23

1.2K 134 44
                                    

Setahun kemudian....


"Yang Mulia, lihatlah, kain ini sangat halus. Warnanya pun indah. Pasti cocok saat di pakai dirimu." ujar Betty mengangkat sebuah kain berwarna merah.

Victoria melihat ke arah kain di tangan Betty. Ia tersenyum kecil. Seperti biasa Betty selalu mahir dalam memilih bahan gaun untuknya. "Kau begitu tahu seleraku, Betty. Kuserahkan saja tugas ini padamu. Aku percaya pada pilihanmu."

Betty tertawa kecil. "Tapi Yang Mulia tetap harus ikut memilih. Bagaimana jika di tumpukan kain ini ada yang disukai olehmu?"

"Aku percaya dengan pilihanmu kok."ujar Victoria tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu.....aku memilih kain ini."

"Baik. Pilihan anda sungguh tepat. Kain ini memang memiliki kualitas terbaik." ujar seorang wanita yang sudah menjadi penjahit langganan Victoria.

"Persediaan kainmu memang indah dan bermutu, Hannah. Gaun hasil karyamu pun tak kalah indahnya."kata Victoria.

"Anda terlalu memuji, Yang Mulia."sahut Hannah seraya membungkuk hormat atas pujian sang ratu.

"Seperti biasa, buatkan gaun untuk Yang Mulia."kata Betty.

"Apa anda mempunyai permintaan untuk gaun kali ini?"

"Tidak. Kejutkan aku dengan hasil rancangan gaunmu. Aku selalu puas dengan hasil karyamu."

"Baik, Yang Mulia."

Pembicaraan mereka terhenti ketika terdengar ketukan pintu.

"Aku akan membukanya." gumam Betty yang segera berjalan menuju pintu dan membukanya. Terlihat seorang prajurit dengan napas tak teratur seakan ia habis berlari. "Ada apa?"

"Yang Mulia...."

"Kau ingin bertemu dengan Yang Mulia?" tanya Betty. Sementara Victoria melihat dari kursi tempatnya duduk.

"Yang Mulia Raja pulang!" seru sang prajurit dalam satu tarikan napas.

"Apa?!" sahut Victoria beranjak bangun dari kursinya. Ia mendekati prajurit itu. "Kau yakin?"

"Saya yakin, Yang Mulia. Yang Mulia Raja telah mengirim utusan kemari untuk memberitahu hal ini. Mereka sudah memasuki wilayah ini."

"Kenapa tak ada yang memberitahu sebelumnya?!"ujar Victoria kaget sambil berjalan keluar.

Victoria bisa merasakan degup jantungnya semakin cepat setelah mendengar kabar itu. Ia kembali. James pulang, bisiknya dalam hati. Entah kenapa rasa bahagia hinggap di dirinya. Victoria bergegas melangkah menuju pintu masuk istana. Ia bisa mendengar suara ramai di luar. Suara teriakan serta dengungan orang berbicara. Dan suara ringkihan kuda. Membuktikan perkataan prajurit tadi memang nyata bahwa suaminya telah pulang.

Victoria melihat kerumunan prajurit di depan. Ada yang menarik perhatiannya dari keramaian itu. Tiga buah kereta kuda mewah berada di depan. Pintu kereta kuda pertama terbuka. Victoria tersenyum kecil melihat sosok yang di kenalnya. Charles dan Simon keluar dari kereta paling depan lalu menuju kereta ke dua yang berada di belakang. Simon membuka pintu.

Napas Victoria tertahan melihat sosok yang turun dari kereta ke dua. Jantungnya berdebar kencang ketika suaminya turun. Wajah James tak berubah. Tetap datar dan dingin. Getaran bahagia dan rindu melanda benak Victoria. James terlihat makin gagah dan tampan meski janggut menghias dagunya. Mata Victoria sempat bertatapan dengan Simon yang terkejut melihatnya. Sedetik kemudian adik iparnya memberikan tatapan sendu dan membuang muka, namun Victoria sama sekali tidak peduli. Saat ini seluruh perhatiannya tertuju pada James.

Victoria baru saja hendak menyambut James namun langkahnya terhenti. James menoleh ke belakang dan mengulurkan tangan ke dalam kereta. Dahinya berkerut. Siapa yang ia bawa, tanyanya. Victoria hanya bisa diam berdiri melihat sebuah tangan putih bersih berada di tangan James. Menyusul sosok seorang wanita dengan gaun hijau lembut turun dari kereta. Seorang wanita berkulit putih dengan rambut pirang kini berdiri di sisi James. Menatap dengan mata bulat besarnya ke istana di depannya. Lalu ia melihat sosok Victoria. Saat itu juga James melihat Victoria. Victoria memandangi mereka berdua bergantian. Siapa dia?!

James mengulurkan lengannya pada wanita itu yang agak ragu namun tetap menyusupkan tangannya. Berdua berjalan mendekati Victoria. James masih dengan sorot mata dinginnya. Sementara Charles dan Simon mengikuti di belakang. Wajah mereka tampak cemas.

"Y..Yang Mulia..." sapa Victoria. "Kau sudah pulang."

"Hmm..." sahut James dingin.

Victoria menatapnya tak mengerti. Setelah sekian lama tak bertemu mengapa sikapnya semakin dingin? Padahal aku istrimu, apa kau tak rindu padaku, tanyanya dalam hati.

"Ini Amara. Aku menikah dengannya. Ia selirku." ujar James. "Amara, ini Yang Mulia Ratu Victoria."

Victoria kaget mendengar perkataan James. Ia melihat Amara. Wajahnya pucat.

"Yang Mulia..." sapa Amara dengan suara gemetar membungkuk padanya.

"Selir?! Selirmu?" tanya Victoria menoleh pada James. "Apa dia putri dari kerajaan Othilia?"

"Ya. Mulai hari ini Amara akan tinggal di sini. Ia akan menerima perlakuan sama seperti anggota kerajaan lainnya. Kau harus memperhatikannya karena ia sedang mengandung anakku."

"Apa?!" seru Victoria kaget. Ia mendelik tajam pada Amara yang menunduk. Matanya menatap perut Amara yang memang sedikit menonjol. Victoria merasa terluka dan marah. Bagaimana bisa James bertindak seperti ini. "Kau...." desisnya seraya mencengkeram tepi gaun.

"Ayo masuk!" pinta James menarik tangan Amara, tak mempedulikan Victoria.

Victoria masih berdiri saat mereka berdua berjalan melewatinya dan terus masuk ke dalam. Tangannya gemetar menahan amarah. Pedih rasanya melihat apa yang dilakukan suaminya. James yang ia cintai. Pria yang membuatnya jatuh hati kini telah mengkhianatinya. Ingin rasanya ia mencakar wajah James. Tapi hal itu hanya akan mempermalukannya,  apalagi posisinya seorang ratu. Apa kata prajurit jika melihatnya berlaku kasar.

"Vic...." gumam Simon yang bersimpati dengannya. Victoria menatap Simon dan Charles. Ke dua pria itu terlihat cemas padanya.

"Aku sendiri tak setuju dengan keputusan James tapi....kau pasti paham...." ujar Charles.

"Kau baik saja?" tanya Simon melihat Victoria pucat.

"Kau wanita yang kuat, Victoria."

"Ayo kuantar kau ke dalam."tukas Simon.

Victoria tak menjawab. Ia membalikkan badan dan mengikuti langkah Simon. "Kenapa ia berbuat demikian?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Vic...maafkan aku...."

"Kau tahu? Aku sangat bahagia mendengarnya pulang. Tapi begitu tahu ia menikah lagi, aku sangat kecewa. James benar-benar....." desis Victoria.

"Hei, tenangkan dirimu!" ujar Charles.

"Tinggalkan aku!"ujar Victoria sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Charles dan Simon.

Ke dua pria itu memandangi punggung Victoria yang menjauh. Charles menarik napas. "Well...kurasa perang akan segera di mulai...."bisiknya. Simon mendelik padanya. "Kenapa? Ini bukan salah kita bukan?! Kakak kita saja yang keras kepala dan menjadi dalang dari semua ini?!"

Simon mendengus lalu meninggalkan Charles.


------


"Pria sialan!!!" pekik Victoria seraya membanting pintu kamarnya. Ia tak peduli jika teriakannya terdengar para penjaga dan pelayan. Semua penghuni istana pasti sudah tahu perihal Amara. Victoria sangat marah dan sakit hati. Perbuatan James membuatnya malu. Dan tentu saja marah. Pernikahannya masih terhitung baru tapi James sudah menikah lagi. Dan tanpa memberitahunya dahulu. Apa James memang tak menganggapnya?

