🌸 Saling membutuhkan 🌸

451 39 1
                                    



^Happy Reading ^



***


Nara merasakan kenyamanan yang sangat luar biasa dari cowok tampan berkulit putih, dan memiliki senyum manis ketika tersenyum, seseorang yang sama sekali tidak ia sangka jika dia bisa mendapatkan pelukan darinya.

Gadis itu sudah lebih baik ketika hujan reda, dan dengan setia Fabian memeluknya mengusap punggung dan juga kepalanya, Nara melepaskan pelukannya saat ia sudah merasa baik. "Lo udah baikkan?" Nara mengangguk memberi senyum pada Bian.

Bian ikut tersenyum lalu mengusap kepala gadis itu. "Makasih," Bian terkekeh.

"Akhirnya lo sekarang sering ngomong makasih sama gue, kemarin-kemarin kemana aja?" ledeknya. Nara menatap Bian sebal.

"Iya, gue tau. Maaf soalnya gue bingung mau ngomong apa sama lo!"

"Bingung atau takut baper, kalau lo ngomong sama gue?" Nara mendongak seolah bertanya bagaimana Bian tau jika ia menghindar untuk berbicara dengannya, agar perasaannya tidak ketahuan.

"Bian gue boleh tanya sesuatu sama lo?"

"Tentang?" Nara tampak ragu namun ia memang ingin tau.

"Lo tau dari mana, kalau gue selama ini. Punya perasaan sama lo?" Bian tidak merespon, cowok itu justru memandang mata gadis di depannya ini.

"Gue mau jawab asal lo, mau cerita juga. Kenapa lo bisa punya phobia itu, dan memiliki kebiasaan buruk." Nara mendelik tidak menyangka Fabian akan mengatakan itu.

Nara mulai gelisah, ia meremas tangannya sendiri. Matanya terlihat memandang tak tentu arah. "Kalau lo nggak mau cerita, nggak apa-apa. Gue siap kapanpun lo mau cerita."

Nara memandang Bian yang terlihat tenang. "Gue tau tentang lo baru-baru ini. Dari anak buah yang gue suruh. Jujur gue risih kalau ada sesuatu di meja gue. Apalagi kalau apa yang gue dapat, bukan hal yang gue suka.

"Tapi satu yang buat gue heran, dari banyaknya hadiah yang gue dapet dari cewek-cewek di kelas. Hadiah yang isinya cuma satu roti. Bikin gue penasaran." Bian memajukan wajahnya. "Dan ternyata itu dari lo," bisiknya tepat di depan Nara.

"Maaf," Nara merasa bersalah.

"Maaf untuk?" Bian menaikkan alisnya.

"Maaf, kalau gue buat lo nggak nyaman. Dan maaf karena belum bisa cerita tentang masalah gue dulu." Bian memberi senyum pada Nara.

"Nggak apa-apa, gue siap. nunggu sampai lo mau cerita," Bian diam sejenak. "Dulu memang gue nggak nyaman, tapi sekarang beda. Karena sama lo gue bisa merasakan kenyamanan itu," Nara memandang tidak percaya pada Bian.

Bian mengalihkan pandangannya ke jendela untuk melihat cuaca di luar. "Syukurlah, hujannya sudah berhenti." Cowok itu menoleh lagi memandang Nara. "Lo udah nggak takut?" Nara menggeleng pelan.

"FABIAN!" teriak seseorang dari luar kamar.

Fabian tau suara siapa itu. Bian dan Nara saling pandang. Gadis itu seolah bertanya ada apa pada cowok yang menatapnya datar. "Lo tunggu sini, jangan keluar. Kalau nggak gue suruh," perintahnya, Nara mengangguk menurut.

Fabian mulai meninggalkan Nara dan menemui seseorang yang sudah berada di ruang tamu.

Bian terlihat santai bahkan cowok itu kini bersandar di dinding dengan kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. "Benar dugaan Mama, kamu nggak pernah pulang. Ternyata ada di sini!" dia adalah Mamanya. Yang baru tiba langsung marah-marah karena putranya tidak pernah pulang kerumah.

BianNa (Fabian & Nara) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang