Malam itu menjadi malam yang tak akan terlupakan bagi Betty. Sepanjang pelayanannya terhadap Victoria, baru kali ini majikannya mengalami kecelakaan hingga nyaris merenggut nyawanya. Dulu Victoria juga sering mengalami jatuh saat berkuda tapi tak pernah separah saat ini. Betty menjaga Victoria yang mulai demam. Sesekali ia mengganti kain dan menaruh kembali di dahi Victoria. Berharap panasnya segera turun. Ia juga mengusap tangan dan wajah Victoria.
"Yang Mulia, kau harus sembuh...." gumam Betty seraya mengusap tangan Victoria dengan kain basah.
Betty mendengar Victoria mengigau memanggil ayah, ibu serta kakaknya.
Ia pasti rindu dengan mereka, batin Betty sedih.
"Jangan cemas, Yang Mulia. Keluarga anda baik-baik saja."ujar Betty. Ia tersenyum kecil melihat Victoria kembali diam, seakan mendengar dan mengerti ucapannya.
Betty kembali duduk. Ia memperhatikan Victoria seraya bersandar. Tubuhnya terasa lelah. Kepalanya pening karena aktivitas yang padat sejak pagi serta kejadian kecelakaan. Matanya terasa berat. Beberapa kali ia menggelengkan kepala untuk mengusir rasa kantuk.
Untuk melawan kantuk, Betty membasahi wajah dengan air dingin. Lalu berjalan di sekitar ruang tidur Victoria karena khawatir akan kembali mengantuk jika duduk. Beberapa menit kemudian, Betty mendekati Victoria lalu menyentuh tangannya.
"Masih hangat." gumamnya meraih kain di dahi Victoria. Memasukkan ke dalam baskom berisi air dingin, memerasnya lalu kembali menaruh di dahi sang ratu.
Betty mengusap wajahnya. Kakinya pun terasa pegal karena terus berdiri dan melangkah mondar mandir. Ia memutuskan untuk duduk sebentar. Kepalanya bersandar di sofa seraya menarik napas. Rasa lelah kembali menguasai gadis itu hingga tanpa sadar ia pun tertidur di bangku.
-----------
Betty terbangun. Ia mengusap mata. Badannya merasakan sesuatu yang empuk di bawah. Ia juga merasa hangat. Betty menyadari ia berbaring di sofa dengan selimut menutupi tubuhnya. Dahinya mengenyit heran.
Bukankah tadi aku tertidur di bangku? Kenapa sekarang aku berada di sofa? tanyanya seraya melirik ke arah tempat tidur majikannya.
Betty melihat bayangan seseorang yang berlutut di tepi tempat tidur Victoria. Terlihat sosok itu seperti sedang memegang tangan Victoria dan terdengar suara isakan. Suara itu membuat Betty terlompat bangun dengan panik lalu bergegas mendekat.
"Ada apa dengan Yang Mulia?!!!" tanya Betty dengan nada keras serta panik.
Sosok itu menoleh.
Betty terkejut lalu segera membungkuk hormat. "Y...Yang Mulia, maafkan saya...saya...."
James mengusap wajahnya lalu berdiri. "Segera panggilkan tabib. Demam Victoria sudah reda."
Betty menatap sang raja dengan kaget. Sedetik kemudian ia menarik napas lega. "Benarkah? Benarkah suhu tubuh Yang Mulia sudah tidak panas lagi?!!"
James mengangguk dengan senyum kecil. "Ya. Panggilkan tabib untuk segera memeriksanya."
"Oh...baik, saya akan segera memanggil tabib!" sahut Betty undur diri dan bergegas keluar ruangan untuk memanggil prajurit yang berjaga agar memanggil tabib kemari.
Betty menatap James dalam diam dan heran. Ia yakin bahwa ia tidak salah lihat tadi. Wajah James begitu bahagia saat mengatakan demam Victoria sudah lewat. Tak ada kesan dingin atau kaku yang biasanya melekat di wajah sang raja. Tapi saat ini James kembali seperti semula. Berdiri dengan angkuh serta wajahnya kembali datar dan dingin.
Ada apa dengan Yang Mulia, tanya Betty dalam hati dengan bingung. Lamunan Betty terhenti saat tabib berbicara.
"Yang Mulia Ratu berhasil melewati masa krisisnya. Kini hanya perlu menunggu Yang Mulia siuman. Dan Yang Mulia harus banyak rehat agar cepat pulih."
"Syukurlah....terima kasih...." lirih Betty.
Dengan segera kabar mengenai Victoria yang sudah tidak demam pun menyebar di istana. Sosok yang pertama kali tiba adalah Amara. Ia datang bersama pelayan yang menuntunnya.
"Yang Mulia, kudengar demam Yang Mulia Ratu sudah reda? Benarkah itu?!" tanya Amara yang masih memakai gaun tidur dan wajah pucat melangkah masuk seraya mengusap perutnya.
"Amara, untuk apa kau kemari?"
"Aku ingin melihat Yang Mulia Ratu."
James menuntun Amara mendekati tempat tidur Victoria sementara pelayannya berdiri di belakang. Wanita muda itu menatap wajah Victoria yang masih tertidur dengan wajah pucat. Ia menyentuh dahi Victoria.
"Masa kritisnya sudah lewat dan hanya tinggal menunggunya siuman."jelas James.
"Syukurlah." sahut Amara.
Betty yang berdiri di sisi lain tempat tidur mengamati sang raja yang mendampingi selirnya. Ia masih merasa tidak menyukai Putri Amara. Kehadirannya membuat hidup Victoria berubah. Ia memperhatikan Amara yang mengambil sehelai lap dan mengusap wajah Victoria. Mimik wajahnya yang aneh membuat Betty heran. Ia bisa menangkap kilat mata dingin dalam manik mata wanita itu.
Amara mengangkat wajah dan bertatapan dengan Betty. Betty bisa melihat Amara tampak sedikit terkejut tapi ia segera memasang senyum kecilnya. "Kau pasti merasa lelah, Betty, sudah menjaganya semalaman."
"Sudah menjadi tanggung jawab saya, Tuan Putri." sahut Betty.
"Aku akan meminta koki istana menyiapkan semangkuk sup untuk Yang Mulia saat siuman nanti. Dan sarapan untukmu. Kau juga harus makan agar tidak sakit, Betty."
"Terima kasih, Tuan Putri."
"Dan setelah sarapan, sebaiknya kau rehat."
Betty menolak tawaran putri Amara dengan halus. Ia lebih memilih menjaga majikannya. Betty tahu sang raja atau selirnya akan memerintah pelayan lain untuk menjaga Victoria. Atau prajurit. Tapi ia merasa tak aman meninggalkan sang ratu di bawah pengawasan orang lain.
"Biarkan dia rehat di sini sambil menjaga Victoria."ujar Simon yang baru saja masuk mendengarkan pembicaraan Betty dengan kakaknya.
Ke tiga orang itu menoleh ke arahnya. Betty lega mendengar ucapan Simon. Setidaknya ada yang membelanya. Bukannya ia tidak percaya dengan orang bawahan James atau Amara. Kejadian yang menimpa Victoria dan nyaris merenggut nyawa wanita itu membuat Betty tidak bisa percaya pada siapapun.
"Tapi ia tidak akan bisa rehat dengan nyaman di sini, Simon."ujar Amara.
"Prajurit akan berjaga di depan. Jika ia tetap rehat di ruangannya pun aku yakin Betty tidak akan bisa rehat. Ia pasti masih mencemaskan Victoria. Bukan begitu, Betty?"tanya Simon yang langsung di sambut dengan anggukan kepala Betty.
James menghela napas. "Sudah, jangan berdebat lagi untuk hal sekecil ini. Biarkan Simon yang mengaturnya, Amara. Ayo aku akan mengantarmu bersiap untuk sarapan."
Amara tampak tidak bisa menerima hal itu. Tapi ia beranjak bangun dan melangkah keluar didampingi James dengan pelayannya.
"Terima kasih, Pangeran."gumam Betty saat sang raja sudah tidak ada di ruangan.
Simon hanya mengangguk. Ia mendekat untuk melihat Victoria. Wajah sang ratu sudah tidak sepucat kemarin. Ia meraba dahinya yang sudah tidak panas. Simon merasa lega. Ia membalikkan badan dan berkata pada Betty, "Kau bisa rehat sekarang. Tolong jaga Victoria."
Betty membungkuk padanya. "Ya, Pangeran."
--------------
"Betty....."
"Betty...."
Setelah beberapa kali panggilan, Betty terbangun dari tidurnya. Ia mengusap mata mengira bermimpi ada yang memanggilnya.
"Betty."
Betty membuka mata lebar. Suara itu, batinnya. Ia menoleh dan terpekik bahagia. "Yang Mulia!"
Betty bergegas bangun dan mendekati tempat tidur Victoria. Sang ratu telah siuman. Meski masih lemah tapi wajahnya sudah tidak pucat dan sedikit rona menghiasi pipinya. "Yang Mulia, anda sudah sadar! Maafkan aku karena ketiduran, aku...."