"Aku benci kau!!" teriak Victoria meraih vas bunga dan membantingnya.

"Yang Mulia!"seru Betty kaget saat masuk dan melihat majikannya menjatuhkan vas dengan wajah penuh kemarahan. Ia mendekati Victoria dan memegang tangannya. "Yang Mulia, kuatkan dirimu...."

Victoria menoleh padanya. "Kau sudah tahu..."

"Hmm...ya...kabar itu segera menyebar di istana ini...." gumam Betty.

Victoria memejamkan mata dan menarik napas. "Aku sungguh membencinya....." desisnya. "James sudah banyak mengecewakan aku...."

"Yang Mulia...kau pasti bisa menghadapinya. Ingat kau adalah Ratu di istana ini. Kekuasaanmu lebih tinggi dari selir itu. Semua pasti akan lebih menghargaimu, Yang Mulia. Mereka lebih menghormatimu...."

Victoria terdiam. "Kau benar. Aku seorang ratu." gumamnya seraya menarik napas untuk menenangkan diri dan duduk di sofa.

Betty mendekati pecahan vas bunga dengan bunganya yang berserakan serta genangan air. Ia berlutut membereskan kekacauan itu.

"Maafkan aku, Betty."

"Tidak apa. Apa kau sudah tenang?"

Victoria menghela napas. "Mana mungkin aku bisa tenang setelah merasa bahagia karena suamiku pulang tapi ternyata dia mengacuhkanku dan membawa seorang selir..." ujarnya. "Aku seakan terbang tinggi dan sedetik kemudian di jatuhkan...begitu pedih dan sakit...."

"Yang Mulia, tabahlah...." sahut Betty.

"Sebenarnya....apa James mencintai aku?" tanya Victoria. Betty tak menjawab, tak tahu harus berkata apa. "James pasti tak pernah menganggapku istrinya. Ia tak punya perasaan padaku.... James sama saja seperti pria lainnya!"


----------


Hari sudah mulai gelap. Sejak kepulangan James, Victoria terus mengurung diri di kamar. Tak ada yang berani menganggunya. Suaminya saja tidak mengunjunginya dan hal itu membuat hatinya terasa makin panas.

Victoria tak sanggup untuk makan malam bersama James, dan terutama Amara. Tapi ia tak mungkin tidak hadir saat makan malam. Ketidakhadirannya pasti akan menimbulkan gosip tak enak di kalangan istana.

"Betty, siapkan gaun terbaikku."

Betty mendongak menatap majikannya. Semula ia menduga Victoria akan memilih makan malam di kamarnya. Tapi ternyata tidak. Ia tersenyum kecil, mendukung keputusannya. "Baiklah!"

Betty pun segera membuka lemari dan memilih gaun. Pilihannya jatuh pada gaun berwarna merah dengan detail indah. Betty selalu menyukai majikannya mengenakan gaun warna merah yang akan menonjolkan kulit putih halusnya. Gaunnya sederhana untuk acara makan malam biasa tapi akan menunjukkan sosok Victoria yang elegan. Dengan semangat Betty membantu Victoria menyiapkan diri untuk makan malam. Ia merias wajah dan menyanggul rambut panjang milik Victoria.

"Terima kasih, Betty." gumam Victoria tersenyum puas melihat bayangan dirinya di cermin.

"Kau akan membuat semua orang terpesona padamu..."

Victoria tersenyum. Apa hal itu juga akan terjadi pada James? Apa suaminya akan terpana melihat dirinya setelah berpisah cukup lama? Ia menghela napas dan beranjak bangun. Betty menemaninya berjalan keluar ruangan.

"Simon?"sapa Victoria ketika melewati koridor dan bertemu dengan adik iparnya.

Simon menatapnya lama sebelum berkata, "Kau cantik sekali malam ini."

"Terima kasih."

"Bagaimana jika aku menemanimu ke ruang makan?" tanya Simon mengulurkan lengannya.

"Baiklah. Betty, kau boleh rehat."

Betty mengangguk dan undur diri.

