25. Jujur

39.5K 4.5K 279
                                    

Waktu satu setengah bulan terasa lebih menyenangkan ketika kujalani dengan hubungan baruku dan Genta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu satu setengah bulan terasa lebih menyenangkan ketika kujalani dengan hubungan baruku dan Genta. Best friend with benefit, katanya. Aku senang dengan keadaan saat ini. Hidup berdua dengan sahabatku, saling menghibur, berbagi, dan yang terpenting saling memenuhi kebutuhan biologis masing-masing. Di awal kami memulai hubungan aneh ini, kami sepakat untuk menjalani saja yang ada dan menikmati waktu bersama. Sebenarnya banyak ganjalan yang ingin kupertanyakan. Namun aku enggan merusak suasana nyaman ini dengan pertanyaan-pertanyaanku yang mungkin dapat merusak hubungan seperti beberapa bulan yang lalu.

Ada satu pertanyaan terbesarku yang ingin kutanyakan pada Genta, bagaimana kalau akhirnya aku menyukainya? Bagaimana kalau aku ingin lebih dari sekadar ini? Dan bagaimana kalau aku bergantung pada Genta? Genta jelas memiliki kehidupannya sendiri yang pasti tidak masalah bila tanpa keberadaanku. Tapi aku? Semakin larut dalam hubungan ini aku merasa semakin ketergantungan dengannya. Entahlah, aku lebih baik menyimpan semuanya karena aku tidak ingin mengusiknya dengan pertanyaan-pertanyaanku yang sepertinya tidak berkenan untuknya.

"Morning," sapaku pada Genta yang tengah berjibaku dengan penggorengan dan spatulanya. "Masak apa bos?"

"Hai cantik. Cumi tepung nih sesuai request," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Gombal ya Anda," kekehku. Aku langsung menaruh tasku di atas meja, kemudian ke lemari penyimpanan piring untuk menyiapkan piring sarapan dan kotak bekal kami berdua. Dengan telaten, aku menaruh nasi pada piring dan kotak kami. Aku sudah paham porsi nasi Genta yang banyak, sementara porsiku hanya sepertiga dari porsinya.

"Serba salah. Jujur dikatain gombal."

"Habis kamu buaya," kataku.

"Loh terus kamu apa? Pak Aya? Kebalik tau, aku Pak Aya, kamu yang buaya."

"Terserah deh," kataku. "Nanti lembur?"

"Nggak tau ya. Tergantung timku nih," katanya sembari menaruh cumi goreng yang sudah matang ke atas piring. "Kalau mereka nggak bolot, ya nggak lembur."

"Marahin dong. Suruh jangan goblok," kataku bercanda.

"Kamu tau nggak? Di kantor, aku salah seorang senior yang disebelin selain si Erlangga."

"Oh ya? Mereka buat polling gitu?"

"Ada yang cepu ke aku. Katanya gara-gara aku suka marah, perfeksionis, banyak mau, dan nyuruh lembur tapi aku sendiri balik lebih cepet dari mereka," katanya sambil tertawa.

"Sumpah jahat banget. Di tempat aku, team leader malah dihimbau jangan pulang sebelum bawahannya kelar kerja. Semena-mena banget kamu."

"Loh emang gitu cara mainnya tau. Junior-junior yang bujang itu ada buat bekerja sampai malem. Yang udah nikah tuh punya privilege untuk balik cepet. Lagian mereka kalo mau jadi lawyer ya harus ditempa dong. Masa ditegur karena salah saja langsung ciut? Gimana nanti ngehadapin Pak Brata sama klien rese?" katanya.

The Only Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang