"Oh Victoria.... Kau datang!" ujar Arabella ketika pintu di buka dan memperlihatkan sosok Victoria bersama Oliver. Ia menyambut dan memeluknya. Lalu menjauh sedikit untuk melihat Victoria. "Apa kabarmu? Kau terlihat makin cantik."
Victoria tertawa kecil. "Ibu terlalu memujiku."
"Oliver, terima kasih kau sudah mengantarnya. Kukira Oliver yang datang...."
"Saya akan menjaga di bawah, Yang Mulia."
"Baiklah. Terima kasih." sahut Victoria.
"Ayo duduk." kata Arabella mengajak Victoria masuk dan duduk di meja kecil. "Kau mau minum?"
"Tidak perlu, bu. Bagaimana kabarmu?"
"Baik."
"Apa ibu masih merasa kedinginan? Aku bisa meminta Oliver mengantarkan selimut dan jubah agar ibu tidak kedinginan. Sebentar lagi musim dingin...."
Arabella tersenyum dan menepuk punggung tangan Victoria. "Tidak usah. Ibu masih memiliki selimut. Terima kasih atas perhatianmu, Victoria."
"Baiklah. Jangan sungkan untuk meminta bantuanku, bu. Ibu bisa menyampaikan pesan melalui Oliver."
"Ya, ibu tahu. Bagaimana kau dengan James?"
Victoria terdiam lalu menarik napas. "Aku....kami semakin jauh....."
Arabella mengerutkan dahi karena tak mengerti. "Ada apa? Bukankah kalian sudah lama tak bertemu? Apa James masih tak bisa melupakan pertengkaran kalian sebelum pergi?!"
Victoria menggeleng. "Aku tak tahu...aku tak mengerti....ia kembali membuatku kecewa...."
"Apa maksudmu? Apa yang ia lakukan?!"
"James.... Ia menikah lagi...."gumam Victoria. Arabella sungguh terkejut. Ia bisa merasakan tangannya yang gemetar. "James menikahi putri kerajaan Othilia dan membawanya pulang. Kini putri itu sedang mengandung anak James."
"Oh tidak!"sahut Arabella terkejut. Victoria terdiam. Ia memegang tangan Victoria. "Bersabarlah...."
Victoria kembali menarik napas. "Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Ia bilang ingin memiliki anak, tapi kenapa harus menikah dengan wanita lain? Kenapa tidak bisa bersabar? Semua pria sama saja. Tak bisakah mereka menahan gairah mereka?!"
"Ini memang sudah menjadi nasib menjadi wanita. Apalagi seorang anggota kerajaan. Kau pasti paham ada kalanya seorang raja mengambil selir. Setidaknya itu lebih baik daripada James bermain di belakangmu."
"Aku tahu....mungkin aku yang terlalu banyak berharap. Melihat ayahku yang setia dengan ibu, kukira James pun sama...."
"James pasti memiliki alasan. Bersabarlah...."ujar Arabella. "Bagaimana kabar Simon dan Charles?"
"Mereka baik, bu."
"Aku sangat merindukan mereka. Selama ini ibu hanya bisa melihat dari jendela. Ibu tahu Simon sering berdiri di bawah dan menatap ke jendela. Kadang Charles juga kemari...."
"Apa James juga melakukannya?"
Arabella menggeleng pelan. Wajahnya tampak sedih. "James sudah membenci ibunya...."
"Ibu...."
"Sudahlah. Ibu sudah menerima semua ini...." ujar Arabella yang terhenti karena mendengar suara derap langkah sepatu yang menyentuh lantai batu. Tak lama terlihat Oliver tiba di atas dengan wajah pucat dan napas memburu. Wajah Arabella langsung waspada. "Ada apa, Oliver?!"
"Yang Mulia harus turun dan kembali ke istana. Yang Mulia Raja mendadak mengadakan pengawasan. Aku takut ia melihat...."
"Aku mengerti!" sahut Victoria segera beranjak berdiri. "Ibu, aku pamit dulu. Jaga dirimu."
"Kau juga, berhati-hatilah..."
Victoria mengangguk dan melangkah keluar. Ia memandangi wajah Arabella hingga Oliver menutup pintu dan menguncinya. Lalu mereka berdua turun dalam hening. Udara dingin menyambut mereka ketika sudah berada di luar menara. Victoria bisa menangkap suara derap kaki prajurit.
"Apa yang James lakukan?"bisik Victoria sambil berjalan.
"Yang Mulia memang selalu melakukan pemeriksaan dadakan untuk penjagaan."
"Apa ia juga tak percaya dengan prajuritnya sendiri?" tanya Victoria dengan nada sinis.
