3. Mantra Sialan Ariadne

46.8K 5.2K 71
                                        


Jam makan siang sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam makan siang sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu. Kalau bukan karena pembukaan direktorat baru, aku sudah makan saat ini. Rasanya muak sekali melihat tumpukan berkas kandidat karyawan baru untuk mengisi posisi jurnalis dan editor. Dari 185 pendaftar, aku harus menyaringnya menjadi 45 orang yang akan lanjut ke tahap interview user. Kepalaku suntuk, aku butuh asupan tembakau untuk membuat rileks tubuhku. Segera kututup laptopku dan mengambil kotak kecil yang masih tersegel dari laci mejaku. Hello darkness my old friend, batinku.

Ruang HR yang luas tinggal terisi beberapa karyawan yang sedang sibuk sendiri. Ada yang sedang menonton film dari ponselnya, menundukkan kepala di meja untuk tidur, dan beberapa ada yang sedang merumpi sembari makan. Sapaan dari mereka silih berganti saat aku membelah ruang panjang ini. Aku agak jarang bergabung dengan mereka saat makan siang. Jujur saja, aku merasa tidak nyambung dengan mereka. Ada sekat yang tercipta antara atasan dan bawahan yang membuat mereka sungkan denganku. Terlebih aku bukan tipe orang yang suka berbasa-basi, sehingga bila mereka sudah tidak nyaman denganku, lebih baik aku tinggal saja. Aku adalah karyawan dengan masa kerja terlama di divisi ini. Sebenarnya aku masuk bersamaan dengan April, department head dari HR internal. Namun ia sedang tidak masuk bekerja karena cuti melahirkan.

Rooftop lantai 27 menjadi pilihanku. Gedung Next terdiri dari 30 lantai yang dihuni tidak hanya kantor Next saja, melainkan ada kantor lainnya seperti bank, firma hukum, dan juga perusahaan farmasi. Kantor Next sendiri mengisi 10 lantai dari lantai 20 hingga 30. Ruanganku terletak di lantai 26, satu lantai di bawah lantai tempat ruangan petinggi-petinggi Next termasuk Mas Bagas, bos besarku. Lantai 27 adalah lantai paling eksklusif. Tidak sembarang orang diberikan akses menuju lantai itu. Lift di gedung ini menggunakan id card untuk beroperasi, di mana setiap karyawan memiliki id card dengan akses pada lantai yang sesuai dengan tujuan atau lokasi ruangnya. Namun karena sedikit nepotisme, aku memperoleh akses menuju lantai 27. Meski tidak sepenuhnya nepotisme sih, pekerjaanku juga banyak berhubungan dengan Mas Bagas karena ia secara struktur berada langsung di atasku. Sehingga daripada aku harus ke lobby untuk meminta izin akses lantai 27, lebih menguntungkan bila aku punya akses langsung ke lantai tersebut.

Lantai 27 memiliki desain yang berbeda dengan lantai-lantai lainnya. Nuansa mewah dan futuristik begitu kentara saat aku keluar dari lift. Pintu kaca dan lampu warna warm white—yang cenderung gold—langsung menyambutku. Aroma kayu menyeruak saat aku masuk ke dalamnya. Di lantai ini terdapat rooftop eksklusif yang tentunya hanya bisa disambangi oleh penghuni lantai ini. Rooftop-nya cukup luas di mana terdapat ayunan gantung, kursi santai yang nyaman, meja makan untuk lunch, dan juga sebuah pendopo yang sering kugunakan untuk kerja bila suntuk di ruangan. Biasanya rooftop ini dijadikan tempat pacaran bagi para petinggi kantor ini yang menjalin kasih dengan sesama karyawan. Mas Bagas salah satunya. Pria itu menjalin hubungan dengan salah satu news anchor ternama di perusahaanku. Aku kenal dekat dengannya karena kebetulan aku yang merekrutnya saat ia melamar di sini.

The Only Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang