Song : Avril Lavigne - When You're Gone
"Sesuatu yang menyiksa, tapi tidak terlihat. Adalah rindu,"
^Fabian Aldrich Refrain^
°Happy Reading°
***
Rindu. Satu kata berjuta makna, berbagai rasa. Itu lah yang di rasakan oleh Fabian, cowok jangkung berkulit putih itu, sangat merasakan yang namanya rindu.
Rindu yang entah kapan bisa terobati.
Hingga sampai saat ini Fabian belum menemukan Nara. Gadis itu hilang seperti di telan bumi. Ia sudah berusaha mencari hampir seluruh negara ini. Namun tetap hasilnya nihil. Nara belum di temukan keberadaannya.
Menyerah, tentu saja tidak. Fabian tidak akan menyerah, sampai kapanpun ia akan terus mencari. Meskipun sudah berbulan-bulan lamanya. Bian tidak pernah terlintas kata menyerah.
Fabian tengah berdiri di balkon rumahnya, kedua tanganya bertumpu pada pagar, Menikmati rintik hujan yang tidak deras. Ia mendongak membayangkan moment saat ia bersama Nara ketika mereka menikmati rintik hujan di balkon apartemen.
"Bian?"
"Ehm."
"Kenapa orang-orang, suka yang namanya hujan?" Bian yang memeluk Nara dari belakang, tersenyum menghirup aroma rambut gadisnya yang ia suka.
"Karena, hujan sangat di butuhkan oleh bumi ini. Tidak ada hujan, maka kita akan kekeringan, Kesusahan. Hujan juga bisa menggambar tentang perasaan kita." tangan Nara yang di genggam oleh Bian. Ia ulurkan untuk merasakan air yang jatuh dari langit.
"Di mana kita bisa menangis, tertawa. Sesuka kita, tanpa orang lain tau." bisik Bian.
"Iya Bian, aku setuju. Dulu aku terlalu bodoh, karena takut dengan hujan." kata Nara lirih.
Bian memutar tubuh Nara, kini mereka berhadapan saling pandang begitu dalam. Cowok itu membelai pipi kanan Nara . "Kamu nggak bodoh, itu cuma karena masa lalu kamu. Yang tidak perlu di ingat," Nara mengangguk pelan.
Nara melingkarkan tangannya di leher Fabian. "Bian, izinkan aku untuk mengucapkan kata terima kasih, untuk kali ini. Karena aku benar-benar berterima kasih. Karena kamu aku bisa seperti ini. Andai kamu nggak tau tentang kebiasaan aku, mungkin aku tetap menjadi gadis aneh yang selalu melukai tubuhnya."
"Meskipun aku nggak tau apa yang akan terjadi nanti. Satu hal yang harus kamu tau, kalau aku akan terus sayang dan cinta sama kamu Bian."
Bian menutup rapat matanya, saat bayangan wajah Nara muncul di kepalanya. Rasanya menyesakkan dada, ia ingin segera bertemu. Memeluk erat tubuhnya, menghirup aroma tubuh gadis itu, dan yang paling penting ia tidak akan membiarkan Nara pergi lagi.
Semenjak kepergian Nara, Bian berubah sifatnya menjadi lebih dingin, pendiam. Dan sering melamun. Kini Fabian juga sudah lulus sekolah, dengan nilai yang sangat baik. Meskipun di sekolah ia masih suka membuat masalah. Namun saat ujian nasional, Fabian sangat serius. Bian tidak ingin mengecewakan Nara, Dulu gadis itu sangat suka jika nilainya bagus.
Masalah dengan Papanya juga ia tidak pernah selesai, cowok itu tidak mau di ajak bicara. Selalu melawan dan tidak mau menuruti semua keinginan Pak Chakra. Seperti perjodohannya dengan anak rekan kerja sang Papa. Ia tetap menolak meskipun gadis yang ingin di jodohkan dengannya berusaha mendekatinya. Bian tampak acuh tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
BianNa (Fabian & Nara) END
Dla nastolatków°ᴘʟᴇᴀꜱᴇ ᴅᴏɴ'ᴛ ᴄᴏᴘʏ ᴍʏ ꜱᴛᴏʀʏ° Nara Sifabella, Gadis cantik yang mengalami sebuah trauma, Membuatnya memiliki Phobia terhadap hujan. Ia akan melukai tubuhnya ketika hujan datang. Dengan begitu rasa sakit dan ketakutnya akan menghilang. Namun perlahan...