Oliver terdiam.
"Ah ya...aku baru sadar, anak buah James pasti ada yang berasal dari wilayah lain bukan? Karena itu ia tak ingin ada pemberontak atau mata-mata......apa itu benar?" tanya Victoria. Oliver kembali tak menjawab. Pria itu terus berjalan seraya mengamati sekitar.
Suasana malam itu terasa berbeda. Mungkin karena adanya inspeksi dadakan dari James dan usaha Victoria untuk masuk ke dalam istana secara diam-diam membuat suasana mencekam. Mereka berdua bergegas melangkah agar tidak bertemu dengan para prajurit, terutama dengan James.
"Hei siapa di sana?!"
Langkah Victoria langsung berhenti mendengar suara itu. Jantungnya serasa mencelos.
Terdengar suara langkah kaki menginjak rumput dan batu kerikil. "Siapa kalian? Jawab atau aku akan lapor kepada raja!"
"Silakan jika kau mau melaporkan pada sang raja!" tegur Victoria. Emosinya tersulut karena mendengar ucapan sang prajurit.
Sosok di depan mereka mendekat dengan pedang di tangan. Setelah keluar dari bayangan pohon dan dengan bantuan cahaya bulan yang redup, prajurit itu mengenali pemilik suara tadi. Seketika wajahnya berubah pucat. "Y...Yang Mulia....."
"Apa kau mau melaporkan aku?" tanya Victoria seraya melipat tangan di dadanya dan menatap tajam.
Prajurit itu gemetar dan segera berlutut. "Maafkan aku. Aku tak tahu....kukira kalian....."
"Pergilah." pinta Victoria.
Prajurit itu segera berdiri. Sebelum beranjak pergi, matanya melihat sosok Oliver. Pria itu tampak terdiam dengan raut heran dan lalu melangkah pergi dari hadapan Victoria.
"Yang Mulia, mari...kuantar hingga ke dalam istana. Untunglah bukan Yang Mulia Raja yang menemui kita." gumam Oliver dengan nada lega.
Victoria mengangguk dan berjalan lagi. Kali ini mereka berjalan lebih cepat di bawah bayangan pohon agar tak terlihat. Rasa mencekam dan terburu-buru karena tak ingin tepergok James membuat perjalanan mereka terasa lama. Seakan pintu masuk menuju istana begitu jauh. Victoria pun segera menarik napas lega ketika mencapai pintu masuk.
"Kita sudah sampai..." gumam Victoria tersenyum pada Oliver seraya masuk.
"Victoria."
Victoria berhenti melangkah dan menoleh. Ia terkejut melihat James berdiri di belakang beserta anak buahnya. Dan ia melihat sosok pria yang menemukannya tadi. Sorot matanya mengarah tajam ke arah prajurit itu. "Dasar pengadu." desisnya marah.
James memandangi Victoria dan Oliver bergantian. "Apa yang kalian lakukan?!"
"Itu bukan urusanmu, Yang Mulia." sahut Victoria.
"Aku bertanggung jawab karena kau istriku!"
Victoria tertawa sinis. "Ah...jadi kau mengakuiku sebagai istrimu?!" tanyanya dengan nada dingin dan menyindir. "Aku hanya mencari udara segar di taman dan bertemu dengan ksatria ini yang memaksaku untuk masuk. Kau puas?!!"
James menatap dengan dahi berkerut.
"Dan ksatriamu ini mengacaukan jalan-jalan malamku karena tak bisa tidur. Dan kau, semakin membuatku tak bisa tidur!" seru Victoria dengan nada marah dan keras kemudian berlalu pergi dari sana.
"Victoria!!!" panggil James. Tapi wanita itu terus berjalan menjauh darinya. Lalu ia berpaling kepada Oliver. "Apa yang dikatakan Ratumu benar?!"
"Ya, Yang Mulia." sahut Oliver mendukung sandiwara sang ratu. "Saya menemukan Yang Mulia Ratu sendirian di taman dan meminta beliau untuk masuk demi keamanannya."
"Baiklah. Pergilah, Oliver."
Oliver membungkuk lalu undur diri dari sana.
Oliver adalah tangan kanan ibuku. Apa hanya kebetulan mereka bertemu? Ataukah..... James menatap kepergian Oliver seraya berpikir. Anak buahnya hanya mengatakan menemukan mereka berdua di taman. Tapi ia merasa tak puas dengan penjelasan mereka.
"Pantau Oliver dan Ratu Victoria, Archie."ujar James kepada pria di sampingnya.
"Ya, Yang Mulia."
