Evie merasa tak enak badan hari ini, mungkin karena perubahan musim ekstrim dari musim hujan ke musim kemarau. Tapi ia tetap memaksa untuk masuk ke kantor, bekerja seperti biasanya. Ia tak mau lepas tanggung jawab begitu saja.
Dikantor keadaannya tak berbeda jauh. Ia hanya duduk dikursinya, kepalanya terasa berat, sesuatu bergejolak didalam perutnya dan membuatnya mual-mual. Natalie bangkit dan menepuk pundaknya lembut.
"Kau sakit?"
"Tidak," jawab Evie dengan pelan. Berusaha keras mengangkat kepalanya agar bisa menatap Natalie. "aku tak apa-apa."
"Ya tuhan, tidak. Kau sakit. Wajahmu pucat sekali. Kau masih bisa berjalan? Ku antar kau ke klinik." ajak Natalie.
"Tak perlu. Aku hanya..." Evie tak mampu meneruskan kata-katanya. Ia mengusap keningnya, meraba-raba titik pusat nyeri tapi tak ditemukan. Saat itu pula James dan Wood masuk kedalam ruangan. Keduanya berhambur menuju meja kerja Evie.
"Dia kenapa Natalie?" tanya James penuh khawatir.
"Dia sakit." jawab Natalie. Tangannya meraba keningnya. "Demam."
"Ini tak bisa dibiarkan."
Ia tahu yang terakhir itu suara Wood, ia juga merasakan seseorang mengangkat tubuhnya dan menggendongnya. Tapi kesadarannya sedikit demi sedikit mulai lenyap, pandangannya menjadi gelap. Dia tak tau apa yang terjadi setelahnya.
---
Ia terbangun disebuah kamar yang jauh lebih luas dibanding kamarnya. Diatas sebuah ranjang besar, dengan sprai sutra dan selimut wol dengan warna lembut. Ia melihat sekeliling tapi tak menemukan siapa-siapa. Ia juga tak tau ia sedang berada dimana. Tiba-tiba dia mendengar seseorang berbicara dari luar kamar.
"Batalkan jadwal untuk hari ini. James."
"Tak bisa Mr. Wood. Ada jadwal pertemuan CEO di Washington, ini sangat penting dan anda harus menghadirinya."
"Tapi James, aku tak bisa meninggalkannya."
"Ada Natalie, ada tim dokter juga, mereka bisa merawatnya dengan baik. Ia hanya sakit demam biasa."
"Sakit tetap sakit, sama saja menurutku!"
Evie memegang kepalanya yang sudah tak terlalu pusing. Mengulurkan kedua kakinya keluar dari selimut. Kakinya yang hangat seakan tertusuk ketika menyentuh lantai marmer yang dingin. Ia berdiri lalu berjalan menuju pintu.
Wood menoleh ketika ia membukanya, keduanya sedang duduk bersama disofa yang beralaskan karpet lebar dengan secangkir teh dihadapan masing-masing. Wood bangkit lalu membantunya berjalan.
"Kau harusnya banyak istirahat." katanya ketika Evie baru saja duduk.
"Aku harus bekerja."
"Tak perlu khawatirkan hal itu. Ada James, ia menangangi semuanya."
Evie menatap James dan tersenyum. "Terima kasih James."
"Tak perlu sungkan, itulah gunanya rekan kerja." ujar James. "Oh iya Gina. Kau mau secangkir teh?"
Evie mengangguk perlahan lalu James mengambil cangkir kosong lalu menuangkan teh kedalamnya dari teko kecil hingga penuh. James menggesernya perlahan kearah Evie. Evie melingkarkan tangannya disekeliling cangkir ketika teh itu sampai didepannya. Hangat.
Saat itu pula, pintu besar dibelakangnya terbuka dan tiga orang menyeruak masuk kedalam. Mereka adalah Natalie, Mr. Derreck dan Bobby. Wood bangkit dan meminta mereka menempati sofa yang kosong.
Mr. Derreck duduk disamping Wood, Natalie berdampingan dengan James dan Bobby duduk disebelah kirinya. Ketika lengan mereka bersentuhan, seluruh tubuhnya terasa bergetar aneh.

YOU ARE READING
DREAM
Misteri / Thriller"Menyukai berarti membunuh, mencintai berarti membunuh, menyayangi berarti membunuh, mengasihi berarti membunuh". Kutukan apa yang melarangnya merasakan hal yang manusiawi? Bagaimana cara ia menghadapinya?