"Bagaimana kabarmu selama aku pergi?" tanya Simon.

"Seperti yang kau lihat sekarang. Aku baik saja hingga kakakmu pulang..." tukas Victoria dengan nada pahit di akhir ucapannya.

Simon memahami maksud Victoria. "Maafkan aku."

"Ah ini bukan salahmu, Simon. Maaf, aku....."

"Tak apa. Aku paham."

Mereka berjalan dalam diam. Victoria teringat dengan Arabella. Rasanya ia ingin menceritakan pertemuan mereka pada Simon, tapi Victoria tak ingin mengambil resiko. Ia takut James mengetahuinya dan kembali bertindak seenaknya. Kurasa aku harus menunggu saat yang tepat, batinnya.

Pintu ruang makan terbuka. Menimbulkan suara deritan yang bergema dan semua orang pun menoleh. Victoria bisa melihat James serta Amara yang melihatnya. Namun Amara segera menunduk dengan wajah merona. Sementara James sempat terdiam memandangi Victoria yang mendekat. Penampilannya berhasil menarik perhatian sang raja.

Victoria memasang senyum dan berjalan anggun menuju bangkunya. Tak peduli dengan sorot mata James, terutama tatapan tak sukanya terhadap tangan Victoria yang berada di lengan Simon.

"Selamat malam, Yang Mulia." sapa Victoria tersenyum kecil dan duduk. Ia berhadapan dengan Amara. Wanita muda itu mendongak. Bertemu mata dengannya.

"S...selamat malam, Yang Mulia...." gumam Amara gugup.

"Selamat malam."sahut Victoria. Ia menoleh dan mendapati James yang masih menatapnya. Victoria segera membuang muka dengan wajah datar.

Makan malam pun segera di mulai. Para pelayan datang membawa nampan berisi berbagai makanan lezat. Sebenarnya Victoria sama sekali tidak lapar. Bagaimana dia bisa makan jika harus menyaksikan James yang lebih mempedulikan Amara. Pria itu terus berbicara dengan Amara. Tapi Victoria tetap mengambil hidangan dan menyantapnya dengan anggun. Ia juga berbincang dengan Simon dan Charles.

"Oh akhirnya aku bisa bernapas lega...rasanya sesak melihat mereka!" gumam Victoria ketika acara makan malam selesai dan ia pamit pergi ke ruang tidurnya.

Ia melepas sanggul. Membiarkan rambut panjangnya tergerai lalu mengganti gaun yang lebih nyaman dan sederhana. Ia duduk di tepi tempat tidur dan terdiam. Victoria merasa malam ini ia akan sulit untuk tidur. Mendadak ia ingin sekali pergi ke menara dan menceritakan semua pada Arabella. Tapi ia tak berani. Bagaimana jika James mengetahuinya? Victoria menghela napas. Ia memutuskan untuk pergi duduk sebentar di taman istana.


----------


Victoria mendongak menatap bulan di langit yang gelap. Saat ini ia sedang berada di taman. Menahan keinginan untuk pergi ke menara. Tapi orang yang ia tunggu sudah datang. Langkah orang itu perlahan mendekatinya. Victoria mengamati sekitarnya, tak ada orang selain dirinya dan orang itu.

"Yang Mulia..." gumamnya berbisik.

"Apa ibu sudah tahu kepulangan James?" bisik Victoria.

"Ya, Yang Mulia."

Victoria bergumam oh. "Dan apa ia sudah tahu juga perihal Amara?"

"Belum, Yang Mulia. Saya hanya mengatakan Yang Mulia Raja dan pangeran pulang dengan selamat."

"Baiklah." sahut Victoria mengangguk. "Oliver, untuk sementara mungkin aku tak akan datang ke menara. Aku akan membutuhkan bantuanmu."

"Saya mengerti, Yang Mulia."

Suara gemerisik membuat Victoria dan Oliver menoleh waspada. Tak terlihat apapun selain kegelapan. Tapi Victoria segera memberi tanda padanya untuk segera pergi. Kini wanita itu sendirian.

"Sedang apa dirimu di sini?" tanya James dingin.

