🌸 Demi Fabian 🌸

408 33 1
                                    




^Happy Reading ^




***

Apa yang sudah biasa kita lakukan dan menjadi kebiasaan pastilah sulit untuk kita tidak melakukannya lagi. Apa lagi jika hal tersebut sudah di lakukan bertahun-tahun.

Dan itulah yang di alami oleh Nara Sifabella. Memang benar akhir-akhir ini, dia sudah tidak terlalu melukai dirinya sendiri karena Fabian. Namun ketika cowok itu tidak ada, Apalah daya Nara yang tetap melakukannya.

Seperti saat ini. Ketika hujan deras datang bersamaan dengan guntur. Nara bergetar menahan takut, ia sudah berusaha melakukan apa yang biasa Bian perintahkan. Tapi tetap saja bayang-bayang masih muncul di benaknya. Nara mulai melukai lehernya dengan pisau dapur, gadis itu melakukannya tanpa ada rasa sakit. Pandangannya kosong. Bibirnya terus bergumam tidak jelas. Air matanya pun sudah membasahi pipi putihnya.

Brak!

Terdengar suara pintu di buka secara paksa dari luar. "NARA!" bentak Bian dan segera menghampiri Nara yang duduk di lantai dapur dengan pandangan kosong. Tangan kanannya masih berada di leher yang menggenggam pisau dapur.

Fabian merebut pisau itu dan melemparnya ke sembarang arah. Lalu ia segera melepas kemeja yang sedang di pakai untuk menghambat darah keluar dari luka yang Nara buat.

"Nara lo memang sudah gila ya!" maki Bian sambil menekan luka tersebut. Wajah Bian terlihat panik bercampur khawatir.

Fabian menatap Nara yang masih diam saja. Ia menepuk pipi gadis itu. "Nara," gadis itu menatap sayu pada Fabian.

Melihat darah yang tidak mau berhenti membuat Fabian semakin panik. "Kita kerumah sakit sekarang!" ujarnya dan segera membopong tubuh Nara.

Di perjalanan Nara sudah tidak sadarkan diri. Bian yang sedang membawa mobil pun semakin menancapkan gasnya. Fabian benar-benar khawatir dengan gadisnya. Matanya memerah menahan tangis di pelupuk matanya. Bian merasa bersalah sekaligus marah.

Tadi setelah pulang sekolah, terpaksa ia harus pulang karena beberapa hari sang Mama terus menerornya untuk mau pulang.

Dengan terpaksa Bian pulang meninggalkan Nara sendiri di apartemennya. Jika ia tau hari ini bakal turun hujan. Dirinya tidak ingin meninggalkan gadis itu sendirian.

Fabian juga marah dengan Nara yang melukai tubuhnya begitu dalam hingga darah terus saja keluar. Bahkan saat ia menoleh darah itu masih saja membasahi baju yang sedang gadis itu gunakan.

Sesampainya di depan rumah sakit Fabian segera menggendong Nara menuju UGD. Dengan sigap para perawat membawakan brankar untuk Nara.

Fabian menunggu dengan gelisah di depan pintu UGD. Ia menjambak rambutnya sendiri. Ia kesal pada dirinya sendiri yang tidak cepat kembali ke apartemennya.

Andai tadi tidak berdebat dengan sang Papa pasti Nara baik-baik saja. Gadis itu masih tertawa dan berbicara dengannya.

Fabian segera mendekati pintu saat dokter setengah baya keluar dari ruang UGD. "Gimana keadaannya Dok?" dokter menarik napas terlebih dahulu.

"Pasien mengalami pendarahan hebat. Akibat luka cukup dalam di lehernya. Alhamdulillah kita sudah melakukan ,Transfusi darah ke pasien. Semoga pasien bisa segera sadar." Bian mengusap wajahnya dan mengucapkan syukur.

Fabian harus menunggu lagi. Untuk bertemu Nara yang akan di bawa ke ruang inap. Sambil menunggu ia mengurus biaya administrasi terlebih dahulu.

<𝕭𝖎𝖆𝕹𝖆>

BianNa (Fabian & Nara) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang