Happy Reading
***
Tanpa menunggu hujan reda, Fabian membawa Nara pulang, di perjalanan Nara memeluk perut Bian erat, antara dingin dan senang, hatinya merasa senang sekaligus tidak percaya jika sekarang ia bisa melawan rasa takutnya.
Bahkan tubuhnya tidak merasakan sakit ketika terkena air hujan langsung. biasanya Nara akan merasakan sakit di sekujur tubuhnya bersamaan bayangan sang Ibu.
Nara menatap Fabian dari balik spion, dalam hati ia sangat berterima kasih dengan Fabian yang berhasil membuatnya melawan rasa takutnya terhadap hujan.
Sesampainya di apartemen, Fabian dan Nara membersihkan badan mengganti baju yang basah.
Kini mereka tengah duduk saling berhadapan di atas karpet berbulu tebal. Dengan telaten Bian mengusap kepala Nara dengan handuk. Wajah yang berseri tidak luntur dari keduanya. Mereka masih tersenyum apalagi mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
"Bian, kenapa lihatin aku terus sih," gerutu Nara merasa malu jika terus-terusan di tatap Fabian.
Bian mengalungkan haduk di lehernya, menopang dagunya di tangan kirinya. "Aku senang aja, kamu sudah berhasil lawan trauma itu. Ternyata apa yang aku harapan bisa terwujud, dan semoga seterusnya akan seperti ini." Nara mengangguk tersenyum manis pada Bian.
"Iya Bian, aku juga mau bilang makasih sama kamu, karena kamu. Aku bisa menghilangkan rasa takut aku," Nara mengangkat tangannya, memperhatikan tangannya yang sudah tidak ada luka sama sekali. Jari-jarinya bisa mulus seperti dulu lagi, tidak ada lagi plester yang menutupi jari mungilnya.
"Aku benar kan? Kalau semua itu bisa berhasil, hanya nunggu waktu yang pas. Yang terpenting jangan menyerah, kematian bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah," Bian menghela napas ia menundukkan kepalanya. "Meskipun aku pernah buat seseorang mengakhiri semuanya dengan kematian," ujar Bian lirih.
Usapan lembut terasa di pipi cowok yang sedang mengenakan kaos putih tersebut, ketika ia mendongak wajah Nara ketika tersenyum membuatnya tenang. "Jangan di ingat, kamu sendiri yang bilang kan? Kalau masa lalu yang kelam jangan di ingat, meskipun sulit. Tapi kita harus bisa hidup maju tanpa bayangan masa lalu." Bian mengangguk setuju.
"Benar, masa lalu aku mungkin membuat seseorang berakhir dengan kesedihan. Tapi di masa depan aku, akan buat seseorang itu selalu bahagia tanpa ada kesedihan, dan itu kamu Nara Sifabella." mereka saling pandang tersenyum manis memperlihatkan betapa mereka saling menyayangi.
"Gimana, kalau besok kita datang ke kuburan Karin, kita doain dia." ajak Nara yang langsung di angguki setuju oleh Fabian.
"Kamu sudah nggak pernah berantem lagi kan sama Evan?" mendengar nama itu membuat Fabian mendengus kesal.
"Hampir setiap hari dia cari masalah sama aku, tapi aku cuek. Males ladenin berandalan kayak dia,"
"Bukan cuma Evan aja yang bikin aku kesal, tapi cewek-cewek juga yang suka tebar pesona." keluh Bian menceritakan kegiatannya saat di sekolah.
"Cewek. Siapa dia?" tanya Nara bernada tidak santai.
Bian mengulum senyum lalu memicingkan matanya. "Kenapa? Cemburu ya?" goda Bian.
Nara mendelik dan menjadi gugup. "Ng-nggak, aku nggak cemburu. Dari dulu kan emang kamu suka di dekati cewek. Jadi ya, nggak apa-apa." Fabian tidak tahan lalu ia tertawa terbahak karena merasa lucu saat Nara cemburu dan juga memerah pipinya yang tengah ia goda.
KAMU SEDANG MEMBACA
BianNa (Fabian & Nara) END
Novela Juvenil°ᴘʟᴇᴀꜱᴇ ᴅᴏɴ'ᴛ ᴄᴏᴘʏ ᴍʏ ꜱᴛᴏʀʏ° Nara Sifabella, Gadis cantik yang mengalami sebuah trauma, Membuatnya memiliki Phobia terhadap hujan. Ia akan melukai tubuhnya ketika hujan datang. Dengan begitu rasa sakit dan ketakutnya akan menghilang. Namun perlahan...