Happy Reading
***
Fabian yang masih memeluk Nara, melihat dua orang bertubuh besar tegap dengan baju seragam berwarna hitam tengah mengawasi dirinya bersama Nara. Dua orang itu adalah suruhan dari Papanya.
Bian tersenyum miring, untuk apa masih menyuruh dua cecunguk itu mengawasinya, bukankah dirinya sudah di buang.
Cowok itu melepas pelukannya lalu tangannya merapikan rambut Nara yang sedikit berantakan karena angin dan juga usapan dari tangannya tadi. Ia memandang wajah cantik Nara yang juga menatapnya. "Kenapa?" tanya Nara heran.
"Nggak apa-apa, senang aja. Bisa lihat wajah cantik kamu, cuma cowok bodoh di sekolah kita dulu yang bilang kamu jelek." Nara terkekeh pelan.
"Kamu pasti juga, ngaku! Iya kan?" tuding Nara. Menunjuk kearah wajah cowok itu.
Bian terlihat seolah berpikir. "Ehm. Pernah nggak ya?" katanya sambil menyipitkan mata.
"Pernah sih."
"Tuh kan,"
"Berarti aku bodoh dong!" ujar Bian baru tersadar. Nara tertawa keras sampai menutup mulutnya.
Bian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tersenyum kecut. Namun ada rasa senang bisa melihat tawa gadis di depannya.
Fabian melihat dua orang itu yang masih berdiri di tempat yang sama. "Kita pulang yuk, ada tugas dari Om Harris." Nara mengerenyitkan kening.
"Tugas apa?"
"Beres-beres rumah," jawabnya lalu turun dari ayunan bulat tersebut, dan juga memegangi tangan Nara ketika gadis itu turun.
Bian memang ingin mengajak Nara pulang ke apartemen bukan hanya karena ingin menghindar dari orang-orang itu. Namun Om Harris memang mengirim pesan jika apartemennya masih berantakan belum sempat di bersihkan, tapi apa yang Fabian perlukan semua sudah ada.
Saat Bian sudah melajukan motornya, ia melihat lewat kaca spion orang-orang itu mengikutinya, namun Bian santai. Toh menghindar juga percuma, karena pasti akan ketemu juga.
Di basemen apartemen Fabian memarkirkan motornya. Saat membantu Nara untuk melepaskan helmnya matanya melirik kearah orang itu. Namun ketika mereka sadar jika anak bosnya ini tau keberadaan mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi.
"Bian, kamu lihat apa?" tanya Nara lalu mengikuti ke mana arah pandang Bian.
Namun belum sempat melihat apa yang Bian lihat, cowok itu menarik lembut pipi gadis itu agar menghadap kearahnya. "Nggak ada apa-apa, cuma orang lewat." ia tidak ingin Nara tau jika ada orang suruhan dari Papanya.
"Yuk kita lihat apartemen Om Harris," ajaknya lalu menggandeng tangan Nara.
Mereka naik lift menuju lantai sepuluh. Keluar dari lift Bian segera mengeluarkan kunci dan menekan password yang sudah Bang Fadil beritahu.
Ketika sudah masuk, mereka sedikit tercengang saat melihat keadaan apartemen itu. "Ya Ampun Om, ini rumah atau kapal pecah, berantakan banget." gerutu Bian saat sudah melihat kondisi apartemen Omnya ini.
Fabian berbalik memandang Nara yang masih di dekat pintu. "Nara." panggilnya.
"Iya?"
"Sepertinya kita harus kerja bakti ini!" gerutunya. Nara terkekeh lalu mengacungkan jempolnya.
Fabian membagi tugas, dirinya yang bagian ngepel dan menyapu, sementara Nara merapikan dan menata tepat yang sedikit berantakan.
Nara tertawa kecil, ketika melihat cowok yang sudah mengganti sweaternya menjadi kaos berwarna hitam itu, tampak kesulitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BianNa (Fabian & Nara) END
Fiksi Remaja°ᴘʟᴇᴀꜱᴇ ᴅᴏɴ'ᴛ ᴄᴏᴘʏ ᴍʏ ꜱᴛᴏʀʏ° Nara Sifabella, Gadis cantik yang mengalami sebuah trauma, Membuatnya memiliki Phobia terhadap hujan. Ia akan melukai tubuhnya ketika hujan datang. Dengan begitu rasa sakit dan ketakutnya akan menghilang. Namun perlahan...