaan adiknya itu lagi, hanya untuk memastikan apa adiknya sudah meninggal atau belum sambil tetap mempertahankan sandiwaranya. Sudah terdapat banyak orang disini, Ayah, Ibu, Kak Tari dan suaminya bahkan kedua keponakannya pun ada. Tak lama kemudian dia langsung keluar ruangan, ketika orang-orang mulai bertanya mengapa dia tidak masuk kedalam dia menjawab dengan isakan tangis yang cukup meyakinkan.
"Aku tak kuat melihatnya. Harusnya aku yang terpeleset, kenapa Evie?"
Dia berpura-pura menyalahkan dirinya didepan orang lain yang tentu saja orang-orang menaruh simpati padanya. Aktingnya berhasil, dan dalam hatinya dia tertawa sejadi-jadinya.
Tetapi apa yang terjadi? Seseorang mulai berseru bahwa Evie masih hidup dan harus segera dibawa kerumah sakit. Hatinya kembali memanas, senyum yang dia sembunyikan sedari tadi mendadak hilang dan digantikan dengan gertakan gigi. Bobby belum pernah melakukan kegagalan dalam segala hal yang dia lakukan. Bisa dibilang itu adalah kegagalan pertama sekaligus terbesar dalam sejarah hidupnya.
---

YOU ARE READING
DREAM
Mystery / Thriller"Menyukai berarti membunuh, mencintai berarti membunuh, menyayangi berarti membunuh, mengasihi berarti membunuh". Kutukan apa yang melarangnya merasakan hal yang manusiawi? Bagaimana cara ia menghadapinya?