Pesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mohon maaf kalau banyak typo atau kalimat rumpang. Aku belum sempat baca ulang karena malas hehe jadi langsung post.
***
"Gita, tolong handle teman-teman ya. Aku harus pergi dulu, ngelayat Pak Doni. Kemungkinan baru balik siang," pamitku pada Marta, stafku yang paling senior. Pagi ini saat baru saja aku menghempaskan tubuh di kursi, sebuah berita duka datang dari grup managerial kantor. Berhubung saat ini aku merangkap jabatan April sebagai HR internal department head, aku harus melaksanakan tugasnya bila ada karyawan yang meninggal dunia.
"Oke Mbak," jawabnya.
"Reta, aku minta form klaim santunan duka untuk asuransi sama form pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan dong," pintaku. "Oh ya, sama list dokumen yang harus disiapkan untuk pencairannya itu apa saja kamu tulis di kertas ya."
Sementara Reta, staf dari HR internal menyiapkan, aku membalas pesan singkat yang pagi tadi diberikan Mas Bagas.
Saya udah di lobby
Ariadne: Tunggu mas. Saya lagi minta anak2 siapin dokumen untuk pengajuan klaim duka
Bagaskara Mahendra: Ok
"Ini Mbak," Reta menyerahkan map bening berisi berkas-berkas yang kuminta tadi. "Pak Doni kenapa sih, Mbak? Sedih banget mendadak," tanya Reta yang penasaran dengan penyebab kematian karyawan senior kami.
"Jantung. Udah berapa hari di RS. Baru juga aku rencana mau tengok, ternyata takdir berkata lain. Aku jalan duluan ya. Kalau ada yang urgent, telepon aku," pamitku.
Aku setengah berlari menuju lobby. Tidak enak pada Mas Bagas yang sudah menungguku di sana. Tadi pagi, Mas Bagas menawariku tumpangan. Ia yang juga akan melayat Almarhum Pak Doni, tahu bahwa aku tidak membawa mobil.
"Pagi, Mas. Sorry ya buat repot. Saya nebeng yaa," sapaku saat membuka Lexus hitam miliknya. Aku langsung duduk di kursi penumpang dan mengenakan seatbelt. Ini kali keduanya aku menebeng dengan bos besarku yang kelewat humble ini.
"Santai, Ne. Udah? Nggak ada yang ketinggalan?" tanyanya sebelum melajukan mobil. Aku mengangguk.
Dalam perjalanan, aku memeriksa kembali berkas-berkas yang kubawa. Seingatku, formulir klaim santunan duka dan formulir pencairan jaminan hari tua adalah dua berkas penting yang harus kuserahkan pada ahli waris. Ini kali pertamanya aku merangkap tugas April dalam menghadapi kedukaan karyawan. Memang sudah SOP bila ada karyawan—terutama karyawan senior atau level atas—yang meninggal, pihak HR ikut datang melayat dan memberikan prosedur klaim santunan kedukaan.
"Mas, tapi saya salah kostum banget nih," ujarku. Saat ini aku mengenakan baju terusan warna lilac, jauh sekali dari suasana kedukaan. Berita duka meninggalnya Pak Doni baru kuketahui tadi ketika sudah sampai di kantor sehingga aku tidak sempat memilih baju dengan model yang lebih pantas untuk suasana duka.