19. Why don't you tell me?

393 53 0
                                    

Felix pulang dengan perasaan yang campur aduk.

Dia sebenarnya senang karena akhirnya dia berpacaran dengan kakak kelas, yang memang sangat dia kagumi.

Tapi di sisi lain, dia juga sedih dan kecewa.

Sedih karena mengetahui bahwa umur Jisung sudah tak lama lagi.

Dan kecewa kepada dirinya sendiri, dan juga Jisung. Dia, kan saudaranya Jisung, kenapa dia tidak tahu? Sedangkan Changbin yang bukan siapa siapanya Jisung, malah tahu akan hal itu. Felix juga kecewa kepada Jisung. Kenapa anak itu tidak mau cerita kepadanya?

"Eh, Felix? Udah pulang? Gimana nge-date-nya?" tanya Jisung yang baru selesai makan malam.

"Hm. Sudah," jawab Felix singkat, padat, dan jelas.

"Oh.. Oke. Aku ke kamar duluan, ya," pamit Jisung.

Sebelum Jisung melangkah lebih jauh, Felix sudah terlebih dahulu memanggil sang kembaran.

"Jisung. Ada yang perlu kita bicarakan," ucapan Felix tegas, membuat Jisung sedikit tersentak.

Jisung menoleh ke arah Felix dengan tatapan bertanya tanya.

"Ada apa, Lix? Apa yang harus kita bicarakan?" tanyanya.

"Tentang penyakitmu. Kanker paru paru, kan?"

Jisung diam membungkam, dan menatap Felix dengan lekat. "Siapa yang memberitahumu?" tanyanya.

Felix ingin menangis saja rasanya. Dengan terlontarnya pertanyaan itu, Felix semakin yakin bahwa Jisung memang mengidap penyakit mematikan itu.

Jisung menghela napas sejenak. "Nanti...," ucapnya menggantung, membuat Felix mengangkat kepalanya.

"Gantikan aku saat turnamen. Aku yakin, umurku sudah tak dapat menjangkau turnamen itu lagi."

Hanya sebuah kalimat yang sangat simpel, namun berhasil membuat Felix terduduk lemas di lantai sambil menangis.

"Kenapa kamu baru memberitahuku sekarang, Jisung?" tanya Felix disela sela isak tangisnya.

Jisung kembali menghela napasnya, dam menatap Felix sekali lagi. "Sudah terlanjur, Lix. Waktu sudah tak bisa diulang lagi."

Minho yang kebetulan lewat di tempat itu, ikut ikutan menangis.

















Padahal dia hanya mendengar ucapan Jisung sepotong.

"Kak Minho?" cicit Felix saat melihat sang kakak juga ikutan menangis.

Jisung menoleh ke arah Minho. Air matanya ikutan mengalir secara tak sadar.

"Maaf..." Hanya itu yang bisa Jisung ucapkan sekarang ini.

Jisung tak menyangka bahwa rahasianya yang sudah ia tutupi dengan rapat, ternyata terbongkar juga.

"Kenapa, Ji? Kenapa?" tanya Felix sambil menangis meraung raung di atas karpet empuk, dan memeluk kaki kaki meja.

Jisung tak menjawab lagi, dia langsung berlari ke arah kamar, dan membanting pintu kamar tersebut. Tak peduli jika pintu itu akan rusak.

"Lix, kamu tahu dari mana?" tanya Minho setelah berhasil menetralkan deru napasnya.

"Kak Changbin," jawab Felix singkat.

Minho mengangguk pelan, dan berjalan ke arah kamar Felix dan Jisung.

Tok tok tok...

"Jisung?"

Terdengar suara Minho dari luar kamar, namun Jisung enggan untuk membuka pintu kamar tersebut.

"Boleh kakak masuk?"

Jisung tak berniat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jadilah, dia hanya diam, dan menatap lekat lekat pintu kamarnya.

"Hah..."

Terdengar suara helaan napas Minho dari luar kamar.

"Kalau begitu, aku dobrak saja, ya, pintunya. Jangan salahkan aku jika kamar ini nantinya tak memiliki pintu," ucap Minho pada akhirnya.

Mendengar hal tersebut, Jisung langsung melesat ke arah pintu, dan membukanya.

Tepat pada saat Jisung membuka pintu tersebut, Minho baru akan mendobrak pintu. Alhasil, keduanya saling menabrak satu sama lain.

"Aduuhhh!! Ini kenapa aku diseruduk sama kambing sih?"

"Heh, kamu ngatain aku kambing?!"

"Lah, memang iya."

"Dasar adik tak tahu sopan santun. Kakaknya sendiri malah dikatain kambing. Berarti kamu juga kambing."

"Tapi, aku, kan bukan adik kandungmu, Kak."

"Oh, iya."

Dan, ya, keduanya lupa dengan topik pembicaraan mereka beberapa menit yang lalu. Sekarang ini, mereka malah adu mulut, saling mengejek satu sama lain.

Felix yang kebetulan lewat di depan kamar, hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya. Sudah tak asing baginya, melihat Jisung dan Minho bertengkar karena masalah sepele.

Tiba tiba saja, Felix teringat topik pembicaraan yang sudah berlalau beberapa menit yang lalu.

Dia tidak bisa membayangkan jika itu semua benar benar terjadi.

"Ji," panggil Felix pelan.

Jisung yang sedang menjambak rambut Minho, langsung menoleh ke arah Felix. "Ada apa?"

"Tidak adakah cara untuk menyembuhkan penyakitmu?" tanya Felix, membuat Jisung bungkam.

Jisung bukannya tidak mau menjawab. Masalahnya, dia sendiri tidak tahu pasti akan hal itu.

"Ada tidak?" tanya Felix lagi, membuat Jisung mengerjap dari lamunannya.

Jisung menggeleng ragu. "Entah. Aku juga tidak tahu pasti."

"Maksudnya?"

"Ada satu cara. Tapi terlalu beresiko."

"Apa itu?"

"Operasi."

Felix langsung membungkam. Operasi memang salah satu cara untuk menyembuhkan kanker, tapi terlalu beresiko.

"Dan lagipula....." Ucapan menggantung Jisung, membuat Felix refleks mendongak.

Jisung menatap Felix dengan tatapan sendu. "Aku tidak punya banyak uang untuk itu."

"Maka dari itu, aku lebih memilih merahasiakan ini semua, dan menunggu ajal menjemput."

"Karena... Semuanya akan sia sia saja."

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang