"Kita akan menyerang dan merebut kerajaan Selatan."
"Apa?! Kau yakin?"
"Kak, bukankah kekuasaan kita sudah besar? Masih tak puaskah kau sudah menguasai dua kerajaan? Kau baru saja menaikkan pajak di daerah barat...."
"Kita harus memperluas kekuasaan agar tidak ada yang berani melawan. Kita tak boleh lemah!"
"Aku Tahu Kakak sangat berambisi tapi..."
"Cukup!"ujar James si sulung seraya mengangkat tangan agar adiknya tidak meneruskan perkataannya. "Di sini aku yang berkuasa sebagai raja. Dan aku sudah memutuskan untuk menyerang daerah itu!"
"Baiklah."gumam Charles mengalah. Bagaimanapun kakaknya adalah raja dan lebih berkuasa. Pendapat apapun dari adiknya tak pernah dihiraukan terutama mengenai ambisi James yang ingin menguasai dunia.
"Segera siapkan pasukan."
"Ya kak..."
"Kalian boleh keluar..."
Charles dan Simon keluar dari ruang kerja James. "Dia semakin haus kekuasaan."gumam Charles
"Aku tak tega jika penduduk di wilayah selatan terluka atau meninggal karena ambisinya. Mereka orang tak berdosa. Sama seperti yang terjadi di sini."
"Ya tapi apa yang bisa kaulakukan?! Kau mau memberontak terhadap kakakmu sendiri?!"
Simon menggeleng. "Tentu saja tidak. Tapi tidak adakah yang bisa kita lakukan untuk mencegah niatnya?"
"Kalau ada, tentu sudah kulakukan sejak dulu. Kalau saja bisa, James tidak akan menyerang wilayah ini dan mengasingkan ibu..."gumam Charles berjalan terus meninggalkan Simon
Simon terdiam. Ia melihat keluar jendela dan menatap menara tempat di mana ibunya berada kini. Di kurung dan tak boleh keluar. Ia pun dilarang untuk menemui ibunya sendiri. Hanya seorang pelayan yang diijinkan naik ke menara. "Aku rindu ibu..."Bisiknya.
James merapikan peta wilayah selatan yang baru saja ia amati untuk penyerangan nanti. Menaruh di meja dan berjalan menuju jendela. Menatap pemandangan di luar seraya mengusap kepalanya yang penat. Hatinya sudah mantap untuk menyerang dan merebut kerajaan selatan. Daerah selatan dikenal sebagai tempat yang memiliki lahan subur dan berlimpah sumber daya alamnya. Ia Tahu Charles dan Simon tak setuju dengan niatnya tapi sudah tak peduli lagi. Merasa tak cukup setelah berhasil merebut wilayah milik ayahnya dan Francis.
Tatapannya beralih pada menara tinggi yang dipenuhi tanaman merambat. Tempat ia mengasingkan ibunya. Jauh di dalam hati sebenarnya ia rindu akan ibunya. Tapi rasa sakit hati masih ada sejak ibu mengirimnya ke tempat lain. Tempat yang sangat asing dengan orang-orang tak dikenalnya. Raja Frederick dan ratu Florence memang orang yang baik. Tapi James yakin mereka tidak sayang padanya juga terhadap adik-adiknya. Tak pernah sekalipun mereka datang ke kamar seperti yang dilakukan Arabella untuk menemani tidur.
"Kenapa ibu tidak ikut dengan kita?"tanya Charles.
"Aku ingin ibu...."isak Simon.
"Pangeran, kita sudah sampai."
James menatap prajurit yang membuka pintu dengan mata ketakutan. Ia melongok keluar dari kereta. Melihat sebuah kastil besar dan asing baginya. "Ayo dik... ibu pasti akan segera menyusul nanti..."
"Benar?!"tanya Charles dengan nada penuh harap.
James mengangguk. "Ya.."sahutnya tak yakin. Ia terpaksa berbohong agar adiknya tenang.
"Selamat datang, pangeran."
James menggandeng ke dua adiknya. Mereka menatap semua orang tak dikenal yang berdiri menyambut. Simon merapat pada James dengan badan gemetar dan wajah pucat. "Tenanglah...ada aku.."bisiknya.
Simon menatap kakaknya dengan sendu. "Aku ingin ibu..."
"Silakan ikut saya, pangeran."ucap seorang pria. "Dan kalian bisa ikuti prajuritku untuk istirahat."
