🌸 Taman Bermain 🌸

364 32 2
                                    


Happy Reading








***

Seorang gadis bersurai hitam termenung di depan jendela, menikmati suasana pagi hari di temani merdunya kicau burung.

Gadis itu adalah Nara. Ia sedang merenungkan dirinya sendiri, tentang keadaannya yang selalu merepotkan banyak orang. Jika mengingat dirinya tadi malam. Malu rasanya untuk bertemu dengan orang-orang baik seperti keluarga Om Harris.

Termasuk Fabian, ia sadar dan bisa melihat ketika dirinya sedang di kuasai rasa takut ketika bayangan masa lalunya datang. Cowok itu begitu kerepotan dan begitu khawatir dengannya, tapi apalah daya Nara hanya ingin melupakan dan ingin berusaha untuk menghilangkan bayangan traumanya itu.

Nara tersentak ketika sebuah usapan lembut di pundaknya. Ia menoleh menampilkan senyum manis dari orang yang sedang dia pikirkan.

"Kenapa nangis?" katanya sambil mengusap air mata gadis itu dengan telunjuknya.

Nara menggeleng pelan. "Nggak, cuma lagi mikir. Aku ngerepotin banyak orang kan semalam. Aku minta maaf," ucapnya yang semakin mengecil.

Bian merengkuh tubuh Nara memeluknya, mengusap kepala gadis itu lembut. "Kamu sudah berusaha, aku senang lihatnya, paling nggak kamu nggak ngelukai diri kamu lagi, harus di pertahankan."

"Yuk, kita temui Om Harris, mereka sudah nunggu buat sarapan." Nara menurut saat di gandeng menuju ruang makan.

Nara bisa melihat semua menatap kearahnya, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. Nara masih malu pada mereka semua.

"Selamat pagi Nara," sapa Tante Irma lembut.

Nara hanya tersenyum tipis membalas sapaan Tante Irma, ia duduk di samping Bian dengan canggung. "Bagaimana keadaan kamu Nara, baik?" kini giliran Om Harris yang mengajak Nara bicara.

"Baik Om," Om Harris tersenyum lega.

"Bian, Nara kalian harus sarapan yang banyak ya, Tante sudah masak banyak buat kalian." kata Tante Irma sambil mengambilkan nasi untuk Fabian dan Nara.

Keduanya tertegun. Sebab mereka jarang atau bisa di bilang. Tidak pernah mendapatkan perlakukan lembut dari seorang Ibu, ketika ada di meja makan.

"Lho. Kok bengong? Ayo di makan, nanti keburu dingin." Bian dan Nara tersadar dari lamunannya lalu mulai menikmati makanan itu sambil menunduk.

Om dan Tante Bian saling pandang mereka mengerti apa yang sedang terjadi kepada Fabian dan Nara, terlebih untuk keponakannya.

"Bian, Om sudah daftarkan kalian di sekolah baru, besok kalian sudah bisa sekolah lagi." Bian mendongak mengangguk pada Omnya itu.

"Terimakasih Om," ucap Bian senang. Paling tidak dia masih bisa sekolah walaupun bukan sekolah yang terfavorit ataupun terkenal di Ibu kota.

<𝕭𝖎𝖆𝕹𝖆>

Bian segera membawa Nara menuju ke apartemen milik Om Harris. "Om kita pergi dulu ya, Bian minta maaf dan makasih. Om sudah baik sama aku,"

"Sudah Om bilang, nggak perlu bilang makasih, nanti kalau butuh apa-apa bilang ke Om atau Tante, Inshaallah Om Bantu,"

"Iya Om, Pasti."

"Jagain motor gue ya," kata Bang Fadil. Bian terkekeh dan mengacungkan jempolnya.

"Bian pamit Om, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka.

Lalu Bian menghampiri motor Kawasaki Ninja 250 FI berwarna hijau milik Fadil yang di pinjamkan untuknya. Ia memakaikan helm ke kepala Nara setelah itu Bian naik di susul Nara. Bian melambaikan tangannya pada Om Tante dan Bang Fadil sebelum meninggalkan area rumah besar milik Omnya itu.

Nara memeluk perut Bian menikmati hembusan angin. Cowok bersweater biru navy itu tersenyum di balik helm full face ketika melihat senyum Nara lewat kaca spionnya.

Bian tidak langsung pulang ke apartemen Omnya, ia justru mengajak Nara jalan-jalan terlebih dahulu ke taman kota.

