Perjanjian

426 47 0
                                    

"Apa maksud ayah?". Tanya Ibunya tidak sabar.

Dengan mengerahkan seluruh keberanian yang dimiliki, akhirnya ayahnya mulai berbicara.

"Saat itu ayah sudah putus asa atas keadaanmu. Ayah mengambil jalan pintas". Ayahnya memulai. Semuanya diam.

"Ayah menemui dukun yang dikebal sangat hebat. Dia bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Ayah berbicara kepadanya mengenai keadaanmu. Ia menyanggupi tapi efeknya sangat berat. Dan meminta tumbal nyawa. Ayah saat itu gelap mata, tanpa berpikir panjang ayah menyetujui bahkan memaksanya agar bisa cepat-cepat memulai. Dia sudah memperingatkan kepada ayah berkali-kali. Tapi ayah terlalu keras kepala". Ayahnya mengangis sesenggukan.

"Tumbal nyawa?". Tanya Evie.

"Ya. Membangunkan orang dari koma adalah hal cukup sulit menurutnya. Bahkan dokter mendiagnosa kau akan tetap berbaring selama tiga tahun kedepan karena kerusakan parah dikepalamu. Ayah dan dukun itu melakukan perjanjian dengan setan, dan bayarannya tidaklah mudah. Ia meminta tumbal nyawa. Nyawa orang yang dekat denganmu secara fisik sekaligus psikis dan kau akan diperlihatkan bagaimana ia mengambil nyawa orang-orang yang sangat dikasihi olehmu melalui mimpi. Tapi bagaimanapun juga, sekeras apapun kau bergerak cepat. Bila kau sudah bermimpi mengenai kematian mereka. Itu akan terjadi tak lama lagi". Ayahnya diam.

"Siapa lagi orang yang kau sayangi setelah Eric dan Kak Tary. Sekarang. Kutau bahwa nyawa kami sedang terancam". Bobby mulai mengusik hatinya yang kalut. Eric, Kak Tary, Ibu, Ayah, Delon, Risa..

"Aku menyayangi kalian semua. Apa yang harus kulakukan".

"Kurasa kau harus pergi dari sini". Gumam kakak iparnya.

Ibu dan ayahnya diam saja.

"Ya kau memang harus pergi jauh dari kami". Tanbah Regi.

"Ayah, apa tak ada cara agar menghentikan semua kutukan ini?". Tanya ibunya. Ayahnya menggeleng.

"Ayah mendengar kabar bahwa dukun itu sudah meninggal karena serangan jantung".

Bagai disambar petir. Evie mulai menangis, ia ingin tetap disini bersama keluarganya. Tetapi jika ia terus berada disini, nyawa keluarganyalah yang akan jadi taruhannya.

"Kutukan itu akan terus ada sampai akhir hidupmu". Tambah ayahnya dengan suara yang parau.

Seumur hidup?. Menyukai berati menbunuh, menyayangi berarti membunuh. Dia merasa syok lalu pergi berlari ke kamarnya. Mengunci diri. Ia mendengar semua orang meraung diluar sana. Ia masih tak percaya, kenapa ayahnya begitu gegabah sehingga secara tak langsung menghancurkan hidupnya.

Benar, dia memang harus pergi. Ia mulai membereskan barang-barang yang ia perlukan kedalam tas ransel besar. Ia hanya membawa uang dan kartu atm agar ia bisa menggunakan uang hasilnya menabung bertahun-tahun. Ia memakai celana jeans gelapnya, kaus dan hoodie yang agak kebesaran dan sepatu conversenya. Dia sudah bertekad akan melarikan diri. Kemana pun kakinya melangkah. Menjelang jam 10 malam, ia keluar diam-diam dari jendela kamarnya. Melangkahkan kakinya keluar dan berjalan menuju bagian-bagian yang gelap. Ia tau ini keputusan yang benar. Dia terus berjalan selama hampir dua jam. Sekarang ia mulai letih dan ngantuk. Akhirnya ia bermalam disebuah hotel melati dipinggir jalan. Cukup nyaman, pikirnya. Yang penting dia bisa tidur, dan merebahkan tubuh dan kakinya yang kelelahan. Besok pagi-pagi ia harus melakukan perjalanan jauh.

Tanpa menunggu lagi, Evie menarik selimut menutupi tubuhnya. Sangat nyaman, bahkan lebih nyaman daripada tidur dikamarnya sendiri dirumahnya. Ia terlelap, terlelap dengan senyum dibibirnya.

DREAMWhere stories live. Discover now