Victoria tersenyum kecil. "Sudah, tak apa.....aku...haus...."
"Oh baiklah! Aku akan mengambilkan air!" ujar Betty dengan semangat meraih gelas dan mengisinya dengan air. Lalu ia menggunakan sendok untuk memberi minum pada Victoria. Victoria sedikit terbatuk. Betty mengusap mulutnya sementara Victoria mengangkat tangan memberi tanda bahwa ia sudah tak ingin minum lagi.
"Saya akan memanggil tabib."ujar Betty sambil melangkah menuju pintu untuk meminta bantuan kepada penjaga.
Victoria bisa mendengar Betty memberi perintah untuk memanggil tabib istana. Tak lama terdengar suara pintu di tutup dan Betty sudah berada di sampingnya lagi. Ia tersenyum kecil padanya.
"Bagaimana perasaan anda?"
"Kurasa aku baik saja...."sahut Victoria. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Anda masih harus rehat, Yang Mulia."
"Katakan, Betty. Aku ingat aku terjatuh dari kuda. Tapi tak mungkin kudaku mendadak jatuh bukan?!"
Betty menghela napas. Ia pun menceritakan kejadian hari itu serta apa yang mereka temukan.
"Jadi....ada yang menginginkan aku meninggal..." gumam Victoria. "Apa sudah ada petunjuk?"
"Saya tak tahu...karena saya terus menjaga Yang Mulia."
Victoria mengangguk mengerti. "Terima kasih, Betty."
Betty tersenyum kecil. "Sudah menjadi tugasku, Yang Mulia."
Pembicaraan mereka terhenti karena kedatangan tabib istana. Pria itu terlihat bahagia karena Victoria sudah siuman. Ia memeriksa keadaan sang ratu yang hanya perlu pemulihan. Lalu ia meminta koki istana untuk menyiapkan semangkuk sup untuk sang ratu.
Betty sedang menyuapi sup untuk Victoria ketika pintu kembali terbuka. Mereka menoleh dan melihat putri Amara berdiri di pintu.
Amara melihat Victoria yang sudah sadar dan menyadari kedatangannya. Putri itu tampak tertegun kaget. Seulas senyum kecil menghiasi bibirnya. Meski Victoria sudah siuman, sosoknya tetap terlihat elegan dan tenang. Amara mendekat. "Yang Mulia, bagaimana perasaanmu?"
Victoria menangkap nada gugup dalam suara Amara. "Aku baik saja."
"Syukurlah anda sudah siuman."
"Terima kasih atas perhatianmu. Kudengar kau yang memberi perintah mengenai sup ini."
"Tidak masalah, Yang Mulia. Ini demi kesehatan anda."
"Bagaimana keadaanmu? Juga bayimu?"
"Aku sehat. Bayiku juga sehat, Yang Mulia."ujar Amara. "Ijinkan aku membantu menyuapi anda, Yang Mulia."
Betty menoleh menatap ragu kepada Victoria.
Victoria memandangi wajah Amara yang putih dan cantik. Meski perutnya sudah membesar tapi penampilannya masih terlihat anggun. Ia melihat bayangan gelap di bawah mata Amara. Dahinya mengenyit saat Amara menyuapinya sesendok sup. "Kenapa tanganmu bergetar?"
Amara berhenti dan menatap Victoria dengan mata melebar. Rona merah muncul di wajahnya. "Ah...saya....saya merasa gugup karena ini pertama kalinya menyuapi anda...." lirihnya dengan suara gemetar.
Victoria menaikkan alis. "Kurasa kau tak perlu merasa gugup. Aku hanyalah wanita biasa, hanya status kita saja yang berbeda." ujarnya dengan penuh penekanan saat mengatakan status.
Amara menelan ludah. "Ya, Yang Mulia."
"Tidak perlu terpengaruh dengan status. Kita sama-sama wanita."
Amara kembali melanjutkan menyuapi Victoria hingga habis. Menjelang malam Simon dan Charles menjenguk Victoria. Mereka berbincang dan kemudian undur diri agar Victoria bisa rehat.
Tbc.....Maaf ya lama up....
Semoga selanjutnya ga lama lagi....happy reading ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgetable Queen (HIATUS) (Sekuel The Exileed Queen)
FantasySekuel The Exileed Queen Di hari ulang tahunnya yang ke 19 tahun, putri Victoria mengadakan pesta untuk mencari calon pendamping hidupnya. Tapi siapa sangka hari istimewanya menjadi bencana bagi Putri Victoria. Istana tempat tinggalnya mengalami pe...