--------
Victoria duduk di kursi kesayangannya ditemani Betty dan dua orang wanita bangsawan yang dekat dengannya. Mereka sedang merajut seraya berbincang di taman istana. Duduk mengelilingi meja dengan secangkir teh dan makanan kecil
"Yang Mulia, apa kau baik saja?"
Victoria mendongak dan menatap Selma dengan alis terangkat. "Ya tentu saja aku baik saja. Ada apa?"
Selma menggeleng pelan. "Wajahmu agak pucat."
Victoria menghela napas. "Mungkin karena beberapa hari ini aku memang kurang tidur....."
"Oh kau harus menjaga kesehatanmu."ujar wanita bergaun hijau lembut dengan nama Isolde.
"Ya aku tahu....hanya saja...aku mengalami susah tidur belakangan ini...."
"Apa karena wanita....auw..." ujar Selma terhenti karena lengannya di cubit oleh Isolde yang menatap tajam padanya. Selma pun mengerti. "Oh maafkan aku....aku....."
Victoria tertawa pelan. "Tak apa. Aku tahu apa maksudmu. Dan memang benar. Sosok itu yang membuat hidupku tak tenang."
"Oh...maafkan aku, Yang Mulia...."gumam Selma merasa tak tenang. "Bagaimana jika aku membuatkan minuman yang bisa membuatmu tenang dan tertidur?"
"Di siang hari ini? Bagaimana jika aku memang benar tertidur dan malam kembali susah tidur?"tanya Victoria. "Aku sudah meminum banyak ramuan atau minuman yang memberi efek itu, tapi sia-sia saja, Selma. Aku tetap mengalami sulit tidur."
Selma menatap sang ratu dengan prihatin. "Andai aku bisa membantu...."
"Aku tak mengerti dengan jalan pikiran para suami. Kita sebagai istri sudah menjaga badan dan tampil cantik... Tapi mereka tetap saja mencari di luar sana!" ujar Isolde dengan nada berang.
"Apa suamimu juga...."
"Ya, Yang Mulia. Aku meminta bantuan seorang mata-mata karena ia sering tak ada di rumah. Dan nyatanya ia memiliki simpanan...."
"Oh Isolde....apa kau butuh bantuanku?"tanya Victoria merasa prihatin karena temannya mengalami hal yang sama dengannya.
"Tidak perlu, Yang Mulia. Karena aku akan mengatasinya sendiri." gumam Isolde dengan tatapan mata penuh benci dan marah.
"Kau tahu, aku selalu mendukungmu. Jika butuh bantuan, jangan sungkan untuk meminta padaku."
"Aku sering heran dengan para wanita yang suka menggoda pria yang sudah menikah. Seharusnya mereka lenyap saja dari dunia ini!"ucap Selma gemas.
"Ya kau benar. Rasanya aku sudah tak sabar ingin mencekiknya hingga tak bernapas." desis Isolde. "Lalu menguburnya hidup-hidup. Atau meracuninya!"
"Hush...kau tak seperti seorang wanita terhormat jika mengatakan hal demikian." tegur Selma.
"Maafkan aku, tapi aku sungguh benci wanita itu."
"Sudah...lebih baik kita membicarakan pesta menjelang musim dingin nanti...pasti sangat menyenangkan...." ujar Selma.
"Ah aku harus membuat gaun baru lagi..." ucap Isolde. "Bagaimana denganmu, Yang Mulia?"
Victoria mendongak menatap temannya. Pesta....gaun baru.... Dulu hal itu selalu membuatnya bergairah dan tak sabar. Tapi saat ini ia sama sekali tidak memiliki semangat. "Tentu saja aku akan memakai gaun terindah."
"Ya, Yang Mulia harus memakai gaun paling mahal dan cantik. Tunjukkan agar Yang Mulia Raja menyesal karena bermain di belakangmu!"
Victoria tertawa mendengar ucapan Isolde. Ia merasa terhibur. "Kalian berdua pun harus tampil sempurna."
"Apa anda tahu bahwa...." ucapan Selma terhenti ketika terdengar suara langkah kaki.
Mereka menoleh dan melihat Amara sedang berjalan di taman. Wanita muda itu melangkah sambil mengusap perutnya. Lalu tersenyum dan berbicara ke arah perutnya. Amara terlihat cantik dan keibuan, namun statusnya sebagai selir membuat Isolde dan Selma muak. Di sisi lain, kondisi Amara yang sedang mengandung membuat posisinya jadi istimewa. Karena ia sedang mengandung calon pewaris tahta kerajaan. Jika Amara melahirkan seorang putra maka kedudukannya akan semakin istimewa, kecuali Victoria memiliki seorang putra juga.
Amara mendongak. Saat itulah ia melihat ke tiga wanita yang duduk dan menatapnya. Ia memutuskan untuk menyapa. Mereka melihat Amara berjalan mendekat dengan anggun. Terdengar suara dengusan kesal dari mulut Isolde yang mendapatkan tatapan dari Victoria.
"Maaf, Yang Mulia. Hidungku terasa gatal."ujar Isolde meringis.
"Selamat siang, Yang Mulia."sapa Amara membungkuk ketika sudah berada di hadapan Victoria.
"Selamat siang." sahut Victoria. "Apa kau mau bergabung bersama kami?"
"Jika aku tidak mengganggu..."
"Sama sekali tidak mengganggu. Duduklah." ujar Victoria menunjuk ke arah kursi kosong. "Betty, tolong tuang teh untuknya."
"Baik, Yang Mulia." sahut Betty mendekat sambil mengambil sebuah cangkir dan mengisinya dengan teh.
"Terima kasih." tukas Amara menerima cangkir yang berisi teh hangat dan menyesapnya.
"Apa kalian sudah mendengar kabar mengenai Lady Eleanor?" tanya Isolde.
"Menurut gosip ia pergi jauh dan tak ada yang tahu ke mana."
"Wanita yang malang." gumam Victoria.
"Maaf, siapakah Lady Eleanor?" tanya Amara.
"Ah kau orang baru di sini. Tentu belum tahu. Lady Eleanor sebenarnya sangat terkenal di kalangan bangsawan dan istana....sebagai wanita simpanan." tukas Isolde.
Victoria mendongak menatap Isolde. Memahami kenapa wanita itu menyinggung perihal Lady Eleanor. Untuk menyindir Amara, batinnya. Ia melirik pada Amara yang terdiam. Hati kecilnya merasa iba. Amara adalah orang asing di sini. Sama seperti dirinya saat pertama kali datang ke wilayah ini.
"Bagaimanapun sebenarnya bukan salah Lady Eleanor hingga menjadi wanita simpanan dan melarikan diri. Semua berawal saat ia melakukan debut pertamanya." ujar Victoria. Ia menatap Amara. "Bagaimana jika kau menceritakan mengenai tempat tinggalmu?"
Amara terdiam. Raut wajahnya tampak sedih sebelum akhirnya berkata, "Rumahku....tempat tinggalku sangat indah. Aku akan sangat merindukan pemandangan lautan biru dan anginnya....."
"Ah, jadi kau tinggal dekat lautan?" tanya Selma. Amara mengangguk.
"Apa yang terjadi dengan keluargamu?" tanya Victoria yang sudah penasaran dengan hal tersebut.
Amara menatap sang Ratu dengan mata berkaca-kaca. "Tak ada yang selamat...." sahutnya bergetar.
Victoria mengangkat alis sementara Selma dan Isolde terkejut. "Ayah dan ibumu?"
"Ayahku bertarung untuk membela dirinya dan ibu. Tapi ia tak berhasil..."
"Dan James membunuh ibumu lalu mengajakmu menikah? Benarkah demikian?!"tebak Victoria dengan nada getir. Amara mengangguk.
Victoria mencoba mengatur napas. Dadanya bergemuruh karena emosi. James melakukan hal yang sama dengannya. Bedanya, ibu dan kakaknya selamat meski harus hidup terasing. Setidaknya ayah dan ibu Amara sudah bertarung demi kehormatan mereka. Mereka pasti tahu cepat lambat James akan membunuhnya, atau menjadikannya budak. Dan ia yakin mereka tak sudi hal itu terjadi.
James, kau sungguh keji, batinnya. Hatinya merasa bersimpati terhadap Amara. Nasib Amara hampir sama dengannya. Kerajaan mereka sama-sama di serang hingga akhirnya berhasil direbut oleh James. Victoria bisa mengerti bagaimana perasaan Amara yang sudah kehilangan tempat tinggal serta keluarga. Mereka juga sama-sama di paksa untuk menikah dengan James. Bedanya, Victoria sudah jatuh hati sejak pertemuan pertama di hutan. Ia tak tahu bagaimana perasaan Amara pada suaminya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgetable Queen (HIATUS) (Sekuel The Exileed Queen)
FantasiSekuel The Exileed Queen Di hari ulang tahunnya yang ke 19 tahun, putri Victoria mengadakan pesta untuk mencari calon pendamping hidupnya. Tapi siapa sangka hari istimewanya menjadi bencana bagi Putri Victoria. Istana tempat tinggalnya mengalami pe...