Fabian hanya ingin melihat senyum dan tawa dari gadis itu. "Nara, tau nggak? Dulu aku paling anti, kalau di ajak main ke tempat begini." Nara menoleh memperhatikan wajah Bian yang sedang melihat air mancur di kolam yang ada di taman kota tersebut.

"Pasti bosenin. Dan isinya anak kecil." tebak Nara yang sukses membuat Bian tertawa.

"Hahaha.. Iya juga sih, tapi bukan itu." katanya lalu menoleh sekejap kearah Nara.

"Aku iri, sama mereka yang selalu bisa tertawa dengan orang tuanya." Nara tertegun lalu ikut melihat kemana arah pandang Bian.

Fabian tengah memandangi anak kecil yang sedang bermain dengan orang tuanya.

Cowok itu menghela napas panjang. "Aku iri, kenapa mereka bisa segampang itu ngajak orang tuanya main, sementara aku susah, bahkan nggak bisa."

"Bukan cuma kamu, tapi aku juga. Ibu nggak pernah mau aku ajak main, yang ada Ibu bakal marah dan mukul aku kalau aku minta main." ceritanya. Raut wajah Nara berubah sedih.

Segera Bian merangkul tubuh Nara. "Kita senasib. nggak usah di ingat masa-masa itu, Kita coba buat apa yang kita mau, bisa terwujud hari ini." kata Bian sambil menaik-turunkan alisnya.

Nara menautkan alisnya bingung. "Maksudnya?" Bian membisikkan sesuatu yang membuat senyum manis terlihat di bibir Nara.

Gadis itu mengangguk setuju. Bian terlihat senang dan menarik tangan gadisnya menuju area bermain di taman kota tersebut dengan berlari.

Bian melepas tangannya dari Nara dan meninggalkan gadis itu di belakangnya sambil menjulurkan lidahnya, tidak terima Nara mengejar Bian dan ingin menangkap cowok itu, namun Bian berhasil menghindar dan menjauh dari gadisnya. Fabian terlihat tertawa senang ketika Nara tampak menyerah dan merengut kesal.

Nara mengajak Bian naik ayunan, Bian mendorong ayunan yang Nara duduki lalu mulai mendorong dari pelan dan mulai kencang hingga Nara bisa tertawa puas sambil merentangkan tangan seakan terbang ke atas langit.

Keduanya tampak asik berdua dan sangat bahagia. Mungkin yang melihatnya, terlihat aneh anak remaja namun mainnya di tempat anak-anak.

Fabian dan Nara tidak peduli, apa kata orang. Yang terpenting ia bisa bahagia dengan caranya sendiri dan bersama orang yang ia cintai.

Terakhir Bian mengajak Nara duduk di ayunan berbentuk bulat yang saling berhadapan. Bian duduk memajukan tubuhnya menopang sikunya di atas pahanya. Tangannya menggenggam kedua tangan mungil Nara.

Nara diam memandangi wajah Fabian yang tengah mencium kedua tangannya sambil memejamkan matanya, hatinya menghangat ketika cowok itu melakukannya.

Perlahan Fabian membuka matanya, memberi senyum padanya.

"Kamu senang?" tanya Bian lembut.

Nara mengangguk yang juga memberi senyum manis pada cowok itu. Bian sedikit menegakkan tubuhnya lalu membingkai wajah Nara. "Aku jauh lebih senang," ia terdiam sebentar memandangi wajah cantik Nara.

"Aku senang, bisa merasakan moment di saat aku kecil. Yang nggak bisa aku dapatkan, dan itu karena kamu. terima kasih Nara. Aku sayang kamu," ujarnya tepat di depan wajah gadis itu.

"Kamu juga orang pertama, yang buat aku tau rasanya bermain itu seperti apa. Terima kasih Fabian, aku juga sayang kamu." mereka saling pandang dengan senyum yang tidak pernah luntur, Fabian mencium pipi kanan Nara dan memeluk gadis itu, menghirup aroma tubuh sang gadis. Nara membalas pelukan Bian erat.

Jika orang tau mereka bahagia hanya karena bermain di taman, pasti tertawa dan mengatakan lebai. Tapi bagi mereka berdua ini lah yang mereka inginkan, bahagia karena hal kecil yang sama sekali tidak pernah mereka dapatkan.

***

-ᵀᵒ ᵇᵉ ᶜᵒⁿᵗⁱⁿᵘᵉ-

BianNa (Fabian & Nara) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang