Aku minta maaf banget karena di part sebelumnya, karakter Ane sedikit keluar dari jalur. Ane yang kugambarkan tangguh dan kuat, justru di part lalu menjadi menye. Sebenarnya aku mau ceritain masa di mana Ane mencapai titik jenuhnya dan kesepian banget. Saat itu PMS ditambah pertama kali menjalani hari ulang tahun yang sepi. Kehidupan Ane yang biasanya ramai mendadak sepi, makanya sampai keluar sisi kekanakan Ane. Nggak taunya malah keterusan dan keluar dari karakter Ane. Hehehe, maaf yaa.
Oh ya, kalau ada kata, misalnya di paragraf sebelumnya tuh "udah" tiba-tiba di paragraf berikutnya "sudah" itu sebenarnya karena auto-correct. Aku udah bilang kan kalau nulis cerita ini di Word dulu baru copaste ke Wattpad? Nah aku jadiin Word-ku language-nya Indonesia. Jadi sering banget auto-correct jadi bahasa yang baku. Karena aku males banget buat review sebelum publish, jadi aku cuma copaste dari yang udah aku tulis tanpa aku review. Hehehe, jadi banyak kalimat rumpang juga deh. Maafkan yaa.
Terakhir, cerita ini nggak murni romance doang. Aku angkat kehidupan jadi budak korporat juga. Jadi yaa nikmati aja alur yang mendayu-dayu. Tapi nggak akan kehilangan sisi romance-nya kok.
Ok deh, segitu aja cuap-cuapnya. Enjoy!
***
Pagi sekali Mas Bagas sudah menerorku untuk meeting. Tidak tanggung-tanggung, ia menginginkanku untuk hadir jam 9 di ruangannya. Katanya, ada pembahasan penting mengenai promosiku menjadi GM. Ada rasa tak sabar untuk segera menyandang jabatan itu. Aku tahu, tidak akan semudah itu untuk mendapatkannya. Ada masa acting sebelum aku menjadi definitive. Kasarnya, masa acting itu sebagai probation-ku menjadi GM, yang dilangsungkan selama beberapa bulan. Untuk mendapatkan promosi pun tak semudah itu, ada banyak yang harus kusiapkan. Aku harus bisa memberi ide baru pada perusahaan.
Aku mencatok ujung rambutku, kemudian merias parasku dengan make up tipis. Tak lupa, kupoles gincu coklat muda pada bibir dan kusemprotkan parfum Zara magnolia favoritku di ceruk leher. Aku puas memandangi tampilan diriku di cermin. Stiletto putih yang kukenakan senada dengan pakaianku hari ini, celana panjang putih dan blouse warna baby blue yang dimasukkan.
Seperti biasa, aku menemukan Genta sudah rapi dengan setelan kerjanya di dapur. Ia tengah sarapan sembari mengotak-atik ponselnya. Sejak kejadian Jumat malam kemarin, kami—lebih tepatnya Genta—bertindak seolah tidak terjadi apa-apa. Tak ada pembahasan kejadian itu. Beruntungnya Genta lihai membuat cair suasana. Ia tetap mengajakku mengobrol seperti biasanya. Bahkan weekend kemarin kami habiskan untuk berjalan-jalan ke mall dan nongkrong bersama Helmi dan Batara. Hubungan kami yang mendingin tempo hari, kini cair kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Exception [END]
RomansaPesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...