20. Stay

363 46 2
                                    

Hari ini, Jisung dan Felix sengaja berlatih basket tanpa teman teman setim mereka. Ya, biar lebih konsentrasi, begitu kata mereka.

Minho sudah tak begitu bawel dengan kesehatan Felix. Toh, beberapa kali Felix bermain basket, dia tetap baik baik saja. Walaupun begitu, Minho tetap memperingatkan Felix agar tidak terlalu memaksakan diri jika tidak mampu.

"Jisung?"

"Hm."

"Jisung..."

"Hm."

"Kok dari tadi ham hem ham hem mulu?!"

"Terus aku disuruh jawab pake apa?"

Felix tak menjawab pertanyaan Jisung, karena pasti nantinya mereka akan bertengkar hanya karena masalah sepele.

"Kenapa manggil aku?" tanya Jisung kepada Felix.

Felix menoleh ke arah Jisung, dan menatap kembarannya dengan lekat lekat.

"Bolehkah aku minta sesuatu?" tanya Felix, membuat Jisung mengernyitkan dahinya.

Jisung mengangguk pelan.

"Kumohon tetap bersamaku sampai nanti," pinta Felix. "Jangan tinggalkan aku."

Jisung menghela napas kasar. Dia tidak menyangka Felix memintanya untuk bertahan di saat dirinya malah tersiksa dengan ini semua.

"Aku tidak bisa berjanji Felix. Aku sendiri malah ingin mati," jawab Jisung, membuat Felix menatapnya dengan tatapan sendu.

"Apa karena kamu tidak mau bertemu aku lagi?"

Jisung terkekeh pelan. "Bukan begitu, Lixie..."

"Aku sekarang ini sudah cukup tersiksa dengan penyakitku ini, bagaimana nantinya jika aku masih memaksakan diri untuk tetap bertahan? Yang ada malah aku yang semakin tersiksa."

Felix diam membungkam. Ucapan Jisung ada benarnya.

Jisung kembali terkekeh. "Tenang saja.. Aku akan bertahan semampuku untukmu, Lixie...."

"Tapi aku tidak bisa berjanji kepadamu, karena yang memutuskan kapan ajal itu akan tiba bukanlah aku, tapi Tuhan."

Felix ingin menangis saja kalau sudah begini. Dia baru bertemu dengan Jisung beberapa bulan yang lalu, tapi sekarang dia harus menyiapkan mental untuk ditinggal oleh Jisung selama lamanya.

"Lalu.... Bagaimana dengan operasi? Katanya, itu bisa menyembuhkan penyakitmu?" tanya Felix lagi.

"Aku tidak punya banyak uang untuk itu," jawab Jisung. "Kalau kamu mau tahu... Sebenarnya aku ikut ekskul basket itu karena itu bisa membantuku untuk mendapatkan uang untuk operasi." Jisung terdiam sejenak, dan kemudian melanjutkan perkataannya. "Dulu aku berpikir, bahwa jika aku mengikuti permintaan orangtuaku, mungkin mereka bersedia untuk membayar uang pengobatanku.... Tapi ternyata, mereka malah membuangku di pinggir jalan."

Felix mendongakkan kepalanya, dan menatap Jisung yang juga sedang menatapnya.

"Tapi, kamu, kan bisa menggunakan uang hadiah dari turnamen, kan? Kenapa kamu tidak berusaha saja?"

"Untuk apa aku berusaha, kalau memang aku sudah ditakdirkan hidup hanya sebentar saja?"

Felix menangis seketika itu, membuat Jisung panik.

"Lix, kenapa nangis?" tanya Jisung panik.

"A-aku... Gak hiks.. Mau ditinggal kamu, Ji... Kamu, kan satu satunya orang yang mau berteman denganku. Kalau kamu pergi, aku sama siapa?" jawab Felix yang kemudian diiringi pertanyaan.

Dream [Jilix ft. Minbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang