09. Can I?

547 83 0
                                    

Felix sudah pulang lebih dahulu dibandingkan Jisung. Ya, itu semua karena Jisung harus mengurusi ekskul basket yang membuatnya ingin resign dari bumi, dan melamar pekerjaan di planet lain.

"Lho? Lix, udah pulang?" tanya Minho yang sedang mengelus ketiga anak kucing miliknya.

"Udah, kak," jawab Felix sambil melempar tasnya ke sembarang arah. Tak peduli jika nantinya tas itu akan dijadikan bahan mainan oleh Soonie, Doongie, Dori.

"Jisung kemana? Gak bareng denganmu?"

Felix berjalan mendekati ketiga kucing kucing Minho, dan mengelus salah satunya. "Masih di sekolah. Sedang mengurusi ekskul basket."

"Eh? Jisung ikut ekskul basket? Emangnya dia bisa main basket?" tanya Minho dengan wajah tak percaya.

Felix tertawa kecil. "Wah... Kakak rupanya ketinggalan berita terkini."

"Jisung itu kapten basket di sekolah. Dia dipilih oleh anggota anggota basket lainnya, karena kemampuannya yang di atas rata rata," jelas Felix panjang lebar kali tinggi.

"Wah... Hebat juga, ya."

Felix mengangguk. "Memang hebat."

Tak lama kemudian, Jisung pulang sambil membuka pintu dengan kasar. Dan tentu saja, hal itu membuat Felix dan Minho bingung.

Jisung langsung melesat ke kamarnya tanpa menyapa kedua saudaranya, dan meninggalkan tas miliknya beserta beberapa kertas, yang entah isinya apa.

"Jisung kenapa?" tanya Minho bingung.

Remaja yang merupakan orang tertua di rumah itu hendak menyusul Jisung ke kamarnya, namun Felix mencengkram tangannya.

"Tidak usah diganggu dulu, kak. Itu pasti karena masalah basket," ucap Felix, menghentikan Minho.

Minho berpikir sejenak, dan mengangguk menuruti sang adik.

Sang adik terlihat sedang memegang sebuah kertas yang tadi terbang dari tangan Jisung. Kertas itulah yang membuatnya tahu akan masalah Jisung.

Kertas pendaftaran keikutsertaan tim basket sekolah di turnamen yang diadakan 3 Minggu ke depan.

"Jisung sebenarnya tidak ingin jadi kapten, tapi ia terpaksa," jelas Felix, membuat Minho menoleh sepenuhnya ke arahnya.

"Oh, pantas saja," sahut Minho.

~Dream~

"Ada apa kamu memanggilku?"

Remaja yang lebih tinggi terlihat memandangi remaja yang satunya lagi dengan senyuman, yang entah artinya apa.

"Duduk dulu, Ji." Remaja itu tidak langsung menjawab pertanyaan Jisung, ia malah menyuruh Jisung untuk duduk terlebih dahulu.

"Ck. Jangan basa basi. Langsung saja ke intinya," Ucap Jisung tegas, enggan untuk duduk di kursi yang disediakan.

"Oh.... Oke. Kalau memang itu yang kamu mau."

Remaja yang tinggi itu menyodorkan selembar kertas ke arah Jisung. Jisung terlihat enggan untuk membacanya. Toh, isinya pasti tak penting sama sekali.

Entah ada dorongan dari mana, akhirnya Jisung mau membaca kertas tersebut. Sedetik kemudian, matanya membulat.

"Apa apaan ini? Kenapa kamu bertindak tanpa meminta persetujuanku?!" bentak Jisung.

"Wow... Calm down. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Jangan bentak aku seperti itu," jawab remaja itu masih dengan senyuman andalannya.

"Yak!! Hyunjin!"

Remaja bernama Hyunjin itu hanya tersenyum, menanggapi bentakan Jisung.

"Why? Kenapa kamu memarahiku? Seharusnya, aku lah yang memarahimu karena kamu tidak melakukan tugasmu dengan benar," tanyanya, menantang Jisung

"Lalu, bagaimana kita bisa menang? Anggota tim saja kurang," balas Jisung.

"Itu bukan tugasku, Han Jisung. Itu tugasmu selaku kapten," jawab remaja itu santai.

"Batalkan!"

"Kenapa?"

"Aku bilang batalkan, ya batalkan!"

"Oh.... Begitu ya? Kamu tidak ingin sekolah ini memperoleh prestasi, begitu?"

Remaja bermarga Han itu menggebrak meja yang berada tepat di hadapannya. "Yak! Kamu tidak tahu apa apa, jadi diam saja!"

Jisung langsung melesat keluar ruangan dengan kertas yang sudah tak lagi rapi. Hyunjin yang melihat itu hanya tersenyum penuh kemenangan.

~Dream~

"Ah! Ini gimana sih?! Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan 3 pemain tambahan?!" omel Jisung kepada kaca yang sudah retak karena ia pukul.

Jisung mondar mandir di dalam kamar, berusaha mencari cara.

"A.... Apa ini akan berhasil ya?" tanyanya bermonolog.

Jisung keluar dari kamar, dan berjalan menuju ruang tengah, tempat Minho dan Felix sedang berbincang.

"Kak," panggil Jisung.

Minho yang sedang memakan keripik kentang, langsung tersedak karena kaget.

"Apa?" tanya Minho setelah ia meminum segelas air putih.

"Boleh minta izin?"

"Minta izin untuk apa?"

"Izinkan Felix ikut ekskul basket."

Minho langsung membulatkan matanya, tak percaya dengan yang ia dengar.

"Tida-"

"Hanya sebagai pemain cadangan. Lagipula, dia tidak akan turun di lapangan. Hanya sebatas menjadi pemain untuk mencukupi syarat perlombannya," potong Jisung segera, sebelum Minho menceramahi tiga hari tiga malam.

Minho menghela napas sejenak, masih bingung. Ia melirik ke arah Felix sekilas. Terlihat jelas adiknya itu ingin ikut, walaupun hanya sebatas formalitas saja.

"Terserah kalian saja. Kakak mengizinkan, tapi jangan sampai Felix kenapa napa. Penyakitnya sering kambuh kalau dia kelelahan," jawab Minho, membuat si kembar bersorak gembira.

Jisung mengacungkan jempolnya, tanda bahwa ia mengerti.

Si kembar langsung berpelukan layaknya Teletubbies. Dan hal itu tentu membuat Minho jadi gemas dengan keduanya.

"Tapi.... Kalau tiba tiba, Felix harus turun lapangan, bagaimana?" tanya Minho masih khawatir.

Jisung melepas pelukannya, dan menatap Minho sejenak. "Kemungkinan besar itu tidak akan terjadi, kak. Lagipula, pemain lainnya sudah cukup banyak dan memiliki kemampuan bermain yang bagus, jadi tidak perlu mengandalkan Felix."

"Kalaupun Felix harus turun lapangan, mungkin dia hanya akan menjadi Shooting Guard yang hanya bergerak ke arah area 3 angka, dan men-shoot. Tidak lebih dari itu," jelas Jisung, berusaha meyakinkan Minho.

Minho hanya mengangguk, walaupun terlihat ia masih sedikit ragu. Tapi, apa salahnya mencoba? Siapa tahu saja, Felix tidak perlu turun lapangan.

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang