Happy Reading
***
Gadis bersurai hitam yang baru selesai menyisir rambut panjangnya itu tengah duduk di depan meja rias, memandangi benda yang mengkilap di lehernya, Tangannya menyentuh dan mengusap benda tersebut.
Ia masih tidak percaya jika dia bisa mendapatkan hadiah yang begitu cantik, menurut orang mungkin ini biasa saja. tapi tidak dengannya, kalung pemberian dari Fabian semalam sangat istimewa untuknya, Nara berjanji akan menjaga pemberian kekasihnya itu.
Nara baru saja selesai mandi, setelah jadwal di hari minggu yaitu bersih-bersih rumah sudah selesai di kerjakannya.
Ia keluar dari kamar namun tidak melihat Fabian di sana. "Fabian?" panggil Nara mencari keberadaan cowok itu.
"Bian," panggil Nara lagi lalu membuka pintu kamar Fabian yang tidak di kunci.
Ia mengernyitkan kening saat tidak melihat Fabian di kamarnya. Nara kembali ke ruang tamu, duduk di sofa. Melihat jam menunjukan pukul delapan pagi, kemana perginya Fabian.
Biasanya hari minggu seperti ini, cowok itu akan stay di apartemen menghabiskan waktu bermain game, atau belajar bersama dengan dirinya.
Nara meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, ia bingung ingin menelpon siapa. Sampai saat ini mereka masih menggunakan satu ponsel berdua. Jadi tidak mungkin Nara bisa menelpon Fabian.
Ingin menelpon Om Harris, takut mengganggu. Akhirnya ia mencoba menelpon Indra namun sayangnya cowok itu tidak mengangkat teleponnya.
Sementara Nara sibuk memikirkan Fabian, cowok itu ternyata sedang berada di sebuah warung untuk membelikan Nara nasi bungkus untuk sarapan, biasanya setiap pagi di hari minggu setelah bersih-bersih. Kegiatan mereka lanjut untuk memasak. Namun Bian baru sadar jika bahan makanan kian menipis. Ia tidak ingin merepotkan Omnya, yang membuat stok bahan makanan di rumah habis.
Fabian tersenyum mengangkat bungkusan berwarna hitam, yang bersisi dua nasi bungkus untuk dirinya dan juga Nara.
"Gue nggak mau tau! Lo harus setor setiap harinya sama gue! Kalau nggak! Toko lo gue bakar!"
"Ja-jangan Bang, baik-baik tunggu bentar ya." Bian yang tidak sengaja mendengar keributan di salah satu toko pun menghentikan langkahnya.
Fabian menghampiri dua preman yang sedang memalak pemilik toko tersebut, ia berdiri tidak jauh dari toko itu melipat tangannya di dada. "Kalau mau uang. Kerja! Jangan minta sama orang!" preman itu menoleh saling pandang dengan temannya lalu tertawa sumbang.
"Hahaha... Eh! Bocah. Nggak usah ikut campur! Lo mau kita jadikan perkedel!" ujar preman bertubuh kekar bertato.
Bian tersenyum miring, lalu tanpa aba-aba ia menendang perut salah satu dari preman itu. "Kurang ajar!" makinya yang tidak terima temannya jatuh tersungkur hingga hidungnya mengeluarkan darah akibat terbentur batu lumayan besar.
Preman itu mencoba membalas memukul Fabian, namun karena sigap Bian bisa menangkis pukulan preman itu.
Bught!
Kini giliran Fabian yang tersungkur, ia mendelik dan emosinya tersulut. Bukan karena ia terkena pukulan dari preman itu. Namun ia marah karena preman tersebut membuat dua nasi bungkusnya terlempar hingga masuk ke dalam selokan.
"Lo!" murka Bian dan menghajar preman itu berkali-kali. Tidak ada kesempatan dua preman tersebut melawan pukulan dari seorang Fabian.
Preman yang wajahnya sudah penuh luka, merintih meminta maaf pada Bian dan segera menarik temannya untuk pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BianNa (Fabian & Nara) END
Ficção Adolescente°ᴘʟᴇᴀꜱᴇ ᴅᴏɴ'ᴛ ᴄᴏᴘʏ ᴍʏ ꜱᴛᴏʀʏ° Nara Sifabella, Gadis cantik yang mengalami sebuah trauma, Membuatnya memiliki Phobia terhadap hujan. Ia akan melukai tubuhnya ketika hujan datang. Dengan begitu rasa sakit dan ketakutnya akan menghilang. Namun perlahan...