James dan adiknya mengikuti pria itu melangkah masuk ke dalam kastil yang besar dan dingin. Begitu sunyi dan sepi. Mereka berjalan melewati banyak lorong hingga tiba di sebuah pintu. Pria itu membuka pintu, menampakkan sebuah ruangan luas yang berfungsi sebagai ruang kerja. Terlihat meja dengan kursi dan lemari penuh buku serta dokumen di sepanjang dindingnya. Di sana duduk seorang pria sedang membaca sebuah buku yang lalu mendongak saat pintu terbuka.
"Yang Mulia, pangeran sudah tiba."
"Apa?!"sahut pria yang duduk dengan wajah terkejut. "Bukankah masih lama mereka akan kemari?"
"Ada surat untuk anda. Saya yakin anda akan mendapat kejelasan melalui surat ini."
Pria itu menerima surat dan mulai membukanya sambil mengamati ke tiga pangeran kecil. James pun memperhatikan pria itu dengan berani. Sementara ke dua adiknya berdiri gelisah, menatap seisi ruangan serta pria itu dengan takut. Pria itu mengeluarkan selembar kertas dan mulai membacanya.
"Jadi kalian bernama James...Charles...dan Simon?"tanya pria itu dengan suara keras membuat Simon mengerut ketakutan dan mulai terisak.
"Ya..."sahut James dengan berani meski suaranya bergetar.
Pria asing itu menatap James. Mengamati mimik wajahnya dan tersenyum miring. "Mulai sekarang kalian akan tinggal di sini. Aku akan memerintahkan pelayan menyiapkan kamar bagi kalian. Kini kalian akan menjadi tanggung jawabku. Aku akan memberi kalian pendidikan dan kehidupan sama seperti di tempat lama kalian. Kuharap kalian bisa betah di sini."
"Apa ibu akan kemari?"tanya Charles
Pria itu terdiam lalu menatap pria yang sudah mengantar mereka. "Bawa mereka ke kamarnya."
"Baik, Yang Mulia."
"Mana ibu? Kakak bilang ibu akan menyusul kemari..."ujar Simon.
"Simon, berhentilah menanyakan perihal ibu! Ibu tidak akan kemari! Ibu sudah melupakan kita!"seru James tak sabar dan kesal. Perkataannya membuat Simon sedih lalu menangis kembali. James menghela napas. Ia sudah mencoba bersabar menghadapi ke dua adiknya yang rewel sejak tinggal di tempat baru. Seringkali ia menemani Simon yang bermimpi buruk saat tidur. James tahu Simon menginginkan ibunya. Tapi sang ibu tak akan pernah muncul. Hati James hancur dan pedih ketika ia membaca surat dari ibunya. Isi surat tersebut membuatnya menangis dalam diam.
Charles memeluk Simon yang menangis histeris dan menatap James dengan sorot mata menyalahkan. "Kenapa kau berkata keji begitu?!"
"Ini memang benar! Kalian mengharapkan ibu kemari kan? Tapi kenyataannya ibu tak akan kembali pada kita. Kita sudah dibuang oleh ibu, apa kalian tidak sadar juga?!"
"James, berhentilah!"seru Charles seraya menenangkan Simon
"Kalian harus tahu kebenarannya. Aku tahu ini kejam tapi ini kenyataan. Lebih baik kalian lupakan ibu. Ibu sudah tak peduli pada kita lagi!"
"Aaaargh...."pekik James marah dan meninju dinding sebelah jendela hingga tangannya terasa sakit dan perih. Ia tak pernah bisa melupakan saat di mana ia sedih dan marah akan tindakan ibunya. Masih ingat dalam kepalanya masa di mana ia dan adiknya bermimpi buruk. Selalu mengharapkan kehadiran sang ibu di saat sulit. Tapi ibunya tak pernah muncul kembali.
Hingga James tumbuh dewasa ia meminta seseorang untuk mencari tahu perihal ibunya. Semua ia lakukan diam-diam. Dan betapa terkejut dirinya saat tahu ibunya telah menikah kembali serta memiliki dua orang anak. Amarah dan benci melanda dirinya. Ia bertekad untuk kembali merebut wilayah milik ayahnya. Tak hanya itu. Ia juga ingin menguasai wilayah milik suami ibunya yang baru. Keberhasilan merebut dua wilayah membuatnya gelap mata dan ingin terus memperluas kekuasaan.
Tbc.....
Bagaimana respon kalian? Lanjut atau ga? 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgetable Queen (HIATUS) (Sekuel The Exileed Queen)
FantasySekuel The Exileed Queen Di hari ulang tahunnya yang ke 19 tahun, putri Victoria mengadakan pesta untuk mencari calon pendamping hidupnya. Tapi siapa sangka hari istimewanya menjadi bencana bagi Putri Victoria. Istana tempat tinggalnya mengalami pe...