Victoria kaget. Ia menoleh ke arah James yang baru saja muncul. Wanita itu bertanya apa suaminya mendengar pembicaraan mereka tadi. "Hanya mencari udara segar. Apa tak boleh?!" sahut Victoria tak kalah dinginnya. "Kau sendiri sedang apa di sini? Kenapa kau tidak menemani selirmu?!"

"Itu bukan urusanmu."

Victoria mendengus. "Aku mau masuk...."

"Aku ingin kau dekat dengan Amara. Dan memperhatikannya."Ucap James menghentikan langkah istrinya.

"Apa?! Memperhatikannya?!"sahut Victoria menoleh dan menatap heran pada James.

"Amara sedang mengandung."

"Dan apa hubungannya denganku? Aku bukan ibunya. Kau perintah saja pelayan untuk menjaganya siang malam!"

"Karena anaknya akan menjadi anakmu juga saat lahir nanti dan menjadi pewarisku!"

"Anakku? Dia bukan anakku!" tegas Victoria penuh benci. "Aku adalah ratu di sini! Bagaimana bisa kau memberi perintah seperti itu?! Apa kau begitu membenciku sampai tega berbuat demikian?!"

"Aku berbuat ini demi dirimu!"

"Apa maksudmu? Apa kau tak bisa berpikir? Yang kaulakukan itu justru menjatuhkan harga diriku sebagai ratu! Pandangan semua orang terhadapku berubah setelah wanita itu datang, dengan perutnya yang besar! Kalau kau memang memikirkan aku, mencintai aku dan ingin memiliki anak, seharusnya kau melakukannya denganku, bukan dengan selirmu!!" seru Victoria dengan marah dan suara keras. Ia sudah tak bisa menahan emosinya.

James diam menatapnya. "Kau ingin memiliki anak denganku?"

Victoria mendengus kesal. "Jangan konyol, James. Aku istrimu, tentu saja aku ingin memiliki anak dengan suamiku!"

"Kalau begitu maumu, lakukan sekarang."

Victoria mendelikkan mata padanya. "Kau gila!"

"Aku baru menyadari kau sangat cantik. Terutama saat marah...kau membuat sesuatu di dalam diriku bangkit lagi...."

"Jangan dekati aku!"

"Victoria, kau istriku. Dan seorang istri harus menuruti kemauan suami."

"Tapi aku tak mau menuruti suami sepertimu!"

James mengacak kasar rambutnya. "Oh ayolah, kau tahu aku hanya pria biasa. Di sana aku hanya sendirian dan melihat Amara...wanita itu...."

"Tapi kau tidak perlu sampai menikahinya jika memang mencintaiku!" isak Victoria.

"Vic..." gumam James kaget melihat istrinya yang emosi. "Maaf aku membuatmu marah...tapi aku mencintaimu...."

"Kau bohong...." gumam Victoria mengusap kasar air matanya.

James mendekat dan mengusap air mata Victoria. Mata mereka bertemu ketika kulit James bersentuhan dengan wajah halus Victoria. Mereka saling bertatapan dalam diam. James memandangi manik Victoria yang indah. Ia menyadari sudah lama tidak melihat wajah istrinya dalam jarak sedekat ini. Betapa cantiknya Victoria, batinnya.

James mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Victoria. Tidak ada perlawanan atau penolakan dari sang wanita membuat ia melanjutkan ciumannya. Ia memeluk dan menarik lebih rapat tubuh Victoria. Victoria sendiri tanpa sadar mengalungkan tangan ke leher James dan membalas kecupan suaminya. Niatnya untuk bersikap dingin dan mengacuhkannya sirna sudah. Rasa rindu dan kebutuhannya sebagai istri mengalahkan akal sehat Victoria. Bibir James menurun ke arah leher Victoria dan terus turun ke area sensitifnya.

Victoria menahan napas dan mengerang saat James membuka gaun bagian atasnya. Sensasi angin dingin membelai dadanya yang terbuka. Tapi segera digantikan dengan ciuman panas yang dilakukan oleh James.

"Indah....kau sungguh cantik..." desah James kembali menciumi ujung payudara sang ratu.

"Aah....James...."erang Victoria.

James menatap Victoria. Mata mereka berdua sudah tenggelam dalam gairah. Napas mereka pun sudah memburu. Dada Victoria yang naik turun sungguh menggoda James. Jari James mengusap bibir bengkak istrinya lalu turun membelai leher dan berhenti di payudaranya. Memijat perlahan membuat Victoria mendesah.

"Kau ingin anak? Aku akan memberikannya padamu. Setiap hari aku rela melakukannya denganmu, Victoria..." bisik James.

Perkataan itu menyadarkan Victoria. Ia merasa James seakan menyamakan dirinya dengan Amara. Ia merasa James merendahkan dirinya. Victoria menatap tajam dan menyentak tangan James yang hendak mengendongnya. Lalu memperbaiki gaunnya hingga tertutup.

"Vic?" tanya James tak paham.

"Jangan samakan aku dengan selir murahanmu itu! Dia mungkin mau tidur denganmu karena mengincar kekuasaan, tapi tidak denganku! Aku tidak haus kekuasaan seperti kalian!"

"Kau istriku!"

"Dan kenapa jika aku istrimu? Aku tak peduli itu. Aku tak mau menuruti kemauan suami seperti kau! Persetan dengan semua itu!" seru Victoria membalikkan badan dan berjalan masuk dengan marah.

"Victoria, berhenti!!!"

Victoria terus berjalan tidak mempedulikan panggilan James. Aku sungguh bodoh, makinya dalam hati.

"Hei aku bilang berhenti!!" seru James menyusul dan menarik lengannya.

"Lepaskan aku, bajingan!"seru Victoria.

James kembali memegang tangan Victoria dan mendorongnya hingga menabrak dinding. Membuat Victoria terpekik kesakitan. Victoria mencoba berontak. Tapi tenaga James lebih kuat dan badannya lebih besar darinya. Perlawanan Victoria tak berguna.

"Apa maumu?!!!"seru Victoria menatap marah padanya.

James memberikan sorot mata tajam lalu mencengkeram wajah Victoria dan menciuminya. Victoria mencoba melawan. Tangannya mendorong tubuh dan wajah James seraya mencoba teriak.

"Diam kau!!" desis James seraya merobek gaun Victoria dan kembali menghimpit tubuhnya.

"Bajingan!" pekik Victoria. "Tolong......tolong......"

Victoria berteriak minta tolong seraya melawan. James yang menunduk ke arah dadanya memberi akses bagi Victoria untuk bergerak. Ia mengangkat kakinya dan menendang keras area bagian bawah tubuh James. James berlutut dan menjerit kesakitan.

Victoria menyingkir. Bersamaan dengan itu terdengar suara langkah kaki di koridor. Victoria menoleh dan melihat Simon datang dengan beberapa prajurit.

"Kalian?" tanya Simon menatap Victoria dengan gaun rusaknya. Ke dua tangan Victoria menutupi bagian atas gaunnya yang sobek. Lalu ia melihat kakaknya yang meringkuk kesakitan di lantai. Sedetik kemudian ia melepaskan jubah dan menutupi tubuh Victoria.

"Kalian baik saja?"

"Ya." sahut Victoria mengangguk dengan wajah pucat. "Sebaiknya kau bawa kakakmu agar di periksa tabib. Jangan sampai ia kehilangan kemampuan untuk memiliki anak."

"Aku...kukira kau di serang orang jahat...."kata Simon.

Victoria tertawa sinis. "Aku wanita kuat. Lihatlah buktinya, aku bisa mengalahkan kakakmu."ujarnya.

"Kau...." erang James meringis kesakitan.

Simon menahan tawa melihat kakaknya yang tampak mati kutu. "Aku akan mengantarmu ke kamar dan memanggil tabib. Victoria, biar prajurit yang mengawalmu dulu ya."

"Tidak perlu. Aku tak akan tersesat di istanaku sendiri, Simon. Terima kasih." ujar Victoria melenggang pergi meninggalkan mereka. Tak menghiraukan erangan kesakitan suaminya.



Tbc...
Akhirnya bisa update lg
Maaf ya kalo kelamaan...

Sebagian dr kalian mungkin udah bs tebak apa kejutannya hahaha...yah apalagi kerjaan raja kalo bukan ambil selir hahaha...

Kasian James di tendang Victoria. Semoga dia baik2 aja ya ;)

Anyway thanks y buat tmn2 yg sdh nunggu update an ku

Happy reading

See u












Unforgetable Queen (HIATUS) (Sekuel The Exileed Queen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang