Pesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lima bulan bisa berjalan begitu cepat hingga rasanya aku tak percaya sudah menjalani setahun pernikahan dengan Genta. Pernikahan yang semula dilandasi dengan rasa tolong menolong dan tak bisa hidup sendiri ini, rasanya begitu luar biasa bisa kujalani hingga sejauh ini. Tidak seperti pasangan-pasangan lainnya yang merayakan anniversary pernikahan mereka dengan sangat romantis, aku dan Genta tidak merayakannya dengan dinner atau saling memberikan hadiah. Kami merayakan—sebenarnya bukan merayakan, lebih tepatnya melewati—first anniversary kami dengan liburan selama 5 hari di Labuan Bajo. Tidak ada hal-hal romantis seperti makan malam, pesta, dan lain sebagainya. Kami melewatinya seperti sepasang sahabat yang tengah liburan bersama.
Selama setahun pernikahan ini, aku banyak belajar dari Genta. Satu pelajaran besar yang kudapati yaitu mencintai. Kini aku tidak malu lagi untuk terang-terangan mengatakan cinta pada Genta. Aku ingat saat Karen menyuruhku jujur pada Genta. Dengan gemetaran, aku akhirnya mengungkapkan aku jatuh cinta padanya di saat pillow talk kami. Alih-alih meresponsnya dengan romantis, Genta justru terbahak dan mengurungku dalam pelukannya hingga pagi. Genta tidak pernah membalas pernyataanku, tapi lewat sikapnya padaku, aku yakin seribu yakin bahwa ia merasakan hal yang sama denganku. Mungkin Genta denial, kata Karen.
Aku, Karen, dan Genta memang tak lagi sama. Setahun tiga bulan ternyata waktu yang sangat ajaib karena bisa mengubah kehidupan kami bertiga. Aku kini mencintai Genta, hubungan kami juga sudah seperti suami-istri sungguhan. Aku dan Karen kembali dekat seperti dulu. Sementara, Karen dan Genta tidak lagi sama. Karen menghindari Genta dan tidak ingin terlalu dekat dengan pria itu lagi. Begitu pula dengan Genta yang memilih menghindar bila ada Karen. Genta sempat marah saat tahu aku dan Karen berhubungan baik lagi. Namun ia cepat-cepat memahami bahwa kami saling membutuhkan, seperti ia membutuhkanku. Dan aku? Aku tidak khawatir dengan Karen yang akan merebut Genta. Karen sudah punya pacar dan mereka akan menikah awal tahun depan. Pacar Karen kali ini adalah pengusaha, bukan artis yang dahulu pernah ia rencanakan pernikahannya. Kata Karen, hidup dengan pengusaha akan lebih pasti ketimbang dengan rekan seprofesi dengannya.
Hari ini adalah hari pertama aku masuk ke kantor lagi setelah cuti beberapa hari karena ke Labuan Bajo. April sudah menyambutku dengan tangan menengadah untuk meminta oleh-oleh. Dasar ibu satu anak itu.
"Oleh-oleh kali," tagihnya saat dengan lancangnya duduk di kursi depan mejaku.
"Buat lo sama Lidia," kataku sembari menaruh satu paper bag di atas meja yang berisi sepasang kain songke dan kalung mutiara.
"Asyik asyik. Thank you babe! Gimana honeymoon-nya? Happy kan?"
"Menurut lo gimana?"
"Kalau dilihat dari ekspresi muka lo sih kayaknya happy banget. Iyalah, performa Abang Genta pasti tidak tertandingi ya? By the way, Mas Bos lagi kalang kabut tuh. Udah tahu belum? Kayaknya belum deh ya, kan lo matiin HP selama di sana."
"Hah? Kenapa? Pantes semalem pas gue ngecek notif, Mas Bagas ngajak ketemuan hari ini."
"Biasalah, bisnis keluarganya Mas Bos ada yang lagi konflik. Mahendra Group yang di Bandung lagi kacau nih. Kayaknya satu di antara kita bertiga bakal diperbantukan di sana."